Ninda sedikit bingung dengan gelagat Tama, pasalnya sudah masuk dua minggu sejak Tama sedikit banyak menghindarinya. Tidak ada pesan yang akan muncul setiap paginya, atau motor matic yang akan berhenti di depan kosnya.
Jikalau mereka berpapasan, Tama juga hanya tersenyum pada Ninda. Hingga serasa membuat sesuatu menghilang begitu besar dan sangat berpengaruh pada kehidupan Ninda. Entah apa yang membuat Tama begitu, namun yang Ninda tau Tama berubah setelah kedatangan sahabatnya.
"Ninda, ngapain disini?" Akbar yang kebetulan sedang keluar sebentar untuk membeli teh, di buat bingung dengan melihat Ninda yang berdiri di depan pagar kos tempatnya dengan wajah yang menunjukkan keraguan.
"Emm itu, ini mau ngasih martabak telur sama martabak manis." Akbar mengalihkan pandangannya pada kantong plastik yang Ninda bawa.
"Mau ketemu Tama ya?"
Ninda hanya diam di tempat dengan kaki yang dia gerakkan.
"Ayo masuk dulu, lo tunggu teras ya gakpapa kan? Soalnya bahaya kalau bawa cewek masuk kosan sebelum temen-temen yang lain tau atau di bilangin dulu kalau mau ada temen cewek."
"Gakpapa, gue duduk di teras aja. Oh ini, martabaknya gue lumayan beli banyak, buat makan bareng ya."
"Makasih Nin." Akbar tersenyum lalu menerima martabak tadi.
"Iya sama-sama."
Ninda mengekori Akbar dari belakang ketika Akbar masuk Ninda duduk di teras. Tidak berselang lama, Tama keluar dengan penampilan yang sedikit berantakan tidak menunjukkan seperti dirinya yang biasanya.
"Nda, ngapain kesini?" Tama duduk di bangku sebelah Ninda yang terhalang oleh meja.
"Gakpapa, gue mau kerumah temen kelas gue yang kebetulan ngelewatin kosan lo. Jadi ya sekalian mampir."
"Kalau mampir mampir aja, gak usah repot gitu Nda bawain makanan buat anak-anak."
"Gakpapa Tam. Gue keinget lo yang cerita kalau lo sama Akbar doyan banget martabak."
Tama tersenyum, lalu membenarkan rambutnya "Sekosan mah seneng Nda kalau makanan. Apalagi gratis gini."
"Haha, ya gakpapa. Rejeki mereka, rejeki gue juga bikin mereka seneng sama kenyang."
Ninda menoleh ke arah Tama, dan baru ini Ninda memperhatikan Tama. Ternyata ia semakin kurus, pipinya terlihat semakin tirus dan matanya terilahat sayu, menunjukkan dia lelah dan memikirkan banyak hal.
"Tapi makasih ya Nda."
"Iya sama-sama."
Hening, dua minggu jarang berkomunikasi berdampak dengan perasaan canggung dan kesulitan menemukan topik.
"Lo makin kurus ya Tam. Makan lo gak teratur ya?"
"Yaa bisa di bilang gitu, gue sering begadang akhir-akhir ini. Buat ngurusin suatu hal."
Biasanya Tama akan bercerita banyak hal pada Ninda, bahkan sebelum Ninda bertanya, namun ini tidak. Mungkin memang ini bersifat agak pribadi.
"Kalau ada masalah lo bisa sharing sama gue kok Tam, jangan lo simpen sendiri."
Tama hanya dapat membatin, hatinya berkata bagaimana bisa bercerita kepada orang yang termasuk dalam pikiran dan masalahnya.
"Iya Nda. Maaf juga akhir-akhir ini gue jadi kayak jaga jarak sama lo."
"It's okay, meskipun gue gak tau apa masalah lo tapi gue tau lo butuh waktu. Kalau ada masalah, jangan menyeluruhkan waktu lo buat mikirin itu. Ya meskipun lo sendiri gak ada niatan buat mikirin itu, tapi seenggaknya kalau masalah itu ngeganggu pikiran lo. Lo buru-buru cari hal lain, buat pengalih."
Tama mengangguk, lalu menyandarkan punggungnya pada kursi.
"Ini masalah yang baru gue alami Nda, gue ngerasa gak bisa nyelesainnya. Dan gue paling benci sama perasaan ini, perasaan seolah gue gak mampu."
Ninda menoleh ke arah Tama, dia diam sejenak. Memperhatikan apa yang sedang di tatap Tama saat menceritakan tentang perasaanya.
"Kalau gitu ya lo tunjukin kalau lo mampu, lo tepis semua pemikiran buruk lo kalau lo gak mampu. Lo tanya sama diri lo, apa sih emang yang bikin gue gak mampu menyelesaikan masalah ini. Dan satu Tama, kalau lo sendiri yang menimbulkan masalah ini maka lo sendiri juga yang harus bisa menutup permasalahannya, menyelesaikan semuanya."
Mereka kembali diam, mungkin lebih tepatnya karena menunggu Tama menjawab pembicaran Ninda.
"Udah gue coba, tapi kayak yang lo tau. Gue belum mampu."
"Lo mampu lo sanggup, karena diri lo sendiri kan yang mengingkan kalau lo mampu. Hidup lo jangan mau di kuasai sama masalah. Kalau lo selalu terbelenggu sama masalah, dan lo gak mengatasinya, maka seterusnya hidup lo bakal bermunculan masalah yang lain Tam. Gue bukan maksud menggurui atau dengan mudah nyuruh lo cepat menyelesaikan masalah yang dimana gue sendiri gak tau masalah yang lo hadapin seberat apa."
Saran dari Ninda membuat hati Tama tergerak, membuat otaknya berpikir keras bahwa yang di ucapkan Ninda benar adanya.
"Tam, seberat apa pun masalah yang lo hadapin pasti ada jalan keluarnya. Enggak mungkin enggak ada, dan banyak orang di sekitar lo yang bisa bantu lo, ngeringanin masalah lo Tam."
Tama tersenyum, senyum lega yang timbul karena ucapan penuh tenang dari Ninda. Dan bagaimana Ninda tidak menjauhinya setelah dirinya sendiri mencoba menjauhi Ninda.
"Makasih Nda, gue bakal coba pelan-pelan saran lo, kalau sesuatu dalam hidup gue udah ilang dan gak bisa lagi balik ke sisi gue. Gue hanya harus berkata kalau itu takdir, karena gue gak bisa memilih untuk membiarkan suatu hal menetap selamanya kan? Apa yang datang bakal pergi kan Nda? Tolong yakinin gue hal ini."
Meskipun bingung namun Ninda hanya dapat mengiyakan rancauan Tama yang tiba-tiba.
"Iya Tam, segala hal, semuanya. Gak ada yang abadi. Cuman satu yang abadi dan gak bakal ninggalin lo."
Tama menoleh ke arah Ninda yang juga sedang menoleh ke arahnya.
"Apa?"
"Hati lo, yang berisi perasaan apa yang lo rasain."
Mereka tetap diam, pada jarak yang lumayan dekat. Mereka seakan terpaku, dan dari mereka masing-masing tidak ada yang mau menyudahi acara saling tatap yang tidak sengaja mereka lakukan. Seolah mereka menyelami mata masing-masing, mencari ketenangan dan ketulusan di sana.
"And I also found an important thing that could help me get out of trouble."
Ninda diam, matanya berkedip pelan saat Tama semakin menatapnya.
"What is that?"
"You."
Ujar Tama yang di susul dengan genggaman tangan pada telapak tangan Ninda. Dan senyum tipis dari wajahnya yang lelah.
Hanya satu orang yang menyaksiksan dalam kebisuan dan helaan nafas panjang, seakan-akan merasa bahwa apa yang nereka lakukan itu tidak benar. Akbar.
.
.
.YOOOO MANN!!! MAKIN MAKIN MAAAN GAK JELASNYA!!!
KAMU SEDANG MEMBACA
Firmament
General FictionBertahan dengan yang sudah ada, atau pergi mencari hal baru yang menurutnya lebih membuat bahagia? Cover photo Lai Guanlin by mandarin orange Start : 28 November 2018 End : -