12

87 17 3
                                    

Nindy

Rencananya besok aku akan menemui Tama, di hari ketiga setelah kedatanganku di Jogja. Alasan utamannya aku menemuinya setelah hari ke tiga aku datang, karena awal aku datang. Dia tidak membalas pesanku.

Mungkin dia sedang sibuk atau lelah, aku juga tidak mendesaknya untuk menjawab, hanya aku biarkan agar dia menjawab atas kesadarannya sendiri.

Setelah tadi aku bertanya pada Tama, apakah dia memiliki jadwal kuliah besok dan dia menjawab ada jadwal kuliah di jam 10, aku hanya mengiyakan lalu memintanya untuk menemaniku telpon sepanjang hari. Hanya itu satu-satunya cara agar dia tidak bertanya atau tidak curiga kenapa aku sudah menanyainya tentang jadwal kampusnya esok.

Dan malam ini, aku memiliki janji dengan Gama. Dia berjanji untuk mengajakku berjalan-jalan. Agar aku tidak terus menerus berada di kamar hotel.

Ponselku bergetar, menampilkan chat line dari Gama yang sudah menungguku di lobby. Aku hanya menjawab iya lalu turun menghampiri Gama.

Saat aku tiba di lobby, penampilan Gama lebih santai dari biasanya. Hanya hoodie hitam oversize dan celana ripped jeans yang ia kenakan. Persis seperti anak muda pada umumnya, hanya saja bedanya jika di brooklyn penampilannya sedikit lebih rapi.

"Gama." Aku menyapanya karena dia sedang serius menatap ke layar handphonenya.

"Ehh udah?" Aku mengangguk, lalu dia berdiri dan berjalan beriringan denganku.

Sesampainya di dalam mobil hal pertama yang aku tanyakan padanya adalah akan kemana tujuan kita malam ini.

"Gue bakal ajak lo muter-muter kota Jogja sih, soalnya gue jadi tour guide lo disini pasti ini terakhir kalinya, pastinya lo bakal jalan bareng Tama kan setelahnya."

Aku hanya tersenyum simpul, memahami maksudnya.

"Iya gakpapa kok Gam pulangnya malam."

"Ehh?" Gama sedikit terkejut saat menyetir, seolah dugaanku benar.

"Itu kan yang mau lo omongin?"

"Lo cenayang ya Ndy?" Lagi, entah mengapa aku menemukan beberapa hal yang menjurus pada kesamaan dengan sifat dan perilaku antara Gama dan Tama.

"Iya, gue kan belajar merdukun."

"Wah gila lo, parah. Ajarin gue juga dong, biar tau apa yang lo pikirin kalo pas ngelamun gitu."

Aku hanya tertawa mendengar candaannya, membuatku merasa nyaman berada di dekatnya.

"Gue mah ngelamun mikirin duit bulanan gue bakal cukup gak ya kedepannya. Kurang gak ya kira-kira?"

"Halah itu mah lonya aja yang ngarang bebas sekarang."

"Kok bisa ngarang bebas sih Gam, serius gue tuh."

"Gue tau aslinya bukan itu yang lo pikirin."

"Apa?" Tanyaku di ikuti dengan satu alisku yang terangkat.

"Mikirin kegantengan gue dong."

"Parah, ke-pdan lo makin membeludak. Padahal gue gak pernah tuh mikirin lo."

"Gak pernah berhenti kan maksudnya? Ngaku lo."

"Idih enggak." Gama tersenyum bahkan sesekali tertawa, mungkin dia sangat hobi mengerjaiku.

"Makin ngelak makin bener tuh."

"Apaan enggak Gam, masyaallah."

"Hilih, ngomong aja deh iya. Jangan sungkan."

"Bodo deh Gam, kuping gue sombong sekarang."

Gama tertawa lalu mengusak kepalaku.

"Sombong nih mbaknya."

FirmamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang