Pagi ini, Nindy masih duduk pada kasurnya, di luar jalanan masih basah sehabis turun hujan. Hawa pagi ini seolah semakin dingin, di tambah sikap Tama pada Nindy yang membuat kedinginan semakin menusuk tulang dan merambat hingga hati.
nindykirana: Tama, sekarang kamu ngampus?
dimasadyatama: iya, maaf nih ya. Aku kira gak ada, padahal udah rencana mau nemenin kamu telponan.
nindykirana: ya udah gakpapa, jam berapa kamu ada kelas?
dimasadyatama: jam 8, nanti kalo aku gak nugas aku temenin kamu telpon, kalo disini gak malem ya, soalnya takutnya disana pas pagi waktu kamu lagi kuliah.
nindykirana: iya, gakpapa. Sesenggang kamu aja. Semangat ya kuliahnya.
dimasadyatama: iya kamu juga.
Setelah balasan akhir dari Tama, Nindy menghembuskan nafas panjang. Hatinya menuntut untuk membatin apa benar bahwa hari ini Tama ada kelas. Namun benaknya berusaha menguatkan dan mengelak dengan cara dorongan positif bahwa mungkin saja Tama memang ada kelas. Setidaknya dia masih dapat menemui Tama nanti sore.
gamap: nanti jadi nemuin Tama dimana? Kapan?
Nindy yang membaca pesan Gama hanya diam sejenak, dia sendiripun ragu. Haruskah hari ini menemui Tama atau tidak.
nindykirana: kosannya, Gam. Entar sorean, soalnya dia jam 8 ada kelas.
gamap: mau gue anterin?
nindykirana: gak usah, nanti malah ada salah paham lagi.
gamap: ya udah, nanti kabarin gue kalau lo sampek kosannya dengan selamat.
nindykirana: siap.
Nindy menaruh handphonenya, namun entah kenapa seolah ada hasrat yang mendorongnya untuk pergi ke kampus Tama. Hanya ingin memastikan bahwa Tama memang sedang ada kelas.
Nindy segera memesan taksi online, lalu begitu sampai pada kampus Tama. Ia hanya berdiam diri di luar kampus, dan berfikir bagaimana caranya menemukan fakultas Tama. Dirinya juga tidak mengenal siapapun disini. Namun setidaknya jika dia masuk, dirinya masih dapat membaur menjadi salah satu anak yang berkuliah disini.
Ada beberapa pasang mata yang menatapnya, entah karena wajahnya yang asing. Atau karena wajahnya yang aneh menurut kebanyakan orang.
Nindy menanyai salah satu mahasiswi yang lewat di depannya, untuk bertanya dimana fakultas ekonomi.
"Maaf, permisi sebentar. Saya mau tanya, fakultas ekonomi dimana ya?"
Mahasiswi tadi memberikan arahan jalan mana yang harus Nindy lewati. Setelah mengucap terima kasih, Nindy mengikuti perkataan mahasiswi tadi. Setibanya Nindy di depan gedung fe, memang muridnya menunjukkan bahwa mereka adalah anak ekonomi. Bukan karena wajahnya yang mirip angka-angka atau kalkulator, tapi wajahnya yang menjukkan kematangan di dunia perkantoran. Iya dong, mana suaranya anak ekom.
Lagi-lagi dirinya memberhentikan salah satu mahasiswa untuk bertanya tentang kemungkinan kelas mahasiswa semester awal. Namun bukannya mengikuti pemberitahuan akan kelas akutansi yang sedang terjadwal, dirinya lebih memilih untuk masuk pada cafetaria kampus. Duduk di salah satu meja yang tersedia setelah sebelumnya memesan minuman.
Dirinya duduk di dekat mahasiswa yang pada mulutnya masing-masing terdapat penghasil asap dan abu. Bukan sengaja, namun pembicaraan mereka membuat Nindy mau tidak mau juga ikut mendengarkan.
"Gile anjir si Dimas, dia sama si Ninda makin lengket aja." Celetuk salah satu dari mereka yang berbadan paling kekar.
"Tauk tuh, dulu aja kagak mau padahal cuman disuruh kenalan aja. Sekarang beeh kemana-mana harus bareng."
KAMU SEDANG MEMBACA
Firmament
General FictionBertahan dengan yang sudah ada, atau pergi mencari hal baru yang menurutnya lebih membuat bahagia? Cover photo Lai Guanlin by mandarin orange Start : 28 November 2018 End : -