05

141 22 6
                                    

Tama menikmati suapan terakhirnya di cafetaria kampus jurusannya. Cafetaria fe siang ini lumayan senggang, hanya ada beberapa murid dan itupun di depan mereka tersaji laptop dan kertas-kertas yang berserakan.

"Lo cari sapa dah Dim, celingukan begitu?" Danu bersuara yang hanya di tanggapi dengan gidikkan bahu oleh Tama.

"Ninda gak mungkin ada di cafetaria jurusan ini. Udah lah, simpen harapan lo." Tama mendelik kaget mendengar penuturan Juna yang terkesan sangat tau maksud Tama.

"Sapa yang nyari tuh cewek. Ngapain juga gue nyari."

Ia lalu mengeluarkan satu pack rokok, namun saat akan menyulut sebatang gulungan tembakau tadi, gadis yang menjadi perbincangan Juna muncul. Ninda, gadis itu datang bersama temannya.

Rambutnya yang sekarang lebih pendek kisaran sebahu dan baju berwarna hijau army sangat pas di kenakan Ninda. Dia terlihat semakin cantik.

"Lah si Ninda ngapain ke cafetaria sini?"

"Ya mana gue tau Bar." Tama menjawab pertanyaan Akbar sambil tetap melihat ke arah Ninda. Sebenarnya Akbar juga tidak bertanya kepada Tama, melainkan lebih pada dirinya sendiri.

"Kok lo yang jawab, orang gue lagi monolog."

Tama gelagapan, buru-buru dia menghidupkan rokoknya. Matanya sibuk melihat cara kerja koreknya yang membakar ujung rokok di saat teman-temannya sibuk memandanginya.

"Napa jadi gugup gitu Dim? Tadi katanya gak nyari, tapi giliran Ninda kesini ngelihatnya gak berhenti-berhenti."

"Kagak, sapa yang gugup begitu anying!" Tama berkelit, dia menatap ke arah luar cafetaria, yang terpenting untuknya tidak menatap mata teman-temannya.

"Ehh Ninda, sini aja duduknya." Itu Bayu yang menyapa, membuat punggung Tama menegak dan itu tidak luput dari perhatian teman-temannya.

Maklum saja jika anak fakultas ekonomi banyak yang mengenal Ninda, selain gedung fe dan gedung fakultas kesehatan bersebelahan Ninda juga cukup aktif menjadi maba.

Ninda datang dengan senyum ramahnya, lalu duduk tepat di hadapan Tama. Bukan keinginan Ninda, namun unsur kesengajaan dari teman-teman laknat Tama. Mereka sengaja menggeser duduk mereka agar Ninda duduk di hadapan Tama dan teman Ninda duduk lebih jauh dari Ninda.

"Kok ke cafetaria fakul ekom Nin?"

"Iya, di cafetaria kesehatan rame banget, Bay."

Teman-teman Tama melihat bagaimana reaksi Tama, dan benar dugaan mereka, bahwa Tama saat ini gugup bukan main. Rokok yang dia sesap, dia hembuskan perlahan asapnya. Namun entah kesadaran dari mana, Tama mematikan rokok yang sedang dia sesap.

"Kok gak sebat lo? Napa?"

Tama memincingkan mata menatap Candra. Tama tau itu adalah suatu pertanyaan yang memancing.

"Ya gak apa lah, sesuka gue."

"Biasanya 3 batang sekali duduk. Ini kagak sampek setengahnya. Alig."

Tama menatap Juna sebentar, lalu melirik Ninda yang sedang memperhatikan obrolan Tama dan teman-temannya dalam diam sambil menunduk untuk makan.

"Ada yang gak rokok disini, gue gak mau ngeracunin lah. Kasihan paru-paru orang yang gak ngerokok jadi rusak karena perokok aktif yang gak tau tempat."

Memang begini sifat Tama, bukan untuk modus, namun Tama cukup sadar diri bahwa asap rokok yang dia sesap berbahaya bagi orang yang tidak merokok. Tama cukup merasakan, dulu saat sma. Bahwa keegoisan para perokok aktif, sangat berdampak buruk bagi orang lain.

FirmamentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang