BAB 1

519 68 33
                                    

"Dia itu mirip Bang Erza, dingin kayak es di kutub, datar kayak tembok rumah gue, omongannya pedas kayak bubuk cabe dioplos balsem. Baru pertemuan pertama dia udah nyuruh gue ngehafalin materi biologi yang lebih sulit daripada lirik lagunya Deep Purple." –Viona–

***

"Namanya Elang, dia yang akan jadi guru privat kamu mulai dari sekarang. Elang yang akan membantu kamu belajar semua mata pelajaran matematika dan IPA. Dia masih SMA sama seperti kamu," seru Tante Nia mengenalkan sosok guru privat pada Viona di ruang tamu rumahnya. Tante Nia memang sengaja menyuruh Viona les privat di rumahnya agar terhindar dari gangguan sang Ayah yang sering memarahinya. Ia hanya ingin Viona lebih fokus belajar di tempat kondusif.

"Ingat ya namanya Elang," ujar Tante Nia sekali lagi.

Elang Dewantara, remaja berwajah tampan yang kini berdiri di hadapan Viona memang punya kemampuan akademik yang tinggi. Elang punya IQ di atas rata-rata dan segudang prestasi. Hampir semua mata pelajaran ia kuasai. Jabatan ketua OSIS yang disandang Elang juga membuatnya semakin populer di sekolah.

"Udah tahu, Tante," jawab Viona ketus. Sementara Elang hanya tersenyum tipis, bahkan nyaris datar.

"Lho, kalian saling kenal?"

"Kita satu kelas, Tante," sahut Viona. Meski sebenarnya di kelas mereka tidak pernah melakukan konversasi.

"Tante baru tahu kalau kalian satu sekolah dan satu kelas. Ya udah, kalau gitu kalian bisa mulai belajarnya. Tante mau ke Butik dulu." Nia menepuk bahu Viona. Ia sangat bersemangat mengurus Viona yang punya nilai anjlok. "Tolong lakukan yang terbaik ya, Elang. Buat nilai Viona naik."

"Baik, Tante," sahut Elang sesopan mungkin sambil membenahi letak kacamata minusnya, lalu melirik Viona datar.

"Tante pergi dulu ke Butik. Bye, Vio. Semangat belajar ya, sayang."

Sosok Tante Nia sudah menghilang di ruangan itu. Viona dan Elang duduk di sofa yang berhadap-hadapan. Keduanya masih terdiam sampai beberapa detik. Seolah ada biji kedondong yang tersangkut di tenggorokan mereka. Hingga akhirnya Elang memulai konversasi dengan gadis yang kini tengah sibuk bermain game di ponselnya.

"Gue kasih tawaran ke lo. Mau mulai belajar sekarang atau besok?"

Fokus Viona kini teralihkan ke Elang, membuat tulisan game over muncul di layar ponsel.

"Tante Nia nyuruh lo belajar sekarang, tapi sepertinya lo belum siap lahir batin buat belajar."

"Lo ngejek gue?"

"Gue nggak ngejek, tapi gue ngomongin fakta. Gue nggak maksa lo buat belajar hari ini kalau lo belum siap."

Viona mendengus kesal. Kata-kata 'bego' sudah sering sekali ia dengar. Terakhir kata-kata itu ia dengar dari mulut Dino si ketua kelas yang ia tonjok, tapi anehnya tak terbersit pikiran untuk menonjok muka Elang di kepala Viona. Mungkin kalau Elang punya otak selevel Dino yang pas-pasan, Viona akan menonjoknya juga. Sayangnya Elang punya IQ yang sangat tinggi, sehingga apa yang dikatakannya merupakan sebuah kebenaran untuk mendeskripsikan sosok Viona.

"Besok aja. Gue capek."

"Oke, lagian malam ini gue juga ada acara. Besok mau belajar apa dulu? Matematika wajib, matematika minat, fisika, kimia atau biologi?"

"Biologi aja. Lusa gue ada remedial biologi."

"Oke. Karena hari ini nggak jadi belajar, syaratnya besok lo udah harus hafal perbedaan sel hewan dan tumbuhan. Lo juga harus hafal fungsi dari organel-organel sel."

About ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang