BAB 18

264 39 7
                                    

"Iya gue emang nggak ada di posisi lo. Tapi gue tahu rasanya ditinggalkan seorang ibu. Lo itu beruntung tahu. Seenggaknya ibu kandung lo masih hidup." --Viona--

***

Elang sedang berada di ruang BK yang dijadikan tempat pengadilan gangster sekolah yang sudah terkenal badung. Tadi pagi sebelum jam pertama, Elang menemukan gangster yang digawangi oleh Gio merokok di belakang gudang. Gio dan empat kawannya siswa XI IPS 2 pun akhirnya digelandang di ruang BK. Mereka langsung mendapat skor selama tiga hari untuk memperatanggungjawabkan perbuatan mereka. Selain itu akan ada panggilan orang tua dari sekolah. Gio terlihat geram usai persidangan di ruang BK. Ia pun mencegat Elang saat usai keluar dari kantor BK. Kerah baju seragam Elang ditarik paksa oleh Gio.

"Kenapa sih lo pakai aduin kita ke BK?"

Elang tak melawan cengkeraman Gio. Ia hanya menatap tajam mata lawannya itu. Bukan karena merasa lemah, tapi lebih tepatnya malas adu otot dengan Gio dan komplotannya. Hanya buang-buang energy saja.

"Lo tahu kan salah lo?"

"Iya gue ngerokok di sekolah, emang kenapa?"

"Kalau udah tahu kenapa harus tanya? Pernah baca aturan sekolah kan? Di tembok semua kelas aturannya ditempel kok. Kalau lo nggak nggak tahu artinya lo bego."

"Lo songong banget sih! Mentang-mentang ketua OSIS!"

"Iya gue songong. Tapi gue punya otak buat mikir nggak ngelakuin hal-hal yang dilarang di sekolah."

"Sok suci lo! Gue tahu rahasia lo. Gue tahu lo anggotanya berandal-berandalan itu," ancam Gio seraya mendorong tubuh Elang hingga membentur dinding koridor yang mulai sepi.

"Oh, ya udah. Kalau lo mau laporin, ya udah laporin aja. Gue nggak takut sama anjing macam lo."

Gio semakin mendidih. Ia menghempas tubuh ke Elang ke lantai. Tangannya nyaris saja melayangkan tinju ke muka Elang, namun Arel menahannya.

"Gi, jangan! Bisa makin ribet urusannya ntar."

"Iya, jangan gegabah, Gi," Arnan ikut menimpali. Gio pun mendecih. Matanya masih saling beradu dengan Elang.

"Lo udah salah masih ngelunjak aja, nyet!" Ryan dan kedua temannya menhampiri Elang. Ryan langsung mendorong dada Gio, membuat cowok itu bergerak mundur satu langkah. Sementara Evan dan Edo membantu Elang bangkit dari lantai.

"Teman lo tuh. berengsek," gumam Gio kesal.

"Kalau teman gue berengsek, lo apa? Bangsat?" sahut Edo. "Udah salah, nggak mau ngaku lagi."

Evan menyentuh bahu Ryan, menraiknya ke belakang. "Lo jangan ikut tersulut juga. Ingat! Ini sekolah." Ryan pun mengikuti omongan Edo.

"Udah deh, ayo pergi dari sini. Kalian nggak mules apa deket-deket sama cecunguk macam mereka lama-lama. Bikin gue tambah laper aja," dumel Edo.

Tanpa banyak bicara Elang langsung berjalan menjauhi Gio dan gerombolannya. Baru Beberapa langkah Edo kembali menghampiri Gio. Ia memasang wajah dengan senyuman. Lalu menepuk pundak Edo.

"Bro, gue tahu lo anak IPS pasti nggak pernah belajar biologi. Tapi guru biologi gue bilang kalau ngerokok itu nggak baik buat kesehatan. Jadi mending lo berhenti daripada lo mati muda. Apalagi kalau mampusnya di ruang BK. Nggak keren banget," kicau Edo. Kini ia berlari mengejar ketiga temannya. Sedangkan Gio Nampak lebih kesal berkali-kali lipat.

***

"Gue heran kenapa lo nggak ngelawan Gio tadi. Kalau gue jadi lo, udah gue bonyokin mukanya," celoteh Ryan masih kesal dengan Gio dan komplotannya.

About ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang