BAB 26

264 38 13
                                    

"Dalam teori potensial aksi, sel bisa mengalami perubahan dari polarisasi, depolariasasi sampai repolarisasi. Hidup juga kayak gitu, manusia itu sering berubah-ubah, tapi yang penting tetap pada tujuan yang baik."—Rega—

***

Viona membuka pintu gerbang rumah usai turun dan membayar ongkos ojek online yang ditumpanginya. Tadi Elang memaksanya pulang duluan karena hari sudah semakin senja. Sementara Elang sendiri masih menemani Bu Rita menunggu proses operasi penyambungan tulang Aldi sampai selesai. Begitu masuk rumah, cewek itu menemukan kakaknya yang sedang memasak mie instan di dapur. Aroma mie instan rasa ayam bawang pun langsung menguar di ruangan yang sepi itu. Asisten rumah tangga memang cuti seminggu karena pulang kampung, Ayahnya juga masih ada pekerjaan di luar kota. Jadilah ia dan kakaknya harus mengurusi perut sendiri. Viona pun dari kemarin makan di sekolah dan Go-Food jika di rumah.

"Kenapa nggak Go-Food aja?" tanyanya pada Erza ketika mengambil air dingin di kulkas.

Erza hanya diam. Selalu seperti itu. Diamnya Erza selalu membuat Viona ingin melempar panci panas ke kepala kakaknya. Padahal ia bertanya karena ia peduli dengan kakaknya. Viona tahu dari kemarin Erza hanya makan mie instan di rumah. Jengkel karena tak mendapat jawaban, Viona berjalan ke arah Erza. Ia langsung mematikan kompor dan mengangkat gagang panci berisi mie yang belum matang. Viona langsung menuang mie dan airnya di washtafel. Masa bodoh dengan wajah Erza yang semakin mengerikan.

"Maaf, Bang. Gue cuma nggak mau anak kebanggaan Ayah sakit perut gara-gara makan mie instan terus."

"Shitt!"umpat Erza pelan, namun Viona masih bisa mendengarnya.

Tak lama kemudian suara bel pintu depan terdengar. Viona membuka pintunya dan langsung menemukan sosok Tante Nia berdiri di depan pintu sambil membawa rantang susun yang sepertinya berisi makanan dan juga dua kotak pizza ukuran jumbo.

"Tante buatin opor ayam buat kamu sama Erza," katanya saat memamerkan rantang yang dibawanya.

Tante Nia membuka rantang susun satu per satu di atas meja makan. Aroma nasi hangat dan opor ayam langsung membuat Viona tak sabar untuk mencicipinya. Ia memang sudah kelaparan sejak tadi.

"Makan gih. Kalian pasti lapar," titah Tante Nia sambil menyodorkan satu piring nasi dan rantang berisi opor ayam di hadapan Erza dan Viona.

"Makasih, Tante." Tanpa sungkan Viona langsung menyendok nasi dan opor ayamnya.

"Harusnya Tante nggak usah repot-repot bawa banyak makanan ke sini," cecar Erza datar.

"Nggak masalah. Anggep aja ini buat perayaan karena sebentar lagi buku dongeng hasil kolaborasi Viona sama penulis Yasmine Elfara mau terbit," jelas Tante Nia girang.

"Kok Tante tahu, sih? Aku nggak cerita ke siapa pun kalau bentar lagi terbit."

"Tahu, dong. Tante kan diem-diem nyari informasi."

"Ihh Tante. Padahal mau aku rahasiain. Kalau ketahuan Ayah bisa kena semprot."

"Udah nggak usah bingung. Biar Tante yang ngurus Ayah kamu. Sekarang kamu fokus aja sama karya kamu," ujar Tante Nia menenangkan. "Erza, kamu nggak mau ngasih selamat ke adek kamu? Dia hebat lho. Bisa jadi ilustratornya penulis terkenal."

Erza menaruh sendoknya dan menghentikan aktivitas makannya. Ia lalu bangkit dan berlalu dari meja makan.

"Eh, mau ke mana? Nasi kamu kan belum habis?" tanya Tante Nia.

"Udah kenyang."

Tante Nia langsung bangkit dan menahan pergelangan tangan kanan Erza. Tante Nia pun menyerahkan satu kotak pizza ke Erza. "Nanti kalau laper lagi makan ini ya," pesan Tante Nia. Erza hanya mengangguk dan langsung berjalan naik ke lantai dua.

About ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang