BAB 19

310 38 21
                                    

Kamu harus bisa melawan. Jangan hidup dalam bayang-bayang ketakutan masa lalu, karena kamu punya masa depan yang harus diperjuangkan." –Papa Ferdi–

***

Elang tidak pingsan, ia hanya shock saat melihat Yasmine tiba-tiba ada di rumahnya. Trauma itu memang sempat mempermainkan kesadarannya. Tapi syukurlah ia tidak sampai pingsan. Cowok itu kini tidur membelakangi Yasmine yang duduk di tepi ranjangnya. Mama Risma dan Papa Ferdi sengaja membiarkan Elang dan Yasmine bicara berdua. Meski sebenarnya Elang masih enggan berkonversasi dengan ibu kandungnya itu. Sampai sepersekian sekon Elang hanya diam. Pikirannya pun tercecer entah ke mana.

"El, maafkan Mama."

Elang menghela napas panjang. Muak mendengarkan ucapan permintaan maaf dari Yasmine.

"Mama tahu kalau Mama emang salah udah ninggalin kamu waktu itu. Mama menyesal. Mama nggak bisa berpikir jernih waktu itu. El, kamu mau kan maafin Mama?"

Sekali lagi Elang menghela napas panjang.

"Nggak perlu minta maaf. Nggak ada yang salah. Ini emang udah takdir. Jadi mau diapain lagi, Elang akan tetap ditinggalkan. Elang akan tetap terbuang. Emang udah jalannya Elang harus hidup terpisah sama keluarga kandung sendiri."

Yasmine menyentuh bahu Elang dengan gemetar. Pertahanan air matanya nyaris pecah setelah mendengar kalimat Elang barusan.

"Mama Emang jahat. Mama emang egois waktu itu. Kamu boleh mukul Mama. Kamu boleh marahin Mama sepuas kamu."

"Buat apa? Sekalipun Elang ngelakuin itu, nggak akan mengubah keadaan."

"Tolong dengarkan penjelasan Mama. Waktu itu Mama belum jadi penulis yang sesukses sekarang. Mama pikir kalau Mama bawa kamu saat itu, Mama nggak akan bisa ngasih kamu kehidupan yang layak. Mama takut nggak akan bisa sekolahin kamu. Mama takut nggak akan bisa ngasih masa depan yang cerah ke kamu."

Elang bangkit tiba-tiba. Ia menatap tajam mata Yasmine. Dadanya sudah naik turun saat meihat wajah wanita itu dari jarak dekat seperti ini.

"Nyatanya setelah anda pergi, Elang bahkan nyaris mati dipukuli pria itu. Baik anda maupun pria itu nggak bisa ngasih masa depan yang menjanjikan buat Elang. Bertahun-tahun Elang pura-pura jadi anak normal yang nggak ada masalah. Bertahun-tahun juga Elang berusaha mengobati luka Elang sendirian. Dan bertahun-tahun sudah Elang lelah menunggu orang jahat egois anda. Dan nyatanya menunggu anda adalah hal terbodoh." Elang menjeda kalimatnya. Cairan bening mendesak keluar dari pelupuk matanya. Tapi ia masih berusaha menahannya. "Elang muak sama anda dan juga pra itu. Kalian itu sama aja. Kalian bukan orang tua Elang. Jadi lebih baik anda pergi dari sini. Melihat wajah anda bikin Elang tambah sakit di sini," Elang memukul-mukul dadanya. Cairan bening di sudut matanya pun tumpah perlahan.

"El, tolong beri Mama kesempatan."

"PERGI!" sentak Elang keras membuat seisi rumah datang ke kamarnya. Anak itu tampak lebih memprihatinkan.

"Elang, kenapa?" tanya Risma sembari merengkuh tubuh Elang. Anak itu kini hanya memejamkan matanya dalam rengkuhan Risma. Tangannya pun membalas pelukan Risma dengan erat.

"Ma, Elang... nggak mau lihat orang itu lagi," ucapnya tergugu.

"Iya, sayang. Kamu jangan kayak gini lagi ya. Jangan bikin Mama khawatir."

Risma mengelus puncak kepala Elang, bermaksud menenangkan anak itu.

"Mbak Yasmine, sebaiknya Mbak pulang dulu aja. Elang lagi nggak baik. Susah kalau traumanya kambuh kayak gini. Biarin dia tenang dulu. Aku janji bakal bujuk dia biar mau ketemu Mbak lagi," ujar Risma yang langsung dibalas dengan anggukan oleh Yasmine.

About ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang