"Karena sekarang gue sadar kalau gue bukan pacar lo. Jadi nggak ada hak buat pegang tangan lo. Kecuali kalau dapet ijin." –Elang–
***
"Jadi orang yang sering bayarin SPP sama bukunya Evan itu lo?" tanya Ryan pada Elang. Ryan kini duduk menghadap Elang di kantin. Sesekali ia mencomot gorengan yang dipesankan Viona.
Elang mengangguk. Ia tidak mungkin mengelak lagi. Kertas tanda terima yang terselip di buku perpustakaan itu jelas-jelas tertulis namanya.
"Lo dapat uang dari mana buat bayarin Evan?" tanya Ryan lagi. Elang merasa benar-benar diinterogasi sekarang.
"Jangan-jangan lo bayarin Evan pake gaji lo dari hasil jadi guru privat gue?" tebak Viona.
Elang mengangguk lagi. "Iya, sebagian."
"Jangan-jangan lo kerja lain juga?" tebak Viona lagi.
"Iya, gue curiga lo kerja yang aneh-aneh," ujar Ryan memasang wajah penasaran. Ryan bahkan sampai memajukan wajahnya beberapa senti hingga membuat Elang jijik.
"Jauhin muka lo, Yan."
"Lo belum jawab pertanyaan gue."
"Lo kayak intel aja."
"Ya siapa tahu lo kerjanya main togel sampai bisa bayarin SPP sama bukunya Evan."
"Yan, mulut lo!" tegur Viona.
"Hmm, sorry. Tapi gue tahu kok kalau niat lo baik. Cuma mungkin Evan merasa nggak enak sama lo. Dia kan tipe orang yang nggak mau ngerepotin orang lain dan nggak mau dikasihani. Dan dia mungkin nggak mau dianggap lemah karena dia berasal dari keluarga kurang mampu."
"Ryan ada benarnya sih, El. Evan pasti nggak mau membebani orang lain. Makanya dia marah sama lo pas tahu lo yang bayarin uang sekolah dia."
"Gue kerja halal kok. Kalian tenang aja," balas Elang.
"Gue neglakuin itu karena takut dia bakal dikeluarin dari sekolah," Elang menghela napas berat. "Waktu kelas X gue pernah nggak sengaja lihat dia di kantor BK. Dia dapat teguran gara-gara menunggak SPP sampai tiga bulan. Dan kalau nggak bisa bayar sesuai tenggang waktu yang diberikan pihak sekolah, dia bakal dikeluarin. Semenjak itu gue diem-diem bayarin uang SPP-nya, bahkan uang bukunya juga."
"Ya ya ya. Gue apresiasi niat baik lo, El. Menurut lo cara itu mungkin udah tepat, tapi menurut Evan mungkin cara lo itu salah. Makanya Evan ngamuk."
"Terus gue harus gimana?" Tanya Elang.
"Minta maaf ke dia pas emosinya udah lebih stabil," jawab Ryan yakin.
"Emang dia mau maafin gue?"
"Ya mana gue tahu kalau lo sendiri belum nyoba." Ryan mencomot gorengan terakhir di atas piring. Semenjak mereka di kantin, hanya Ryan yang tak henti mengunyah. "Hidup penuh liku-liku. Ada suka ada duka," gumam Ryan menyanyikan lagu itu sambil bergaya seperti raja dangdut Rhoma Irama. Sontak membuat Viona jijik melihatnya.
"Gue cabut dulu," ucap Elang yang langsung pergi begitu saja tanpa mengabaikan es jeruknya yang masih utuh.
"Tunggu, El! Gue boleh minum es jeruk lo?" tanya Ryan dengan cengiran jahilnya.
"Boleh, tapi lo yang bayar."
Viona menepuk sebelah pundak Ryan. "Sekalian bayar gorengannya ya, Yan. Kan lo yang ngabisin semuanya," tambah Viona sebelum berlari mengejar Elang.
***
Viona sampai tergopoh-gopoh mengejar Elang. Entah mengapa pemuda itu berjalan sangat cepat, bahkan ia tak mengabaikan sapaan teman-temanya atau adik kelas saat berpapasan. Viona berhenti saat melihat Elang mendaratkan bokongnya di bangku taman dekat perpustakaan. Viona mencoba mengatur napasnya yang masih terengah-engah. Ia pun akhirnya duduk di sebelah Elang.
KAMU SEDANG MEMBACA
About Elang
Teen FictionViona adalah seorang gadis yang jago taekwondo, tapi gagal secara akademik. Hidup penuh tekanan dari Ayahnya. Viona merupakan fans berat dari vokalis band rock Lion-Jr yang misterius. Baginya Lion-Jr adalah sosok keren yang berhasil membangkitkannya...