BAB 13

236 41 10
                                    


Jangan bikin gue nggak bisa tidur hanya karena mikirin lo terus. –Elang—

***

Selesai menghabiskan setengah porsi makanannya, Viona mengajak Elang untuk segera enyah dari Kafe. Keberadaan Erza yang satu meja dengannya membuatnya tidak nyaman. Keduanya memang sudah bertahun-tahun jarang makan di meja yang sama semenjak bundanya meninggal. Sehingga suasana canggung pun tercipta seketika. Ditambah lagi rasa jengkel Viona yang belum luntur pada Erza. Memang saat sang Ayah menampar Erza, Viona sedikit peduli hingga rela membuatkan pemuda itu secangkir teh. Tapi tetap saja rasa sakit tetap membumbung di hati Viona. Seolah rasa sayang pada kakaknya itu telah tertutupi kabut tebal kebencian. Viona mungkin memang egois, tetapi Erza lebih egois.

Gadis itu kini berada di boncengan belakang motor Elang. Sepanjang perjalanan Viona hanya diam. Hanya helaian napas yang sesekali tertangkap telinga Elang. Si ketua OSIS pun menurunkannya di sebuah Indomaret yang sebelumnya pernah mereka kunjungi. Entah apa yang ada di kepala Elang, yang jelas ia tahu bahwa gadis yang sedang bersamanya itu membutuhkan sesuatu yang bisa menenangkannya.

"Kok berhenti di sini? Beli es krim lagi?" tanya Viona.

"Nah, itu lo udah tahu, kenapa harus nanya?"

"Lo suka banget makan es krim."

"Sebenarnya biasa aja, tapi terpaksa makan es krim lagi. Gue beli es krim buat lo, biar lo nggak bad mood terus. Jadi mau nggak mau gue harus tetap makan kan."

"Gue nggak paham maksud lo."

Elang mendengus kesal. Niatnya mengajak jalan Viona agar membuat gadis itu senang. Tapi rencananya gagal karena situasi dan kondisi yang tidak mendukung. Kencan romantis yang sempat terpikirkan di kepalanya pun seolah hanya menjadi mimpi di siang bolong.

"Lo itu goblok banget sih! Gue udah berbaik hati ngajak makan es krim bareng lo biar pikiran lo lebih plong dikit. Emangnya lo mau makan sendirian?" celetuk Elang.

Viona menggaguk, kedua tangannya menangkup wajahnya yang sudah kusut.

"Iya, sorry."

"Tunggu di sini bentar."

Elang masuk ke dalam Indomaret. Sementara Viona duduk di kursi teras seraya memandangi orang yang berlalu-lalang di jalanan. Raut wajahnya semakin pilu saat melihat seorang anak kecil yang sedang digandeng ibu dan kakak laki-lakinya. Melihat mereka membuatnya teringat masa lalu. Saat ia masih menjadi adik kesayangan Erza. Saat bundanya masih setia mengajaknya dan Erza jalan-jalan keliling komplek. Jujur Viona rindu semua itu.

"Jangan ngelamun. Kalau kesambet, gue nggak mau ngajak jalan lo lagi." Elang datang dengan membawa es krim di kedua tangannya. Satu es krim diserahkan ke Viona.

"Makasih."

"Sama-sama. Abis ini jangan bad mood lagi. Asli muka lo tambah jelek kalau manyun terus kayak gitu."

"Iya maaf."

"Ya udah, ini bukan salah lo juga. Abisin tuh es krimnya."

Kedua remaja itu pun sudah menghabiskan es krimnya. Elang langsung mengantar pulang Viona. Usai turun dari motor, Elang menahan Viona. Ia menggenggam lengan Viona. Gadis itu pun menuruti Elang. Ia masih berdiri di sebelah motor Elang.

"Jangan sedih lagi ya, Vi. Gue mohon."

Viona hanya terdiam dan tertunduk lesu. Elang menangkup wajah gadis itu, memandangnya intens.

"Kalau lo murung terus kayak gini, pikiran gue jadi nggak tenang. Jangan bikin gue nggak bisa tidur hanya karena mikirin lo terus," ucap Elang, binar matanya penuh keseriusan.

About ElangTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang