Chapter [12]

410 57 16
                                    

Q : Sebenarnya author terinspirasi dari mana cerita ini? @bernard13613

A : Sebelumnya makasih banget ya udah baca sama ngevote. Udah menyukai cerita ini.

Gue itu nemu inspirasi ini gak sengaja. Awalnya karena suatu alasan gue itu kek putus asa karena suatu hal. Nah karena itu pikiran gue nyleneh kemana2, pen hilang ingatanlah (tapi amit-amit jangan pokok) , kenapa gue gak jadi mereka, kenapa gue gini segala macem. Nah dari pada meratapi kek gitu tiba2 ide muncul buat nulis setidaknya buat pelampiasan ngilangin pikiran itu, dan awalnya pengen tokohnya hilang ingatan ehhh malah merembet ke khayalan ketuker jiwa segala. Gituuu heheh.

☞☜

Diharapkan baca keseluruhan. Karena setiap chap itu adalah kronologi yang membumbui cerita ini.

Happy reading guys!!

Musik klasik terdengar mengalun di ruangan yang tak begitu luas. Terlihat sang empu tengah menikmati suasana tenang dengan segelas wine di tangannya. Tak terganggu sedikitpun dengan tingkah gadis di depannya itu mondar mandir tak jelas.

"Apa yang kau khawatirkan?" tanya sang pria yang duduk di sofa dekat jendela kamar miliknya.

Yang di tanya hanya melirik dan menghela nafas kasar, lantas ia melangkahkan kakinya dan duduk di pangkuan sang lelaki. Dengan senang hati lelaki itu membiarkan wanita itu bermanja dengannya.

"Kenapa hm? Khawatir tentang itu lagi?" tanya lelaki itu sambari  membelai lembut rambut wanitanya.

Wanita itu kembali menghela nafas, "Kau benar-benar tak khawatir? Bagaimana jika kita ter--"

"ssttt tidak akan. Percaya padaku." potong lelaki itu cepat dengan menaruhkan telunjuknya ke bibir wanita itu. "Kenapa kau tidak percaya denganku? Hei, kita sudah merencanakannya dengan matang. Tinggal menunggu selanjutnya,"

Wanita itu memutar bola matanya, "Ya ya, memang rencana kita sangat matang. Tapi kau lihat dia semakin jauh denganku? Harusnya wanita itu mati saja."

Mendadak raut wajah lelaki itu berubah datar, rahangnya mengeras dan giginya bergelatuk, tangannya mencengkram gelas erat.

"Harusnya lelaki itu yang mati!" ujarnya penuh dengan penekanan tak lupa ia menatap tajam obsidian di depannya.

Tahu ia salah bicara, wanita itu lantas memalingkan wajahnya sambari berdeham. Nyalinya langsung menciut begitu saja, lelaki itu sungguh sangat menyeramkan jika sudah dirasuki amarah. Beruntung kali ini lelaki itu bisa meredam amarahnya, seraya meletakkan gelasnya.

"Kau tinggal saja dekati seperti dulu , jangan agresif. Kau tahukan sifatnya, dan bagianku akan ku mulai sekarang. Dengan ia hilang ingatan itu akan lebih mudah."

Mendengar titah lelaki itu lantas wanita itu mengangguk cepat. Tak bisa di pungkiri kini mereka sama sama tersenyum licik, walaupun wanita itu masih merasa takut dengannya namun ia yakin bahwa kini perasaannya berubah begitu saja dengan cepat.

Bahkan kini lelaki itu menyambar bibir wanita itu dengan cepat dan kasar, tak pelak wanita itu juga menikmatinya. Wanita itu menyukai cara lelakinya yang membuat dirinya melayang jauh ke angkasa. Wanita itu melepas tautannya ketika mulai kehabisan nafas, diraupnya oksigen itu dengan rakus. Deru nafas yang saling bersahut sahutan, menambah kilatan hasrat yang terpancar di sorot mata keduanya.

[Different Personality] °FinTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang