-21-

3.4K 198 13
                                    

Budayakan Vote dan komen saat membaca cerita seseorang. Bikin cerita gak gampang, jadi tolong dihargai:)

Selamat membaca

-------------------------------------------------------------



"Cukup bunda, Jie tidak kuat mendengarnya lagi." Air mata Ghirel sudah tumpah ruah di pipi chubby nya. Ia menangis terisak di dalam pelukan Junco, adik kesayangannya.

Selagi bundanya cerita, Ghirel membayangkan semuanya yang terjadi. Dan ia juga menerka apa yang selanjutnya akan terjadi meskipun salah semua. Ghirel merasa sangat sakit hati saat mengetahui ayahnya dibunuh oleh ibunda dari Afka. Laki-laki yang selama ini menjadi kekasihnya.

Laki-laki yang berhasil membawa Ghirel ke jurang kebahagiaan, dan laki-laki yang berhasil membuat Ghirel kembali memiliki sosok laki-laki dewasa yang menuntunnya. Ghirel tidak membenci Afka. Ia hanya merasa sedikit kecewa dengan takdir. Takdir pahit yang selalu menjerat keluarganya.

"Kamu harus dengar lanjutannya Jie, agar tidak ada kesalahpahaman lagi. Sudah waktunya kamu tahu semuanya." ujar bunda membuat hati Ghirel merasa semakin sakit. Ghirel merasa, ada banyak panah fakta yang menusuknya sekarang.

"Enggak bun, gak perlu. Ghirel udah bisa menyimpulkan semuanya." Ghirel tersenyum sebelum akhirnya bangkit dan berlari kecil ke kamarnya. Ia menangis tersedu-sedu di dalam kamarnya sembari menggenggam foto keluarganya.

"Ayah, maafkan Jie. Maafkan Jie karena tidak bisa menjaga ayah. Maaf karena Jie tidak mengetahuinya. Maafkan Jie. Hiks.. " ujar Ghirel disela isak tangisnya. Ghirel mengusap wajah ayahnya di dalam foto sana. Segala kenangan manis yang mereka buat dahulu terlintas bagai film di dalam otaknya.

"Ayah, Ghirel nanti mau nikah sama orang yang mirip ayah." ujar Ghirel kecil di dalam gendongan ayahnya. Mereka tengah berjalan di sore hari menikmati senja yang memikat hati.

"Memangnya ada orang yang mirip ayah?" tanya Ayah Ghirel sembari tertawa dia akhir katanya.

"Ada. Namanya Fad. Si gembul yang jadi musuh Ghirel! Aku mau nikah sama Fad!" Ghirel tertawa bahagia membuat ayahnya gemas.

"Aku rindu Fad ayah." ujar Ghirel yang mendadak sendu. Tawa bahagia itu terganti dengan senyum sendu Ghirel membuat ayahnya merasa sedikit bersalah.

"Aku rindu ayah." ujar Ghirel disertai isak tangisnya.

"JIE? BUNDA MOHON. PUTUS SAMA AFKA, BUNDA TAHU KALIAN MASIH BERHUBUNGAN, BAHKAN BUNDA LIHAT SENDIRI WAKTU AFKA NGANTERIN KAMU KE HALTE!" teriakan bunda dari luar kamar membuat Ghirel terkejut untuk kesekian kalinya. Isak tangisnya tak mau mereda kala mendengar ucapan bundanya. Bagaimana bisa ia putus dengan Afka disaat Ghirel benar-benar membutuhkan ketenangan Afka saat ini?

Tiba-tiba, sebuah ide buruk muncul di benaknya. Ia menghubungi Afka. Memang gila, namun Ghirel sedang butuh Afka saat ini. Ghirel butuh seseorang yang bisa membuat moodnya kembali. Dan ia rasa, hanya Afka orang yang bisa membuat moodnya kembali.

Setelah panggilan diangkat, terdengar suara seorang husky dari Afka membuat isakan Ghirel semakin mengeras.

"Af? Jemput aku di minimarket deket rumah." ujarnya diiringi isak tangis.

***

Disisi lain, hujan semakin deras seakan tak ingin berhenti. Tetes hujan itu seakan tak ingin berhenti terus mengguyur bumi yang tak henti berputar pada porosnya. Awan mendung lama kelamaan semakin cerah mengingat bebannya telah dihempaskan.

Afka, dengan badan kekarnya yang tak terbalut apapun sedang tersenyum menatap bulir air di kaca yang semakin lama membentuk embun. Ia menorehkan nama 'jie' yang menjadi pertanyaan untuk ayah Afka.

"Jie?" tanya Ayah Afka yang sedang membenarkan kacamata hitam yang ia kenakan. Ayah Afka memang pecinta kacamata. Setiap membeli baru, ia akan menggunakannya setiap hari entah itu di dalam rumah sekalipun. Laki-laki paru baya tersebut tersenyum kala melihat anaknya sedang kasmaran. Namun, tak terasa sebuah pertanyaan tiba-tiba muncul begitu saja membuat benaknya terasa sesak.

"Iya pah ,Ghirel Sananta. Princessnya Afka dulu." ujar Afka sembari tersenyum hangat menatap Ziyan.

Zyan-Ayah Afka, tertegun mendengar penuturan dari anaknya. Ia tidak menyangka Afka menyadarinya. Ia kira Afka seakan tidak mengingat princess masa lalunya itu. Bahkan ia kira, Afka sedang berusaha mengubur masa lalu buruknya.

"Anak papah sadar ternyata." sebuah senyum tersungging di bibir Zyan membuat Afka menggaruk tengkuknya yang tak gatal. Hanya refleks semata.

"Papah dari awal udah tau?" tanya Afka sembari berbalik lalu menatap Papahnya dengan sebuah senyuman.

"Papah udah ngerti, papah peka waktu kamu minta gagalin akselerasi kamu dan milih ngikut jalur anak normal." jawab Ziyan.

"Papah kira, Afka gak normal?!" Afka melotot menatap papahnya yang selalu menggunakan bahasa seakan mengejeknya.

"Emang enggak, di usia kamu yang baru 18 tahun kamu udah megang salah satu perusahaan papah. IQ nya kamu sempurna sayang!" Ayahnya menepuk pelan pundak Afka lalu berlalu begitu saja meninggalkan anaknya yang sedang menulis tidak jelas di kaca berembun itu.

Namun, tindakannya terhenti saat ponselnya berbunyi nyaring memekakkaan telinga. Dengan tidak sabaran, Afka loncat menuju meja makan dan mengangkat benda persegi panjang itu lalu menempelkannya ke daun telinga.

"Eh, bebeb ada apaan beb? Kangen hm?"Afka membatin bahwa setelah ini ia akan mendapatkan makian dari kekasihnya itu. Namun, ternyata nihil karena yang ia dengar adalah suara isakan Ghirel yang membuatnya rapuh. Afka melotot mendengarnya ia terkejut dengan Ghirel yang menghubunginya sembari menangis membuat Afka khawatir dibuatnya.

Mendengar Ghirel ingin ia menemuinya di mini market dekat rumahnya membuat Afka tanpa basa-basi menyambar kunci mobilnya dan berlari menuju garasi. Namun, langkahnya terhenti karena suara Mbok Bina yang menyerukan namanya berkali-kali.

"Den Afka, ini loh kaosnya dipake!"Afka menepuk jidat dan menghampiri mbok Bina yang sedang memegang kaos berwarna hitam di tangannya. Dengan cepat, ia berterima kasih lalu mengenakan kaosnya sembari berjalan menuju mobil.

Afka mengendarai mobilnya dengan cepat menuju tempat yang Ghirel maksud tadi. Sesampainya disana, matanya menelisik setiap sudut teras mini market yang tidak terlalu besar. Dirasa tidak ada, ia memutuskan untuk turun sebelum akhirnya pintu mobil sebelah kemudi dibuka seorang gadis yang tak lain adalah Ghirel. Matanya membelalak sempurna melihat sosok gadis yang sangat ia kenal menjadi seperti orang gila. Dengan rambut acak-acakan disertai mata sembabnya.

Tanpa bertanya-meskipun sebenarnya banyak pertanyaan. Afka memeluk Ghirel erat dan merelakan kaosnya dibasahi air mata Ghirel. Hati Afka sakit sejujurnya melihat princess kecilnya yang dulu tahan banting malah menangis di dekapannya.

"Jie,kamu cuman boleh nangis sepuasnya di pelukan aku. Enggak di pelukan cowok lain. Karena,cuman aku obat pilu kamu." ujar Afka sembari menenangkan Ghirel dengan mengelus punggung rapuh di depannya.

Setelah cukup tenang,ia melepaskan dekapannya. Dan Afka masih memutuskan untuk mempertanyakan semua pertanyaannya nanti. Ia menyingkirkan anak rambut yang menutupi wajah Ghirel. Tak lupa juga,ia mengusap rambut Ghirel,merapikannya. Setelah Ghirel tidak seburuk tadi, Afka melukis senyum di bibir Ghirel membuat pemilik bibir plum pink tersebut tersenyum simpul tanpa ia sadari.

"Aku udah tahu semuanya." ujar Ghirel sembari menundukkan kepala.

Dan sekali lagi,dhep ngucapin terimakasih sebanyak banyaknya buat kalian yang udah nyempetin waktu buat baca cerita aku yang masih abal abal ini,trus udah mau pada like jugaa,dan ada beberapa yang komen. Sama yang nambahin cerita ini ke reading list kalian. Terimakasih banyak❤❤ tanpa kalian, aku gaada semangat buat lanjutin cerita ini hehe.

FULL VER:

https://dynamic.webnovel.com/book/17830462606255605?utm_source=writerShare&utm_campaign=4313608451

Greentea LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang