-18-

3.7K 214 5
                                    

Budayakan Vote dan komen saat membaca cerita seseorang. Bikin cerita gak gampang, jadi tolong dihargai:)

Selamat membaca ❤

-------------------------------------------------------------

Cahaya matahari sangat menyengat hingga mampu membakar kulit. Sepertinya sang mentari memang sengaja berada di peraduan tertingginya untuk membantu hukuman kedua siswa sma tersebut.

Setelah dituduh mesum oleh Pak Jerri yang kebetulan sedang keliling untuk mengunci beberapa ruangan sekolah, Ghirel dan Afka akhirnya mendapat hukuman berjemur di lapangan upacara.


Jika saja saat itu Afka tak seenaknya sendiri saat menjawab pertanyaan Pak Jerri, mungkin nasib mereka akan lebih baik daripada dijemur disiang bolong.

Saat Pak Jerri bertanya "apa yang sedang kalian lakukan?" jawaban pemuda dengan iq sempurna bernama Afka Fedrick mampu membuat kedua tanduk Pak Jerri muncul tiba-tiba.

"Lagi enak pacaran kok digangguin sih pak?" Afka membuyarkan lamunan Ghirel saat ini. Dan kalimat yang terlontar dari bibir Afka adalah jawaban dari pertanyaan Pak Jerri yang membuat mereka akan gosong sebentar lagi. Ibarat spongebob yang membutuhkan air, Ghirel pun demikian. Namun, hukumannya harus ditambah lebih lama lagi karena Afka yang masih saja bersikap tak sopan kepada Pak Jerri membuat Ghirel terkena imbasnya.

Ghirel menatap tajam Afka yang sedari tadi menikmati hukumannya. Terlihat dari wajah Afka yang tak henti-hentinya tertawa receh secara tiba-tiba. Dan melihat hal itu, membuat amarah Ghirel sedikit mereda. Ghirel mengalihkan pandangannya kembali menatap bangunan sekolah yang sudah menyimpan banyak kenangan pahit maupun manis disana. Ekor matanya menatap Pak Jerri yang sedang menelepon dan melangkah mendekati mereka.

"Pak Jerri ada urusan. Kalian masih tetap di posisi sampai 15 menit lagi!" pinta Pak Jerri  kemudian melangkah gusar menjauh dari keduanya. Setelah tak nampak dari pelupuk mata, Ghirel mendengus sebal sembari menatap Afka yang berada disebelah kirinya dengan tatapan sinis. Ghirel menatap Afka seakan-akan ingin memakan pemuda itu. Namun, yang ditatap malah tertawa girang karena melihat wajah buluk kekasihnya. Ghirel berdecak lalu mencari tempat teduh lalu duduk dengan melipat kedua lututnya.


Afka melihat Ghirel yang sudah pasrah hingga sebuah ide jahil muncul dibenaknya begitu saja. Afka berjalan pelan menuju Ghirel hingga melewati gadis tersebut sembari menginjak kaki Ghirel.

"AW!!!" teriak Ghirel saat merasakan perih pada kedua kakinya. Ghirel berdecak lalu berdiri dan mengejar Afka yang sudah berlari lebih cepat dari pada dirinya.

Kejar-kejaran bak film India berakhir saat Ghirel menarik kerah baju Afka membuat Afka terjengkang kebelakang hingga membuat Ghirel tertawa senang melihatnya. Entah mengapa, ia merasa puas bisa membalaskan dendamnya kepada sang kekasih apalagi saat melihat Afka yang tersiksa karena pantatnya yang terantuk batu.

"Capek Jie, udahlah." Afka merebahkan dirinya diatas rumput hijau ditengah lapangan.

"Lo duluan yang mulai." Ghirel berjalan menyusul Afka lalu ikut merebahkan dirinya disamping Afka. Dan menggunakan lengan Afka sebagai bantal. Mereka terpejam karena sinar matahari membuat mereka tak mampu membuka mata.


"Jie," panggil Afka lirih. Afka beralih menatap Ghirel yang masih setia memejamkan kedua matanya. Ghirel berdehem menjawab panggilan Afka.


"Terima kasih." kata Afka. Ghirel mengeryit heran lalu mendongak menatap wajah Afka yang sudah cukup dekat dengan wajahnya. Ghirel sampai tak sanggup bernafas rasanya jika melihat rahang keras Afka, hidung mancung itu, serta bibir dan mata Afka....  Ah, mengapa itu semua terlihat sempurna saat ini? Batin Ghirel.

"U---n--tuk?" tanya Ghirel terbata-bata. Ghirel masih belum mampu berbicara dengan benar karena ketampanan Afka yang berada diatas rata-rata.

"Semuanya. Aku beruntung punya bu singa kayak kamu Jie. Kamu yang pengertian." Afka mengerjapkan matanya lalu menghela nafas lega sebelum akhirnya memejamkan kedua matanya.

"Aku yang beruntung punya kamu Afka Fedrick. Berkat kamu,aku tau rasanya diselingkuhin." ujar Ghirel sembari tertawa kecil. Bayangan Ghirel melayang saat mengingat beberapa pesan kekasih Afka yang cukup menggelikan untuknya. Ada yang memanggil Afka dengan sebutan honey, babe, baby, atau bahkan sampai daddy.

"Afka,kenapa kamu sayang sama aku?" Ghirel sebenarnya ragu untuk menanyakan hal tersebut. Namun, niatnya sudah tak dapat dibendung lagi saat ini hingga pertanyaan itu terlontar dari bibirnya dengan sendirinya.

"Karena kamu, Ghirel Sananta." jawab Afka sembari mengusap lembut rambut Ghirel.

***


Matahari sudah tergantikan dengan sang rembulan yang cahayanya terlihat meredup. Langit hitam dengan banyak awan dan tanpa bintang membuat pemandangan diatas sana tak sedap dipandang. Ghirel menerawang menatap langit yang saat ini ia benci karena tak memuaskan. Ghirel sedang memikirkan banyak hal saat ini meskipun sudah cuti kerja sekalipun untuk keperluan penilaian akhir semester. Kali ini ia merasa tak ingin bermain-main lagi dengan sekolah. Ia akan belajar dengan giat dan membanggakan orang tuanya.

Akhir-akhir ini Ghirel sering terdiam dirumah karena perasaan bersalah yang menggerogotinya saat menatap sang bunda. Ia merasa berbuat dosa besar karena membohongi bundanya. Namun, mau bagaimana lagi? Hanya Afka yang mampu menciptakan kehidupan tak monoton untuk Ghirel.Afka dengan segala tingkah randomnya yang berhasil membuat jantung Ghirel berdetak cepat atau bisa juga membuat hati Ghirel tertusuk hebat.

"Jie, ada temen kamu tuh!" teriak bunda dari teras rumah.

Ghirel terkejut. Matanya membelalak dan tangannya menggenggam ujung kaos yang ia gunakan hingga kusut olehnya. Ia takut, yang datang adalah Afka mengingat hanya dia satu-satunya laki-laki yang mengerti rumah Ghirel. Dan saat ini, terdengar jelas bahwa motor laki-laki yang berada diteras rumahnya. Dengan mencoba menenangkan dirinya, ia berjalan keluar memberanikan diri.

"Ya Ampun Hevan, ngapain lo kesini?!" Ghirel bisa bernafas lega akhirnya setelah melihat Hevan di depan sana.

"Aku mau ngembaliin buku kakak yang kemarin aku pinjam buat oret-oretan pas matematika." ujar Hevan dengan tangan terulur menyerahkan buku Ghirel yang sebenarnya tidak penting.

"Ya ampun Jie, ada tamu malah gak disuruh masuk?" tanya bunda sembari tersenyum hangat menyambut Hevan.

Ghirel kesal, seharusnya senyum itu bunda berikan saat Afka datang,bukan Hevan.

Dan yang menambah kekesalan Ghirel berkali-kali lipat adalah saat Hevan menuruti bundanya. Mereka bahkan mengobrol hangat seakan sudah mengenal lama tanpa memperdulikan Ghirel yang sudah mengeluarkan sorot tajam dari matanya. Setelah hari cukup malam, Hevan akhirnya pulang dan saat itu juga ia mendapat panggilan dari Afka. Cepat-cepat, Ghirel pergi menuju kamarnya agar bunda tidak mengetahuinya.

"Halo?" ujar Ghirel saat panggilan tersambung.

"Senang kerumah kamu?" Ghirel sudah menduga jika Afka mengetahuinya. Siapa lagi kalau bukan dari adik laknat yang menjadi suruhan Afka untuk melaporkan segala kegiatan Ghirel dirumah.

"Jawab Jie." desak Afka dirasa yang ditanya hanya diam.

"Iya, tadi ngembaliin bukunya aku trus ngobrol sebentar sama bunda." jawab Ghirel jujur. Suara Ghirel terdengar lesu. Dibalik telepon, Ghirel samar-samar mendengar beberapa umpatan yang keluar dari bibir Afka. Ghirel tahu Afka sedang menahan marah.

"JIE KAMU LAGI DIMANA SAYANG?BUNDA MAU NGOMONG KALO BUNDA SETUJU KAMU SAMA HEVAN!" mood Ghirel berada di tingkat terbawah karena Bundanya benar-benar tidak mengerti keadaan. Yang menjadi masalah, Afka sangat kekanak-kanakan saat cemburu. Dan Ghirel malas menyikapi itu.

Aku kambek lagi sayang sayangkuu. Jangan lupa likenya hehe :*

Greentea LatteTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang