Pipi Merah Jambu

3.8K 150 12
                                    

Laura memasang tongsis pada hapenya dan bersiap memotret kami. Nilam dan Cinta berbisik - bisik di belakangku samar - samar. Hingga tiba - tiba aku merasa sesuatu yang dingin di kedua pipiku.

Nilam dan Cinta mengecup pipiku? Aku melihatnya di layar handphone Laura!

"Jadi gini kerjaan Bila kalo lagi nggak sama Qira?" suara itu? Aku menoleh kebelakang. Aqira! Aku mengambil posisi berdiri dan menghalangi Aqira yang melangkahkan kaki ingin pergi.

"Dengerin dulu Qir!" aku menahan tangannya.

"Siapa mereka? Enak ya di cium? Jalan - jalan sama cewek lain!" Aqiraku murka?

Ke 4 temanku melihat kami bertengkar disini. Ah! Aku rindu perempuanku yang manja, bukan begini perempuanku yang murka.

"Sayang, kita bahas ditempat lain ya" aku setengah berbisik pada Aqira. Mendekatkan wajahku dengan telinganya.

"Kenapa? Malu Qira giniin? Malu di depan orang - orang? Tega ya Bil!" Aqira berjalan cepat meninggalkanku.

Sekitarku melihat adegan in. Aku malu sekali...

"Guys! Nanti wasap an aja ya. Sorry banget, aku pulang duluan ya! Thanks loh traktirannya. Semoga langgeng terus" aku mengambil tas, jaket, dan handphoneku. Memberi ciuman pipi kanan dan kiri pada mereka.

Aku berlari mengejar Aqira yang setengah berlari.

"Qira! Awas!!" aku berteriak melihat Aqira ku berjarak beberapa senti dari motor yang melaju kencang. Jelek sekali sikap Aqira jika emosinya muncul begini.

"Woy! Tolol!!!!" aku berteriak memaki Si Pengendara Motor yang hanya menoleh ke belakang saat sadar ku teriaki lalu melaju kembali.

"Qira nggak apa - apa kan?" tanyaku panik menghampiri Aqira. Memeriksa beberapa bagian tubuhnya. Apa ia terluka? Hatinya mungkin?

"Nggak usah sok peduli deh! Lepasin ah! Sana balik ke cewek - cewek itu gih!" Aqira melepaskan genggaman tanganku sepersekian detik. Jangan begini dong Aqira...

"Dengerin Bila dulu ya. Jangan pake emosi..." aku berusaha terus menenangkan Aqiraku. Ia mulai menutup mulutnya dan matanya memaksa ku untuk memberi penjelasan.

"Bila nggak bisa hubungin Qira dari pagi. Bila khawatir, Bila bingung, Bila sedih, Bila butuh Qira. Bila kangen Qira" jelasku tak membuatnya puas, ia masih bungkam menanti penjelasanku yang lain.

"Qira kemana aja? Kenapa nggak hubungin Bila? Kok tiba - tiba udah di Jakarta dan tau Bila disini?". Kesayanganku hari ini cantik sekali. Dengan dress warna peach dan high heels hitam membuatnya nampak seksi. Riasannya juga sederhana.

"Siapa mereka?" Aqira tak menjawab pertanyaanku.

"Anak perempuan pelangi Qira..." aku berusaha memegang tangannya yang lagi - lagi ia tepis. Aku tak bisa seperti ini. Aku harus menenangkannya.

"Kenapa pergi nggak minta izin?".

"Qira kan susah dihubungin. Coba check semua medsos Qira deh" aku memelas padanya. Sialan. Aku tak pernah ingin merasa dikasihani begini.

"Janjinya nggak akan nemuin anak Perempuan Pelangi tanpa Qira kan?".

"Tapi mereka butuh Bila. Ini juga dipaksa kok. Bila mana berani pergi tanpa izin Qira" aku makin minta dikasihani. Bodoh Nabila!

"Alesan aja terus!! Cukup tau deh ya" Aqira terus menerus menekanku.

"Bila sayang Qira. Qira percaya kan?".

"Bullshit!".

"Qira nggak kangen Bila? Kita udah lama nggak ketemu. Masa malah berantem gini" aku makin memelas frustasi.

Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang