“Udah tau semua kan skenarionya? Udah pada tau tugasnya kan?” tanya Diana. Rio, Ferry, Lanny, Ade, dan aku mengangguk seirama. Kami kembali pada sekumpulan perempuan penyuka perempuan ini.
Kami melanjutkan kegiatan kami. Hingga waktu menunjukkan pukul 8 lewat 30 malam. Rencana akan dimulai pukul 9 nanti.
Jantungku berdetak cepat. Akankah? Haruskah? Bisakah? Tak kelukah bibir ini untuk berucap nanti?
“Aku ke toilet dulu ya?” ucapku pada yang lain.
“Mau ditemenin?” tanya perempuanku. Aku menggeleng. Jika kamu ikut aku, rencana tak kan berjalan mulus sayang. Aku pergi.
15 menit kemudian aku kembali.
Satu persatu pamit pulang karena hari menjelang gelap. Menjelang? Ini memang sudah gelap. Cinta membuatku buta, buta warna.
“Malam ini nginep di rumah aku aja ya?” tanya perempuanku. Jadi mereka berhasil merajuk perempuanku? Bagus!
Jika rencana ini ku lancarkan dirumahku, pasti Mbok Mar akhirnya akan tahu bahwa aku seorang… Maka dari itu, rencana ini harus dilancarkan di rumahnya.
“Yah, kasian mbok Mar sendirian di rumah. Pulang kerumah aku aja ya?” kataku dengan wajah memelas.
“Rumah aku aja. Plese…” rajuknya. Aku mengangguk tanda setuju.
Kami pamit pulang pada ke-5 teman seperjuanganku. Hanya mereka yang tersisa disana. Mereka menawarkan waktu lebih lama untuk bicara panjang lebar. Ah, basa basi kalian ini. Kalian tentu tidak berharap aku tak menolak kan?
Aku kembali menggenggam tangannya menuju parkiran dan menuju rumahnya.
Di dalam mobil, perempuanku asik dengan handphonenya. Berkomunikasi dengan mereka yang seakan-akan menjebakku, padahal menjebaknya. Haha, licik! Tapi aku suka kelicikan mereka, membantu sekali.
Kali ini, aku tak terlalu gusar karena kesibukannya. Aku asik bernyanyi lagu-lagu cinta di dalam mobilku. Mendendangkan isi hati, berharap dia semakin cinta karena merduku.
1,5 jam kemudian, kami sampai. Kini pukul 11 kurang. Ia membukakan pintu lalu mengajakku masuk. Aku meminta perempuanku untuk masuk lebih dahulu.
“Jangan lupa bunga sama kue ulang tahunnya ya guys” kataku di grup Whatsapp yang kami buat hanya untuk ber-6.
Ia tengah asik menatap layar kaca dengan sinetron di dalamnya. Ah, tidak menarik.
“Aku tidur duluan ya? Ngantuk banget nih” kataku sambil memijat bahunya perlahan.
“Iya, pintu kamar jangan dikunci” katanya tanpa menoleh ke arahku. Aku beranjak dan mengganti pakaian dari dalam lemarinya. Ia hanya lebih tinggi dariku, aku sedikit lebih berisi. Tidak sepertinya yang memiliki tubuh proposional. Aku mengenakan pakaiannya, mencuci muka, lalu memejam. Aku harus terlihat bangun tidur nantinya.
***
“Sayang, bangun” aku merasa seseorang membisikkannya di telingaku. Aku melenguh, berpura-pura tidak sadar.
“Ayo bangun…”. Ia mengguncangkan bahuku.
“Ahhh…” aku mencoba untuk membuka mata. Ferry, Lanny, dan Diana berada dikamarnya.
“Ehh, ngapain kalian disini?” tanyaku masih sambil memeluk guling. Diana menarik guling itu dari wajahku.
“Happy birthday too you! Happy birthday too you! Happy birthday, happy birthday! Happy birthday too you!!!” mereka menyanyikannya. Disusul oleh Ade yang datang membawa kue ulang tahun. Apa aku sudah terlihat terkejut sekejut-kejutnya?
“Maaf ya sayang, aku sengaja ngajak kamu kesini. Kalo dirumah kamu, pasti nggak bisa kayak gini kan. Maaf ya bikin kamu kesel tadi di mobil aku cuekin.
“Dasar kamu!” kataku. Tak perlu minta maaf. Walaupun bukan karena rencana mengerjaiku, hal seperti itu tak mudah membuatku marah.
“Make a wish dulu gih” ucap perempuanku. Aku memejamkan mata.
“Yaa Allah, titipkanlah aku perempuan cantik dihadapanku. Jadikan ia milikku. Kan kujaga ia, selamanya. Amin” kataku dalam hati.
“Ayo tiup lilinnya” kata Ade. Aku menghembuskan nafas di atas chesse cake kesukaan aku dan perempuanku.
Lanny memberikanku garpu untuk menyongkel sebagian kue dan memberikan potongan pertamanya. Tak perlu di tanya, aku pasti memberikannya pada perempuanku. Ia tersenyum sambil mengunyah kue tersebut.
“Rio mana?” tanyaku.
“Hai kak. Selamat ulang tahun ya…” Rio memasuki kamar dan membawakanku setangkai mawar merah.
“Cieeee...” ledek mereka semua melihat kejadian ini. Aku bangkit menghampirinya dari depan pintu dan mengambil mawar itu.
Aku berjalan, menuju jalan yang benar, tempat dimana perempuanku duduk di bibir ranjang. Aku bersimpuh di hadapannya. Astaga, kejadian. Bibirku benar kelu. Tubuhku gemetar. Jangan payah lah Nabila. Ayo, kalau bukan sekarang kapan lagi? Ini moment yang kau maksud kan? Moment yang tepat
“Maukah kau tuk, menjadi pilihanku. Menjadi yang terakhir dalam hidupku. Maukah kau tuk, menjadi yang pertama, yang selalu ada di saat pagi ku membuka mata…” reff lagu dari Maliq n D’essentials mengiri ucapanku. Lagu yang dinyanyikan ke-5 temanku.
Aku menggenggam tangkai bunga mawar ini dan mengarahkannya pada perempuanku.
“Sofia, kamu mau nggak jadi pacar aku?”. Tuhan, aku berasa anak SMP yang nembak pacarnya pertama kali. Menggelikan. Posisi ini membuatku mual. Tegang menunggu jawabnya.
Aku berharap mereka tak menepukiku dengan permohonan yang baik.
“Terima… Terima… Terima…” doaku tak dikabulkan. Mereka melakukannya. Semakin merasa anak SMP?
Perempuanku mengambil alih bunga di tanganku kemudian menghirup aromanya.
“Iya Bila” katanya setengah berbisik.
“Hah? Iya? Iya apa?” tanyaku meminta kepastian.
“Iya, aku mau jadi pacar kamu” jawabnya tersenyum dengan pipi merah merona.
Ohh God, thank you so much. Aku bangkit dan memeluknya hingga ia hilang keseimbangan. Kami berdua pun jatuh di atas tempat tidur.
“Waduh, baru jadian udah mau bulan madu aja kak” ledek Rio, yang lain tertawa.
Malam ini, ke-5 temanku tidur dirumah pacarku. Cie, pacar! Iya, pacar baruku. Pacar perempuan pertamaku, Sofia. Sedangkan kami, tidur dikamarnya.
Malam ini Sofia tidur dalam pelukku. Aku membuatnya senyaman mungkin.
Handphoneku berdering terus, berdatangan ucapan selamat ulang tahun dari beberapa teman. Aku berterima kasih padanya.
Aku memajang foto bunga yang ku beri bersama tangan Sofia. Dan ku tulis status “Terima kasih Tuhan, kau berikan aku kado terindah di tahun ini…” sambil mengecup kening Sofia.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)
RomanceIni adalah kisah seorang perempuan, Nabila Kusuma Wardani. Bagaimana Bila dan lingkungannya menjalankan kehidupan "pelangi"nya berkat website buatan dia sendiri, ParaPerempuanPelangi.com