Pelipur Lara (Tangan Lancang Revised)

3.6K 161 38
                                    

Terima kasih untuk semua support, kritik, dan saran yang udah masuk.

Makasih Tak Terhingga untuk Kak Dewa yang nggak pernah kapok nanggepin bocah penulis amatir kayak Dhika.
Makasih Kak Its_Medoon buat sarannya yang menyemangati sekali.
Makasih Kak Melly_Sparkyu buat semangatnya.

Selamat menikmati suguhan Dhika ya :). Semoga suka dan lebih better dari tangan lancang.

-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*-*

"Bila dimana?" Aqira mengirim pesan di Whatsappku.  Aku melihatnya, namun tak  membuka aplikasi tersebut. Aku tak ingin Aqira tahu kapan aku terakhir membuka Whatsapp. Nanti dia marah karena aku tak membalasnya. Sedangkan aku, sedang butuh waktu sendiri menenangkan pikiran.

Asap dari kopi hitam dan Dunhill mentholku mengebul menjadi satu. Tak seperti aku dan Aqira. Kami sedang tak menyatu. Aku patah, hatinya...

Aku masih duduk di bangku warung kopi depan Universitas Mercu Buana setelah berjam - jam berkendara dengan motor tua kesayangan tanpa tujuan.  Kini, hampir 2 jam aku duduk, menyeruput kopi hitam, menghisap Dunhill Menthol dan berfikir keras. Entah berapa gelas dan berapa batang ku telan semua.

Bukan hanya aku perempuan yang mengisi hati Aqira. Perempuan - perempuan yang berlaku mesra di foto dengan Aqira. Mereka perempuan cantik yang tak lebih cantik dariku. Satu, dua, tiga, belasan, puluhan foto Aqira dengan perempuan cantik.

Apa mereka sama sepertiku? Perempuan penyuka perempuan. Apa mereka menyukai Aqira? Mendekati Aqira?

Tuhan! Buanglah pikiran burukku tentang Aqira. Dia perempuanku yang manis. Perempuan baik - baik. Perempuan lain tak ada yang memiliki nilai lebih seperti aku. Aku yakin, mereka hanya teman. Tak akan seperti aku. Aku tahu sekali Perempuanku.

"Bila tidur ya? Kok nggak bales?" Aqira mengirim pesan di Whatsapp ku lagi. Sungguh sayang, aku butuh waktu sendiri.

Apalagi? Pikiran positifmu sudah mengalahkan urat cemburumu kan Nabila? Berarti masalah sudah terjawab bukan? Sudahlah, hubungi kekasihmu. Ia mencarimu, mungkin merindukanmu.

Aku mengambil handphone hendak menekan tombol panggil di nama Aqira.

Tunggu! Siapa yang mengambil keputusan bahwa masalah telah selesai? Coba jawab!

"Siapa pria difoto yang mengecup pipi kekasihku dengan postingan 'Abang jarang pulang. Kado perpisahannya cuma beginian. Huft' di pathnya? Saudara? Sahabat? Teman? Mantan? Bisa jawab? Bisa? Bisa tidak! Hah!!! Sialan.

Andai aku tak ingin tahu isi postingan path Aqira sebelum bertemu aku. Niat hati hanya ingin menguploud foto bersamanya, tangan lancang ini terus menggeser kebawah di profile Aqira. Sampai aku menemukan foto - foto biadab itu.

Siapa sih dia?! Seberapa penting dia untuk Aqira? Apa dia lebih penting daripada aku? Bullshit!!! Cuma aku yang ada dihati Aqira! Punya berapa nyawa pria itu merebut Aqira? Ha!

"Nabila... Lagi dimana?" kembali ku lihat Aqira mengirim pesan di Whatsapp. Aku rindu suara manjanya.

Mungkinkah aku harus bertanya pada Aqira? Ataukah aku ambil kesimpulan sendiri? Ahh, itu salah. Dalam sebuah hubungan harus ada keterbukaan. Memang, aku memang cemburu. Aku memang pacar pencemburu. Tapi...

Sebuah panggilan masuk, Aqiraku. Aku takut makin sakit bahkan menangis jika aku mendengar perempuanku. Aku cengeng dan aku belum siap sayang. Maaf.

"Ibu, ada indomie? Kari ayam ya, pake cabe sama es milo" kataku pada ibu penjaga. Aku harus makan. Perutku kosong. Cukup hatiku saja yang sakit, jangan tubuhku.

Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang