“Bila, nanti kalo udah sampe masuk aja ya. Nggak dikunci kok. Qira mau mandi dulu” Aqira mengirim pesan di Whatsapp ku. Hah? Mandi? Oke, aku makin dalam menginjak pedal gas mobilku.
Membayangkannya tanpa sehelai benangpun. Ini pertama kalinya gambaran itu menghantuiku.
Pertama kali membayangkan? Biasanya apa Bil? Oke, aku mengaku.
Jelas-jelas usahaku tak kan ke kejar, perjalanan ini masih panjang.
Aku menambah volume suara dalam mobilku, sedang makin tergila-gila dengan Music Dance Electronic sejak Aqira memaksa benda seukuran kuku masuk ke dalam telingaku. Benda itu menyuarakan music dentuman yang membuat kepala hingga tubuhku larut di dalamnya mengikuti irama. Aqira memperkenalkan Martin Garrix padaku. Dan kini, aku sedang mendengarkan lagu-lagu racikannya.
Andai aku membawa motor kesayanganku, aku pasti lebih cepat sampai. Bukan dengan mobil yang Aqira suka selama ini. Aku tidak dapat berkendara leluasa tanpa motorku, mengambil celah di antara mobil untuk menghajar kemacetan. Seperti sekarang ini. Menyebalkan.
Ku ketukkan jari-jariku di atas stir, mengikuti irama dan mencoba menikmati kemacetan sialan ini. Jam Berangkat Orang Kerja di tengah Ibukota.
Perutku ikut bersuara. Aku memutar otak, kapan terakhir kali aku makan? Emm, semalam sempat makan. Sekitar pukul 7. Dan kini pukul 8 pagi. Pantas saja.
Aku memutuskan untuk mengarahkan mobilku ke Pusat Grosir Cililitan, mencari sarapan disana. Aqiraku sudah sarapan belum ya?
“Hallo, iya kenapa Bila? Udah sampe? Qira baru selesai mandi” katanya. Jadi satu jam yang lalu dia menghubungiku dan berkata baru mau mandi dan kini baru selesai mandi? Dasar perempuan! Mandi apa berenang?
“Enggak. Bila masih di Cililitan. Laper banget, sarapan dulu nggak apa-apa ya? Qira udah sarapan? Mau dibawain?”.
“Sarapan diluar? Qira udah buatin nasi goreng” ujarnya. Wah Aqiraku masak? Jarang sekali ini.
“Oh Qira masak? Yaudah Bila on the way lagi deh biar cepet-cepet makan masakan Qira” aku menutup pembicaraan. Asik! Masakan perempuanku.
Aku kembali ke parkiran dan memasuki mobilku. Tunggu aku Aqira…
Dulu, Sofia suka membuatkanku nasi goreng dirumah. Nasi goreng dengan sedikit bawang dan banyak cabai. Aku suka sekali pedas dan membenci bawang, baunya membuatku mual. Dan Sofia tahu itu. Aku suka menikmati masakannya, melihatnya memasak. Ia seksi sekali dengan aroma dapur. Apa ia masih mahir membuat nasi goreng? Apa ia masih tahu seleraku? Atau sudah ada yang menerima masakannya setelah aku?
Kok Sofia? Kan aku ingin menemui Aqira. Sofia lagi Sofia lagi. Bodoh!
Aku menekan perutku yang makin terasa perih.
“Duh, sabar sayang. Sebentar lagi kamu terisi dengan makanan lezat racikan kekasihku” kataku sambil mengusap perutku.
***
“Hallo cantik kesayangannya Bila…” aku memberi senyum termanisku dari dalam mobil ketika Aqira menghampiriku. Ia tak menyambutku. Senyumnya terkesan di buat-buat. Ada apa dengannya?
“Yuk masuk”. Ia membukakan pintu pagar untukku. Aku memasukkan mobilku.
“Pada kemana? Kok Sepi?” aku melirik sekitar ketika memasuki rumahnya.
“Pada pergi. Bila ke meja makan aja duluan, nanti Qira nyusul”.
Aku berjalan memasuki rumah dengan cat putih ini. Rumah sebesar ini dihuni Aqira seorang diri. Pantas ia lebih suka berada di rumahku. Ia pasti kesepian.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)
RomanceIni adalah kisah seorang perempuan, Nabila Kusuma Wardani. Bagaimana Bila dan lingkungannya menjalankan kehidupan "pelangi"nya berkat website buatan dia sendiri, ParaPerempuanPelangi.com