"Mbok, mama jalan jam berapa? Kok nggak pamit sama Bila?" tanyaku duduk dimeja makan. Begitulah mama. Datang dan pergi sesuka hati. Bahkan ia tak sempat menemuiku. Bagus, ia tak perlu tahu aku penuh luka dan memar.
"Ibu berangkat subuh non. Mau ke Kalimantan lagi katanya. Non mau sarapan apa hari ini?" mbok Mar menghampiriku.
"Mbok, Bila minta tolong ambilin rokok Bila dimeja belajar dong".
"Masih pagi loh non. Udah mau ngerokok? Si Mbok nggak mau ambilin! Ayo sarapan dulu! Mau mbok bikinin apa?" larang mbok Mar. Aku tak marah setiap ia melarangku ini itu. Karena aku tahu maksudnya dan yakin bahwa ia menyayangiku seperti anaknya sendiri.
"Sereal aja mbok" aku menguap di meja makan.
Beberapa kali aku menghubungi Perempuanku. Menghubungi namun tak mengajaknya bertemu. Biar menumpuk rindunya untukku. Seperti apa yang dilakukan kekasihnya.
Aku tahu, Aqira bukan hanya Perempuanku, tapi juga untuk kekasihnya. Aku tak ingin mengekangnya karena hal itu.
Aku tetap memperlakukan dia seperti kekasihku walaupun setelah apa yang dia lakukan padaku. Sakit memang, tapi aku sudah terlanjur sakit lebih awal.
Dia terkadang minta tak kuhubungiku saat bersama lelakinya. Bagaimana mungkin ia tidak tahu bahwa aku mencintainya dengan caraku memperlakukannya? Bagaimana mungkin ia tidak mencintaiku dengan caranya memperlakukanku?
"Hari ini nganter pesenan nggak non?" mbok Mar membuka pembicaraan.
"Enggak. Boro-boro, monitornya rusak" mbok Mar tertawa sambil merapihkan barang–barang di dapur.
"Duduk sini mbok. Temenin Bila ngobrol" kataku.
"Udah baikan sama non Qira?" tanya Mbok Mar.
"Sibuk kuliah atau apa kali mbok" kataku kemudian mengunyah sereal lezat dihadapanku.
"Non yakin masih mau sama dia?".
“Insyallah mbok”.
“Terus kenapa dia nggak kesini ngurusin non?”.
"Dia lagi ngerayain 2 tahun jadian sama pacarnya yang dari luar negeri mbok, dan dia cowok" aku mencabut pinggiran luka dilenganku. Sakit diluka ini tak seberapa sakit hatiku. Akhirnya aku menjelaskan alasan aku tak menemui Aqira setelah berkali-kali mbok Mar bertanya padaku.
"Jangan dikopekin atuhlah non! Gimana mau sembuh?!" omel mbok Mar. Gatal! Perih! Aku meringis kemudian menghentikan kegiatanku.
Aku menghabiskan serealku. Tak perlu banyak bicara ketika aku dan mbok Mar berdiskusi. Aku mengerti maksudnya seperti ia mengerti maksudku.
Aku tak akan pakai hati jika Aqira tidak meresponku. Tapi kan Aqira yang... Ah! Terserah lah!
"Berarti non nanti nggak pergi? Si Mbok mau belanja nih. Udah di pesenin ibu tadi soalnya. Jadi pas non pergi, Si Mbok pergi juga. Biar sampe rumahnya bareng". Aku meneguk susu terakhirku.
"Nggak kemana-mana kok. Nanti pergi sama Bila aja. Biar nggak sendirian. Bila bawa mobil deh biar belanjaannya muat. Yaudah, Bila mandi dulu ya".
"Eh udah mau nyetir sendiri? Supir aja non. Cari dulu sekarang. Atau pesenin taksi aja ya" jawab mbok Mar. Setelah kecelakaan memang baru kali ini aku keluar rumah.
"Bila bisa mbok. Hati-hati kok bawanya. Santai aja ya" aku berjalan meninggalkan mbok Mar yang merapihkan gelas serealku.
Aku mengambil handuk di jemuran. Ku nyalakan lagu ‘Bebas Lepas' dari Midnight Quickie, memasangnya dengan speaker dikamar. Lagu dengan genre Electronic Dance ini ku harap dapat memacu mood baik ku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)
RomanceIni adalah kisah seorang perempuan, Nabila Kusuma Wardani. Bagaimana Bila dan lingkungannya menjalankan kehidupan "pelangi"nya berkat website buatan dia sendiri, ParaPerempuanPelangi.com