"Serumpun Kata, Selubang Luka" (Penutup)

4.3K 157 111
                                    

Dear teman-teman yang Dhika cintai dan sayangi...

Dhika mau minta maaf. Ini chapter terakhir yang bisa Dhika uploud. Karena Insyallah, Dhika mau buat PPP versi novelnya. Jadi nggak bisa semuanya di uploud :(

Butuh kritik dan saran. Butuh teman yang bisa diajak diskusi jika ada yang sudi.  Butuh support.

Tapi jangan pada udahan nyimak tulisan-tulisan Dhika ya :) Kan ada yang lain hehehe...

Salam sayang, Dhika :*

=======================================================================================


Aku tak mampu untuk menjabarkan seberapa hancurnya aku, hatiku, dan hidupku. Seberapa gilanya hidupku beberapa hari ini. Bukan hanya karena seberapa parah luka hatiku. Sumpah, aku benar-benar tak sanggup untuk menjabarkannya.

Lagipula, untuk apa aku berusaha menjabarkannya? Takkan ada manfaatnya. Takkan membuat Aqira menghubungiku, memohon maaf padaku, datang menemuiku, atau bahkan menjadi kekasihku bukan? Takkan menyembuhkan luka hatiku yang dalam ini.

Aku menarik tubuhku dalam bathub dengan air yang penuh hingga kehabisan napas. Mengapa aku tak mati juga Tuhan?Kian kali aku mencoba, membuatku semakin sadar seberapa dungunya aku selama ini karena tahu Aqira tak kunjung menghubungiku sejak kejadian lusa malam itu. Aku, tak berarti untuk Aqira.

"Kamu sungguh tidak berharga di mata Aqira, Nabila!" ucap setan dalam kepalaku. Aku tidak mencaci, tidak memaki. Memang itulah kenyataannya. Aku harus terima. Setan itu benar.

Aku tidak berusaha menghubungi siapapun. Aku hanya ingin pergi dari segala isi kepala yang berusaha mencekik leherku kuat-kuat. Aku tak butuh siapapun. Aku hanya butuh Aqira.

Aku menyewa kamar hotel yang tidak seberapa besar dan mahal ini. Aku hanya butuh waktu untuk sendiri. Aku hanya butuh, Aqira. Dan aku seribu kali sadar bahwa Aqira tidak membutuhkan aku.

Ku habiskan waktuku hanya untuk menangisi kepintaran, kesabaran, dan ketulusanku. Aku menangisi hidupku yang sedemikian kacau. Aku meratapi kisah-kisah tragis dalam hidupku. Tuhan begitu tega...

Takkan ada yang bisa membayangkan dan mau merasakan rasanya jadi aku, percayalah.

"Bila tau, hidup itu sebuah pilihan. Dan kalo aja bisa milih, Bila nggak akan mau ada di kondisi kayak gini. Jatuh cinta, sama Qira yang lagi bahagia-bahagianya sama Adi. Bila nggak tau harus gimana sekarang. Bila bakalan keliatan egois dan terobsesi banget sama Qira kalo Bila tetep berusaha ngerebut Qira dari Adi. Tapi Bila juga nggak bisa ngeliat Qira sama Adi". Aku mengirim kalimat itu lewat pesan singkat kepada Aqira. Aku kalah, aku yang menghubungi lebih dahulu.

Aku telah menghapus dan memblokir semua akun media sosial yang menghubungi kami. Ya, aku tahu bahwa aku pengecut karena tak berani menghadapi kenyataan pahit ini.Aku kembali menarik tubuhku ke dalam bathtub. Membiarkan tubuhku di selimuti air yang menjadi temanku sejak pagi ini.

"Bila dimana? Mbok Mar nangis nyariin Bila" jawabnya 15 menit kemudian lalu disusul beberapa panggilan tak terjawab dari Aqira di handphoneku.

Aku menghubungi mbok Mar. Memberitahu padanya bahwa aku baik-baik saja dan tidak perlu susah payah meminta Aqira mencariku apalagi menghubungi mama. Aku hanya ingin sendiri. Dan aku akan pulang dalam keadaan apapun esok malam.

"Tau nggak Qira? Sedetik pun, Bila nggak pernah berenti mikirin Qira dari pertama kali kita ketemu, waktu Qira mesen film sama Bila. Kita ketemuan di Citos. Qira cantik banget pake dress item sama tas coklat. Bila masih inget banget. Segala hal tentang Qira, Bila pasti inget. Bila ngejauhin Qira mulai sekarang. Bukan Bila udah nggak cinta atau pengen milikin Qira lagi. Masih, dan bakalan terus begitu. Qira bisa liat gimana cara Bila memperlakukan Qira lah. Bila ngelepasin Qira karena akhirnya Bila sadar kalo Bila teralu sibuk mencintai Qira yang nggak akan pernah cinta sama Bila. Sekarang Bila sadar, Bila lupa mencintai diri Bila sendiri. Berusaha ngebahagiakan Qira sampe lupa ngebahagiain diri Bila sendiri" balasku kemudian.Air mataku telah menambah volume air yang ada di bathtub. Entahlah, sudah berapa jam aku berada disini dan menghabiskan waktuku dengan air mata. Aku tidak peduli bila harus mati kedinginan disini. Aqira tak peduli! Dan tak ada yang peduli.

Aku sungguh menjadi gila. Tak ada yang masuk akal di otakku. Aku sungguh benci dan tidak mengerti atas apa yang Aqira lakukan padaku. Mengapa ia sampai hati? Apa yang salah pada diriku? Apa kesalahan yang aku perbuat hingga ia sanggup menyakitiku sedalam ini?

"Nabila Kusuma Wardhani jawab, Bila dimana?!" balas Aqira beberapa menit kemudian. Dia masih berusaha menghubungiku dan aku tidak mengangkatnya. Jangan sok peduli! Aku tahu busukmu!

"Makasih atas sikap-sikap Qira yang masih belum bisa Bila ngerti ini. Kejadian kemaren itu udah cukup nyadarin Bila. Makasih buat sikap manis Qira yang bikin Bila nggak nyangka kalo Qira tega sama Bila. Bila rasa, Bila cukup kenal Qira sampe disini aja. Jaga diri baik-baik, perempuan pelangi yang menyimpan kupu-kupu Bila di lehernya" akhirku. Aku memejamkan mata didalam selimut air.

Semua ingatanku mengenai Aqira muncul dengan jelas. Masa-masa bahagiaku, bagaimana usahaku membahagiakan Aqira, perjuanganku demi dia, bagaimana manisnya sikap dia padaku.

Tuhan, tolong... Aku merasa tak memiliki harapan hidup lagi. Aku benar-benar hancur. Sofia, Aqira. Mereka meninggalkanku.Bunyi pesan masuk membuatku keluar dari air dan menarik napas panjang.

"Bila, sumpah ya. Qira nggak tau harus bales apa. Qira minta maaf. Qira percaya Bila bisa nemuin kebahagiaan Bila sendiri diluar sana. Makasih buat semuanya". AQIRA TIDAK MEMILIKI PERASAAN PADA SI PEREMPUAN DUNGU INI!!! DIA HANYA MEMPERMAINKAN AKU DENGAN PERASAANKU YANG TULUS INI.

"Kenapa sih Qira nggak bisa ngerasain apa yang Bila rasain? Kangennya, sayangnya, bahagianya Bila sama Qira. Kenapa Qira tega giniin Bila? Bila salah apa Qir?!" balasku penuh rasa benci. Apa salah jika aku masih berharap ada sedikit rasa iba dihatinya? Dungu? Ya, aku tahu.

"Bila kenapa sih? Bila bisa kok nyari orang yang bisa bahagiain Bila" balasnya begitu mudah. Perempuan gila!Cukup! Tidak perlu aku balas pesan-pesan tolol yang akan semakin meremukkan hatiku itu!

Cukup mempermalukan dirimu sendiri Nabila! Dia tidak pantas mendapatkan orang sebaik, setulus, sepenyayang, dan sepengertian kamu.

Aku melempar handphoneku ke belakang pintu kamar mandi sambil menjerit. Persetan! Aku tak butuh handphone itu lagi!Aku keluar dari bathtub dan mengambil handuk kimono ku. Dengan tubuh yang hampir mati rasa karena begitu lama berada di bawah air itu, aku berjalan dan berdiri di depan cermin besar di kamar mandi.

"Ssss.. Sseess.. Selaaamat pagiii perempuan gila!" ucapku mendekap tubuhku sendiri. Bayangan seorang perempuan dengan wajah buram yang biasa ku temukan saat aku melakukan ritual yang Sofia ajarkan ini datang kembali. Perempuan dengan wajah buram itu kembali mendekapku. Tubuhnya terasa hangat. Aku benar-benar bisa merasakan tubuhnya yang menghangatkanku.

Ini bukan bayangan. Bayangan tidak menimbulkan sentuhan dan kehangatan seperti ini.Aku memejamkan mata menikmatinya. Aku bisa merasakan hembusan napasnya di telingaku.

"Aku disini..." ucapnya. Aku membuka mata. Sofia? Bayangan ini membentuk suara, gerakan, dan tubuh yang persis kekasih perempuan pertama dalam hidupku. Kulit ini, suhu tubuh ini, suara ini aku begitu kenal. Ini Sofia...

Sofia menggenggam tanganku dan menarikku menuju tempat tidur. Ia membantuku merebahkan diri di tempat tidur. Ia menarik selimut dan bergabung di dalamnya. Ia memelukku. Tangan lembutnya membelai rambutku yang masih basah.

"Tidur sayang" ucapnya ditelingaku. Ia mendekapku begitu erat. Aku menangis dalam peluknya.

"I miss you" ucapku.

"Miss you too" jawabnya mengecup bahuku.   

Perempuan - Perempuan Pelangi (GxG) (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang