Meyakinkan Gilang(8)

3.2K 87 4
                                    


Meyakinkan seseorang , bukanlah perkara mudah. Walaupun dia adalah keluarga kita sendiri, bahkan anak kita sendiri. Lebih sulit jika tentang masa depannya. Seseorang harus mempunyai suatu keyakinan yang kuat jika ingin melakukan tindakan sesuatu, begitulah yang akan dilakukan Marwah untuk perjodohan ini. Langkah awal yang harus ia tempuh adalah meyakinkan anak laki-lakinya, Gilang. Mengapa harus meyakinkan Gilang terlebih dahulu? Karena dia adalah yang akan mengatur keadaan hidupnya kelak nantinya. Sudah dipastikan dengan jelas bahwa Gilang akan menyetujui hal itu apabila Sang Mama yang memintanya, karena Gilang tidak pernah sekalipun ingin menyakiti hati sang Mama.

Setengah jam setelah sampai Di Soppeng, Marwah seorang diri tanpa di dampingi siapapun. Berangkat menuju Makassar di sore hari melewati jalur yang amat terjal serta tikungan yang banyak demi menemui Sang Putra kesayangannya yang belum tentu Gilang bisa menemui Marwah, bisa saja dia memiliki tugas mendadak. Dengan keyakinan yang kuat dengan doa yang terpanjang diperjalanan, Marwah mengemudikan mobil dengan sangat hati-hati dan mengutamakan keselamatan. Untuk pertama kalinya Marwah memberanikan diri menyetir mobil sendiri ke Makassar tanpa di temani siapapun. Perjalanan ia tempuh selama 4 jam. Ini lebih lambat dari biasanya karena jika orang lain mungkin saja hanya 2-3 jam saja. Mengumpulkan kekuatan untuk menemui Sang anak Kesayangan, Marwah turun dari mobil dan mencari Gilang di Tempat dimana ia bertugas. Namun dugaan ternyata benar, Gilang memiliki beberapa pekerjaan yang belum selesai hingga ia harus menyelesaikannya dulu sebelum bertemu dengan Sang Mama. Marwah hanya bisa duduk di dalam Asrama Gilang, menunggu sampai pekerjaan sang Anak kesayangannya selesai.
Jam sudah menunjukkan pukul setengah sembilan malam, Gilang masih belum saja kembali dari Pekerjaanya. Jika belum meyakinkan Gilang, Marwah enggan meninggalkan tempat itu. Menunggu selama 5 jam tidak sama sekali membuat Marwah merasakan capek, dia masih saja duduk tanpa pernah makan sekalipun. Dia belum bisa makan sedikitpun bila mana ada yang masih mengganjal.
Gilang Akhirnya datang setelah pukul 12 malam. Sangat lambat, dan selama itu pula Marwah tidak pernah mengubah posisinya. Dia masih kuat walaupun usianya tidak muda lagi, yah dia sudah berumur 55 tahun. Sudah kepala lima dan hampir kepala enam.
“Maaf mah, tiba-tiba ada pekerjaan mendadak dan tidak sesuai rencana. Biasanya aku pulang jam 6 mah,”ucap Gilang.
“Mama sudah makan,?”tanya Gilang kepada sang Mama , benar saja wajah Marwah sudah sedikit pucat mungkin saja ini efek karena belum makan mulai dari pagi sampai saat ini.
“Gilang,”ucap Marwah.
Gilang berbalik dan mendekat kepada Sang Mama,
“Kamu sungguh menyayangi Mama?,”ucap Marwah sebelum Gilang menjawab pertanyaan sebelumnya.
“Apa yang Mama katakan, tentu saja aku sangat menyayangi mama,”ucap Gilang dengan memeluk sang Ibu.
“Apakah kamu siap menerima segala sesuatu yang mama minta kepadamu?,”tanya Marwah menatap mata sang Anak kesayangannya dengan intens.
“Segala sesuatu yang mama inginkan akan Gilang turuti, karena permintaan mama adalah perintah untuk Gilang. Kecuali,”ucap Gilang.
“Kecuali apa,?”tanya Marwah.
“Kecuali mama ingin dipoligami oleh papa untuk kedua kalinya, Gilang nggak akan ikhlas lagi Mah,”ucap Gilang. Air mata keduanya ikut menetes. Betapa Gilang meniadi saksi kegiatan poligami yang dilakukan sang Papa dahulu sehingga ia dan mamanya pergi sementara waktu menenangkan diri Di Sengkang , rasa sakit bukan hanya dirasakan Marwah saat itu, tetapi Gilang juga merasakan betapa sakitnya melihat orang ketiga itu. Walaupun sebenarnya itu murni adalah sebuah ketidaksengajaan tetapi saat itu memang Sang Papa mencintai orang itu.
“Sungguh, ini bukan tentang poligami. Mama sudah ikhlas, lupakan itu Lang, jangan bahas tentang masalah itu lagi Shalehah sudah tenang di sana,”ucap Marwah. Kini keduanya dipenuhi oleh tangisan.
“Lantas, tentang apa? Hingga mama menungguku hingga larut malam seperti ini? Tolong mah, jelaskan kepadaku jangan menggantung ku,”ucap Gilang.
“Sebelumnya Mama minta maaf,”ucap Marwah.
“Kenapa mama harus minta maaf? Kesalahan mama apa,?”tanya Gilang.
Marwah masih diam, dia tidak kuasa menceritakan nya. Hingga, cairan bening mulai keluar dari kelopak matanya hingga membasahi jilbab panjang itu. Gilang langsung saja mendekap tubuh sang Mama.
“Jangan menangis mah, jelaskan mah,”ucap Gilang.
“25 tahun yang lalu, saat pernikahan Ratna dan Idris,”ucap Marwah terpotong, kala Gilang memotongnya.
“Apa? Pernikahan Tante Ratna dan Om Idris 25 tahun yang lalu? Apakah tidak salah mah? Pasalnya anak mereka baru berumur 17 tahun,”ucap Gilang.
“Mereka memang menikah 25 tahun yang lalu, Namun, baru dikaruniai anak setelah usia ke delapan pernikahan mereka,”ucap Marwah.
“Oh, oke. Jadi? Ada apa dengan pernikahan itu mah?,”tanya Gilang yang masih penasaran karena sedari tadi Marwah selalu saja menggantung semua perkataannya.
“Saat itu, kamu masih berumur 2 tahun. Ratna sangat menyayangimu dan bahkan kamu dulu sering tinggal disana? Kamu ingat kan nak,?”ucap Marwah.
“Aku sangat mengingatnya Mah, terlebih saat usiaku 7 tahun Papa menikah lagi dengan perempuan itu,”ucap Gilang.
“Ini saat kamu masih bayi, Ratna selalu menjaga kamu. Terlebih disaat itulah masa keemasan perusahaan kita dan kalian berdua layaknya ibu dan anak,”ucap Marwah.
“Pada hari pernikahan itu 25 tahun yang lalu, Mama dan Ratna membuat sebuah perjanjian. Bahkan sumpah yang melibatkan nama Tuhan, tentu saja jika sudah melibatkan nama Tuhan, kita tidak boleh menyinarinya? Kamu paham soal agama kan,?”ucap Marwah.
“Tentu saja mah, jika sudah menyangkut nama Tuhan, kita tidak boleh mengingkarinya sama sekali,”ucap Gilang.
“Lang, umurmu sudah 27 tahun,”ucap Ratna.
“Sudah kuduga, mama pasti ingin membicarakan soal kapan aku menikah? Kapan aku mengakhiri masa lajangku? Sungguh mah, sangat sulit mencari yang tepat. Sama sekali belum ada yang bisa masuk kedalam hatiku. Terlebih aku banyak menemukan di media sosial yang hanya kebanyakan matrenya saja,”ucap Gilang.
“Bukannya tida butuh pasangan, aku sebenarnya tidak mencari yang sempurna. Aku hanya mencari yang ingin disempurnakan dan ingin menyempurnakan ibadahku mah, aku sebenarnya sudah ingin menikah karena aku ingin ibadah ku sempurna secepatnya, tetapi sulit mencari istri yang tepat terlebih aku takut dengan kasus salah pilih,”ucap Gilang.
“Jika mama yang memilihkannya untukmu? Apakah kamu mau?,”ucap Marwah.
“Mama adalah orang yang sangat kusayangi, terlebih sejak kecil pilihan mama untukku adalah pilihan terbaik, mama menjadi pendukung terbesar saat Kak Ardi dan Papa melarangku masuk akademi Militer,”Batin Gilang.
“Mungkin saja pilihan mama adalah yang terbaik, tapi siapa yang akan mama pilihkan untukku? Apakah orang pilihan mama siap untuk tidak kujadikan prioritas utama,?”tanya Gilang. Tujuan Gilang bertanya seperti itu karena prioritas utamanya adalah Negara. Kapan pun negara memanggilnya dia akan meninggalkan siapapun termasuk isterinya sendiri.
“Kamu tadi berkata, bahwa kamu mencari yang ingin kamu sempurnakan,”ucap Marwah.
“Tentu saja mah,”ucap Gilang.
“Kita kembali kepada perjanjian konyol dan sumpah konyol yang mama buat dengan Ratna 25 tahun yang lalu, dan itu menghantui mama dan mama tidak bisa tenang selama itu belum terwujud, apakah kamu tega memmbuat tidur mamamu tak tenang setiap malamnya selama lebih dari dua puluh lima tahun terakhir?,”ucap Marwah.
“Tentu saja tidak mah, sebenarnya ada apa dengan sumpah konyol itu?,”ucap Gilang.
“Sumpah hanya mama ucapkan sekilas saja wkati itu, namun mama tidak sengaja menyabut nama Tuhan dan Mak Aisa mendengar semua itu. Mak Aisa baru mau ingin bertemu dengan semua kerabat jika Sumpah itu terlaksana? Tentu saja kamu tidak mengetahui siapa itu Mak Aisa?,”ucap Marwah.
“Tidak mah, aku tidak tau? Dia siapa?,”tanya Gilang.
“Dia adalah saudara kandung dari Kakek kamu, dia satu-satunya orang tua yang mami miliki sekarang. Kabarnya dia sekarang tinggal Di Kolaka dan tidak sama sekali ingin dijenguk dengan keluarga sejak 25 tahun terakhir, kecuali setelah Kamu dan Farah menikah,”ucap Marwah.
Kamu dan Farah menikah, suara itu kian menggema di telinga Gilang. Mengapa harus Farah, Pasalnya dia terlalu muda, umurnya masih 17 tahun. Membuat pikiran Gilang semakin melayang layang. Terlebih pasti, Farah tidak mau menikah dengannya. Sudah sangat dipastikan. .
Gilang sedari tadi hanya terdiam beberapa menit, hingga Marwah kembali membuka suara,
“Mak Aisa meminta , kalian menikah ketika umur Farah sudah 17 tahun. Sisa sebulan lagi Farah 17 tahun. Mak Aisa berkata, jika sumpah itu tidak aku laksanakan maka kita sama sekali tidak boleh menumuinya bahkan ia meninggal sekalipun,”ucap Marwah.
“Kenapa harus seperti ini mah, ini sangat sulit. Gilang sebenarnya bukannya tidak mau dengan Farah tetapi, ini masalah Farah jangan sampai dia akan stres mah,”ucap Gilang.
“Kamu tau Farah yang sekarang, dia menjadi berubah 180° derajat dibanding ia yang dulu. Bahkan Ratna sudah memastikan Farah akan menerima semua itu,”ucap Marwah.
“Tapi mah…..,,”ucap Gilang yang masih saja memijat pelipisnya.
“Farah memang masih sangat muda, tapi kamu bisa mendewasakannya. Dia anak yang baik, dia penurut dan dia tidak Gila akan uang. Dia bahkna bisa mencari uang sendiri, Farah pasti bisa memahamimu. Terlebih Farah sudah terbiasa menjalani hidup susah dan kamu tidak perlu mengkhawatirkan soal kondisi ekonomi,”ucap Marwah.
“Bukan perihal itu mah, tapi mengenai soal kebahagiaan Farah. Bisa saja ia memiliki cita-cita dimasa depannya. Karena bisa dipastikan mah, pernikahan bisa saja membatasi wawasannya dimasa yang akan datang,”ucap Gilang.
“Semua yang dimulai dengan hal yang baik, tidak akan dibuat rumit. Bisa saja setelah kalian menikah Farah lebih mempunyai wawasan yang luas, selama kamu masih membebaskan dia mengenai pendidikannya,”ucap Marwah yang masih mencoba meyakinkan Gilang.
“Aku tidak akan membatasi selama orang itu ingin menuntut ilmu, tetapi, bagaimana bisa mah, kita menjalani kehidupan ini kedepannya? Usia kami berbeda dan Pasti gaya hidup kami sangatlah berbeda,”ucap Gilang.
“Apakah Farah kurang cantik di matamu nak,?”tanya Marwah.
“Aku sama sekali tidak menilai Fisik mah, aku hanya tidak ingin ini menjadi gagal dan akan menimbulkan sebuah perpisahan yang dihalalkan namun dibenci oleh Allah, aku tidak ingin menikah sampai dua kali. Ini benar-benar sakral. Aku tidak ingin mempermainkan itu, karena saat menyebutkan sumpah pernikahan ada nama Allah yang disebut didalamnya”ucap Gilang.
“Setiap hidup, ada yang dinamakan usaha, dari situlah kamu diuji seberapa kuatkan keimanan kamu, kamu harus berusaha sebaik mungkin agar tidak terjadi hal itu,”ucap Marwah.
Lagi-lagi Gilang selalu saja menjawabnya.
“Aku juga sangat takut merusak kehidupan seseorang mah,”ucap Gilang.
“kamu tidak merusak hidup siapun nak, yakinlah dengan ini. Mama tidak tau harus bagaimana jika kamu menolaknya mungkin mama tidak tenang sampai aja menjemput mama kelak,”ucap Marwah.
“Sudah mah, jangan buat Gilang bersedih. Sebaiknya mama.istirahat ini sudah pukul 1 malam mah, ini tidak baik untuk kesehatan mama jika mama begadang seperti ini,”ucap Gilang.
“Mama tidak bisa tidur sebelum kamu bisa memberikan jawaban setuju Lang,”ucap Marwah.
Seketika Marwah kemudian berlutut didepan Gilang , seraya memohon memintanya untuk menyetujui hal itu.
“Cukup mah, Gilang menerimanya. Mama tidak perlu melakukan hal ini. Pilihan mama mungkin sudah digariskan. Tapi, Gilang masih khawatir dengan Farah,”ucap Gilang.
“Terima kasih , mama sangat bahagia dengan ini setidaknya tidur mama bisa tenang,”ucap Marwah.
*Mengenai Farah, kamu bisa menjalani proses pendekatan setelah kalian menikah,”ucap Marwah.
“Terima kasih Gilang,”ucap Marwah.

Upaya meyakinkan seorang Gilang akhirnya telah selesai Marwah lakukan. Marwah sangat lega ketika Gilang menyetujui semuanya.


Selamat Membaca!
Jangan Lupa Vote ♥️
Fahira Wahyuni Saputri

Early-age Marriage [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang