Dua hari setelah Farah masuk rumah sakit, keadaannya sudah sedikit pulih. Terlebih ada orang misterius yang selalu mengantarkan makanan untuknya dua hari terakhir ini. Farah tidak pernah memakan makanan rumah sakit karena ia sangat tidak suka. Masih ada pertanyaan yang menghantui pikirannya, yaitu siapa tangan yang ia rasakan menggenggam tangannya dengan erat yang bahkan hanya bisa ia rasakan tak bisa ia melihatnya maupun mendengar suara dari sang pemilik tangan itu.
Tidak ada yang bisa menjawab pertanyaan yang menghantui pikirannya itu selain waktu dan keadaan. Dua hari itu, Infus sudah dilepas. Namun Farah tetap harus minum obat, secara teratur dan perawatannya dirumahnya harus bagus. Namun tidak ada yang bisa merawatnya selain Fira sahabatnya itu. Namun, Fira tidak bisa menemaninya hingga malam hari karena ia juga memiliki Tante yang harus ditemani.
Farah, Ratna, Idris, Pegawai toko mereka yang jumlahnya 4 orang itu tengah keluar menuju ke parkiran rumah sakit. Farah nampak sehat sekarang, padahal baru dua hari ia dirawat, tetapi karena moodnya yang tidak bad akhirnya dia bisa merasa sehat dengan cepat dan sudah bisa diperbolehkan pulang. Farah sudah berjalan dengan santainya seakan -akan ia sudah sangat sehat. Padangan matanya berbolak balik menengok kesegala arah. Hingga pandangan mata itu tertuju, pada seorang yang sangat ia kenal, bahkan sangat ia cintai.
Ahmad, ialah lelaki misterius yang membawakan makanan kesukaan Farah. Ahmad berjalan dengan menenteng plastik yang berisi makanan kesukaan Farah, ia berjalan dengan santainya tak menengok kemana-mana.
"Jadi kamu, mengapa harus kamu lagi. Aku sudah berusaha kamu masih tetap ada,"batin Fira.
Fira langsung masuk kedalam mobil,Sesampainya dihalaman rumahnya ia melihat mobil Expander berwarna hitam itu terparkir didepan rumahnya. Tentu saja Farah mengetahui itu. Mobil milik tantenya sendiri.
"Mah , Tante Marwah?,"Farah berbalik dan bertanya kepada mamanya.
"Iya, dia tadi pagi udah dateng,"jawab Ratna dengan singkat.
"Untuk apa? Mau jenguk? Farah udah sembuh kok,"ucap Farah.
"Yah, yang mau jenguk kamu siapa?,"ucap Ratna.
"Kan mama kemarin bilang, kamu sama Gilang,?"ucap Ratna yang sudah mulai to the point.
"Maksud mama?,"tanya Farah yang masih saja kebingungan pasalnya Ratna menggantung nya sedikit.
"Kamu gimana? Bodoh? Atau pura-pura bodoh,?"ucap Ratna membulatkan mata kepada Farah.
"Ayo masuk,"ucap Idris menengahi argumen ibu dan anak itu.
Mereka langsung masuk, kecuali para pegawai toko yang masih saja berada di luar.
"Maaf lama kak,"ucap Ratna kepada Ratna.
Farah mengalihkan pandangan, ia kembali melihat Gilang. Kakak sepupunya yang beberapa hari terakhir ini sangat-sangat berubah 180°.
Farah duduk disamping Marwah, ia tampaknya tidak melihat Aliyah tumben ia tidak ikut.
"Aliyah mana tante,?"tanya Farah menghilangkan keheningan yang ada. Pasalnya sedari tadi tidak ada pembicaraan.
Ratna dan Idris serta Marwah masih bingung ingin menjelaskan dari mana. Pasalnya ini harus diberi tahukan kepada Farah hari ini.
Akhirnya Marwah menjawab pertanyaan Farah, dan berbasa-basi sambil memikirkan apa yang harus ia katakan untuk menyakinkan Farah.
"Eh iya sayang, Aliya ada kegiatan di sekolahnya jadi nggak bisa ikut deh, terus Farah naik sekolahnya kapan?,"ucap Ratna.
"Hari Senin Tante, dua hari lagi. Malah dokter bilang aku dilarang naik sekolah dulu lagi. Padahal kan aku jadi panitia MOS,"ucap Farah.
"Nggak papa naik sekolah yang penting jangan terlalu sibuk,"ucap Marwah.
"Kak Riska udah lahiran yah tante? Pengen deh aku lihat anak kecil,"ucap Farah.
"Nanti kalau udah bener-bener sembuh Farah pergi rumahnya Kakaknya lihat bayi,"ucap Marwah.
"Yaudah deh Tante aku mau makan obat banyak-banyak supaya cepet sembuh,"ucap Farah.
"Jangan banyak-banyak juga sayang, sesuai dosis biar nggak keracunan,"ucap Marwah dengan senyumnya karena betapa polosnya keponakannya itu.
"Abisnya Tan, itu paling aku tunggu-tunggu jadi panitia MOS. Tapi kalau udah kayak gini mah mau diapa lagi, udah takdir dari Allah. Aku Cuma bisa bersyukur doang,"ucap Farah.
"Nanti malam mama dan papa berangkat Ke Kaltim,"ucap Ratna.
"Yaudah mah, hati-hati. Farah nggak minta oleh-oleh kok,"ucap Farah
"Yang mau kasi kamu oleh-oleh emang siapa?,"tanya Ratna lagi.
"Tadi mama bilang mau pergi, aku nggak minta oleh-oleh kok,"ucap Farah.
"Ini anak oon atau IQ nya tinggi banget? Belum di tawarin udah nolak. Apalagi kalau di bahas masalah perjodohan,"batin Gilang menatap Farah sekilas lalu fokus lagi dengan hpnya.
"Yaudah Farah bikinin minuman sama ambil kue dulu buat kalian semuanya,"ucap Farah yang ingin beranjak dari tempat duduknya lalu ditahan oleh Marwah.
Marwah menggeleng,
"Sebenarnya kami kumpul disini cuma mau meyakinkan kamu,"ucap Marwah yang sudah to the point.
"Meyakinkan apa Tante?,"ucap Farah yang bingung ia melihat semua ekspresi wajah orang diruang tamu yang sempit itu tegang.
"Kamu dan Gilang,"ucap Ratna.
"Kenapa mah? Aku dan kak Gilang kenapa?,"ucap Farah yang sudah sangat penasaran itu.
"Ini permintaan mama yang pertama kalinya untuk kamu, mama mohon jangan kecewakan mama? Bukankah dulu kamu sudsh janji akan menuruti segala yang mama perintahkan,"ucap Ratna.
"Mama tidak tau lagi harus apa jika kamu menolaknya,mungkin ini terakhir kali kamu melihat mama,"ucap Ratna yang sedikit berdrama , memangnya ia mau kemana, ia hanya mau ke Kaltim saja.
"Emangnya apa? Kenapa seperti itu. To the point mah pah,"ucap Farah.
Masih saja diam, bahkan semua orang masih terdiam. Ratna masih enggan berbicara. Karena ia tau betul sifat asli Farah yang keras kepala sejak kecil.
"Kamu dan Gilang akan kami jodohkan,!"ucap Ratna.
Farah langsung menganga, membulatkan matanya sambil menatap Gilang.
"Kenapa harus aku? Kenapa bukan kak Karina saja. Masih ada kak Karina, Ani, dan Winda yang belum menikah. Kenapa harus aku yang masih sekolah,"ucap Farah.
"Karena ini adalah perjanjian mama dan kak Marwah 25 tahun silam, jika ini tidak terjadi hidup kami berdua akan tidak tenang selamanya,"ucap Ratna.
"Kamu mau mama kamu tidak tenang sampai mati?,"ucap.Ratna.
Farah menggeleng,
Mengapa harus ia, tidak adakah wanita yang lain.
"Kak Gilang mau,?"tanya Farah dengan polosnya.
Gilang mengangguk,
"Bisa Farah bicara sama Kak Gilang berdua aja mah, pah, Tante?,"pinta Farah.
"Baiklah,"ucap Mereka.
Mereka bertiga langsung keluar, Ratna menutup pintu.
"Kenapa kak Gilang setuju? Kak Gilang ini tentara loh. Karirnya bagus, ganteng lagi. Masa mau aja dijodohin sama anak bau kencur kayak aku yang masih labil, nggak tau apa-apa Cuma bisa nyusahin dan nambahin beban kak Gilang aja,"ucap Farah yang mencoba bernegosiasi dengan Gilang.
"Aku tidak mencintai kak Gilang, bagaimana aku bisa menikah dengan orang yang tidak sama sekali kucintai. Masih ada rasa terselip untuk Kak Ahmad, walaupun aku tak menyimpan hatiku untuk Kak Ahmad. Tapi bukankah rumit menjalani semua ini jika tidak memiliki dasar sedikit pun,"batin Farah.
"Aku paham, usia kita berbeda 10 tahun. Kamu pasti tidak suka denganku. Aku tau itu,"ucap Gilang.
"Aku tidak pernah tidak menyukai orang kak, hanya saja terasa ganjil bagiku,"ucap Farah.
"Aku sempat menolak, karena aku takut kamu tidak akan mau denganku yang mungkin sudah tua ini. Tapi mama memaksaku, dan aku tidak mau melihat mamaku bersedih,cukup terakhir kalinya aku melihat air mata mamaku saat papa poligami,"ucap Gilang.
Farah langsung membulatkan matanya,
"Poligami?,"ucap Farah yang bertanya-tanya.
"Iya, dulu saat usiaku 7 tahun Papa menikah dengan wanita itu. Aku sudah paham dan aku sudah tau semua saat itu. Aku selalu melihat mamaku yang menangis dan mencoba ikhlas,"ucap Gilang.
"Bagaimana bisa Om Daud poligami, tidak mungkin. Mereka nampak bahagia, tidak mungkin ada poligami,"ucap Farah yang masih tidak percaya.
"Terserahlah kamu mau percaya atau tidak, tetapi poligami itu adalah sebuah kesalahan Papa. Papa sebenarnya tidak ingin. Hanya keadaan yang membuatnya melakukannya,"ucap Gilang.
"Terus siapa wanita itu kak?,"tanya Farah pasalnya ia tidak pernah melihat wanita itu sama sekali.
"Dia adalah ibu kandung dari Ahmad dan Aliyah,"ucap Gilang.
Farah langsung terdiam, ia tidak menyangka Ternyata mereka bukan saudara kandung.
"Apa?? Kak Ahmad dan Aliyah bukan sepupuku,?"batin Farah.
"Mengapa aku baru mengetahui semuanya, mengapa kak Ahmad tidak pernah bercerita,?"batin Farah.
"Kamu pasti tidak mengetahuinya, karena mamaku terkesan memanjakan Ahmad dan Aliyah,"ucap Gilang.
Farah masih diam, belum bisa berbicara karena ia masih saja tidak menyangka hal itu.
"Mama hanya membenci Wanita itu, tapi tidak dengan anaknya,"ucap Gilang.
"Jadi, tidak ada salahnya aku sedikit berbesar hati kepada mamaku. Betapa tulusnya hatinya, aku tidak ingin menghancurkan hati seorang ibu yang telah melahirkan ku ke dunia ini,"ucap Gilang.
"Aku belum mencintai kak Gilang, bagaimana caranya sebuah pernikahan terjadi jika tidak adanya cinta?,"ucap Farah yang masih saja memiliki alasan agar Gilang dapat membatalkannya.
"Apakah kamu juga pikir bahwa aku bisa mencintai secepat itu? Semuanya membutuhkan proses, tidak ada yang instan didunia ini dek. Tidak ada yang tidak bisa jika kita berusaha. Kecuali,"ucap Gilang yang tergantung.
"Kecuali?, kecuali apa kak,?"ucap Farah.
"Kamu mencintai orang lain,"ucap Gilang, sebuah ucapan singkat yang menusuk hati Farah begitu dalam. Benar saja masih ada cinta terselip untuk orang lain.
Ucapaan itu merupakan percakapan terakhir yang ada, hingga Farah keluar memanggil mamanya.
"Tidak ada yang tidak bisa jika kita berusaha", kata-kata itu masih terbayang. Farah sangat bingung, ternyata bukan dia saja yang terpaksa, sama dengan Gilang. Dia juga ingin membahagiakan Mamanya.
Terlebih ucapan mamanya tadi, Farah masih bingung. Namun keputusan harus segera ia ambil. Ia bukan tipikal orang yang suka menggantung.
"Jadi bagaimana?,"ucap Ratna membuyarkan lamunan Farah.
"Yusudah, Kalau mama Bahagia Farah bisa apa. Yang penting mama bahagia cukup itu aja,"ucap Farah dengan singkatnya.
"Bagus,"ucap Ratna.
Idris hanya diam, ia tidak tau harus bagaimana. Ia hanya bisa menyetujui saja. Karena keputusan sang istri maha benar.
"Mama beri kalian waktu mengenal terlebih dahulu, waktu kalian sampai mama kembali dari Kaltim. Selama tiga bulan. Manfaat kan untuk mengenal satu sama lain sebelum pernikahan,"ucap Ratna.
Tidak ada yang berani bersuara lagi, Gilang masih dengan posisi yang sama. Masih duduk, sementara Marwah sangat senang dengan hal itu.
"Aku capek, aku permisi ke kamar dulu,"ucap Farah, beranjak dari kursi dan kemudian menuju kamarnya. Ia tidak capek sama sekali, ia hanya tidak menyangka.
"Apa aku salah? Apa aku salah menerima perjodohan ini?,"gumamnya.
Semuanya ia serahkan kepada Sang Penentu Takdir,
"Mungkin ini yang sudah digariskan,"batin Farah.
Ia hanya termenung,
"Bukankah dengan cara ini aku bisa menebus dosaku yang mempermainkan agama karena cinta-cintaan ku dulu, hmm semoga saja,"gumamnya lagi.
Farah mengambil novelnya yang belum selesai ia baca, kemudian membacanya lagi.Masih dengan posisi yang sama, Gilang hanya duduk diam, muka datar, dan terdiam.
"Gimana pekerjaannya akhir akhir ini Lang?,"ucap Idris membuyarkan lamunan Gilang.
"Nggak terlalu sibuk sih Om,"ucap Gilang. Benar saja ia memang tidak terlalu sibuk.
"Cuma kalau siang pekerjaan didalam ruangan terus ngisi materi untuk mahasiswa dikmata itupun kadang-kadang juga,"ucap Gilang.
"Gilang nginep disini bisa kan?,"tanya Idris.
Gilang langsung membulatkan matanya, bisa-bisanya seorang Ayah menyuruh lelaki menginap dirumahnya berdua saja dengan putrinya, walaupun mereka adalah saudara sepupu, tetap saja mereka adalah lelaki dan wanita yang sudah terbilang dewasa..
"Hmm, bisa aja sih om. Tapi masa nginap disini berdua aja. Nggak enak sama tetangga,"ucap.Gilang.
"Yang bilang berdua doang siapa nak?,"ucap Idris dengan tawa kecilnya, Gilang langsung blushing karena malu.
"Gini, pegawai om yang dua itu nggak ikut ke Kaltim, Cuma nganterin aja sampai bandara. Jadi yang dua orang itu Marni dan Mirna nginep disini juga sampai Farah bener-bener sembuh. Jadi om suruh nginep Cuma buat ngejagain mereka kan semuanya perempuan nak, nanti ada apa apa gimana,?"jelas Idris, Gilang langsung paham semuanya.
"Kamu tidur di kamar didepan kamar Farah yah, terus Marni dan Mirna tidur sama Farah. Kamar Farah luas jadi bisa nampung banyak orang,"ucap Idris lagi.
"Apa aku nggak panggil Arman saja om supaya ramai,"ucap Gilang.
"Nggak usah manggil adik kamu nak, dia sibuk ngerjain Skripsinya,"ucap Marwah.
"Yaudah deh, sebulan yang akan datang tidak ada PAM, dan aku lebih sibuk juga kerja mulai pagi sampai sore jadi malamnya aku bisa nginep,"ucap Gilang.
"Yaudah, kamu ambil baju kamu aja nanti sama motor kamu,"ucap Marwah.
"Eh nggak usah, ada dua mobil disini. Ngapain ambil motor lagi,"ucap Ratna.
Gilang hanya mengangguk saja,ia tidak tau harus bagaimana jika dua wanita yang berarti dalam hidupnya itu berbicara.
"Jadi Lang? Kapan mau bawa Farah ke Kantor kamu?,"tanya Marwah.
"Setelah Farah sembuh yah mah,"ucap Gilang.
"Yaudah dek, aku pamit yah. Udah sore nih,"ucap Marwah.
"Aku temenin mama?,"tanya Gilang
"Nggak usah nak, kamu balik aja ke Asrama kamu. Ambil baju sama yang lain,"ucap Marwah.
Marwah langsung pamit menuju Ke Kediaman Arman yang lumayan Jauh menggunakan mobil dan diantar oleh supirnya. Sementara Gilang langsung ke Asramanya mengambil Baju yang disuruhkan mamanya dan pulang menggunakan mobil milik Ratna, yah mobil Honda jazz warna merah yang terkesan seperti model cewek.
KAMU SEDANG MEMBACA
Early-age Marriage [SUDAH TERBIT]
RomanceFarah Ayunita Putri Idris, wanita yang tidak begitu cantik jauh dari standar kecantikan menurut dirinya sendiri. Namun, bagi orang lain ia begitu unik, badan berisi, kulit kuning langsat, sangatlah cantik walaupun tak terlalu tinggi, hanya 165cm. Ki...