Pending

1.9K 66 0
                                    

Hari-hari silih berganti, Farah kini telah sembuh total. Luka diwajahnya sudah tidak ada sama sekali. Ia sudah kembali melakukan praktek Kerja lapangan. Ia sudah tidak takut lagi melewati jalanan perkotaan yang ramai karena tentu saja sudah memiliki SIM.
Jam istirahat, adalah waktu yang tepat untuknya, untuk bergosip ria dengan para kaum pura-pura bahagia yang kekurangan tenaga yang diisi oleh Farah yang pura-pura bahagia dan selalu menampakkan senyumnya, Tasya seorang pakar percintaan yang sangat Bucin tentunya setia dengan satu pacar, dan tentunya si Jumbo Fira. Yang hobby makan tapi kekurangan tenaga.
Kantin tempat mereka melakukan praktek kerja lapangan tentunya penuh, sebulan terakhir ini mereka melakukan praktek kerja lapangan yang berlangsung selama enam bulan. Mereka akan naik sekolah di bulan kedua saat mereka kelas 3. Sungguh ini menyenangkan. Mereka tentunya tidak satu tempat praktek, hanya saja sebuah tempat praktek yang berbeda namun lokasi yang sangat dekat. Farah yang memilih PKL di Sebuah perusahaan mobil di Sulawesi Selatan yang sangat terkenal, kemudian Fira di koperasi Polresta dan Tasya di sebuah badan usaha bukan bank, yaitu leasing yang jaraknya hanya beberapa langkah saja dari tempat mereka masing-masing.
Praktek kerja lapangan memang seru, ditambah banyak bonus dari bos. Tentu saja membuat mereka semuanya betah, terlebih makan siang di bayarin. Itulah yang mereka semua inginkan.
Terlebih Farah yang mendapat uang Transportasi 50ribu perharinya. Enak bukan? Farah memang memilih disana tentunya sangat santai dan digaji pula. Kerjanya Cuma promosi ini itu, jadi kasir dan segalanya lah kayak asisten.
Lebih, buruk adalah Fira. Terlebih dia diawasi oleh om nya sendiri. Jadi dia tidak bisa santai-santai begitu saja seperti yang lain.
Jam pulang telah tiba, Farah langsung pulang kerumahnya yang jaraknya lumayanlah. Sebelum macet menyerang kota Makassar. Ia harus buru-buru.
Setelah sampai dirumahnya, rutinitas nya adalah memasak untuk dirinya sendiri. Siapa lagi yang memasak jika bukan dia sendiri. Ia memasak nasi dan menggoreng ikan, serta memasak sayur ala kadarnya sesuai yang ada di kulkas karena ia sudah beberapa hari tidak kepasar.
Farah menonton tv sambil makan, teleponnya langsung berdering.
Mama
Tulisan itu tertulis, ia mengangkat telepon dari Mamanya.
"Far, bulan depan mama pulang. Kamu udah pernah di bawa ke Komandannya?,"
"Belum mah, emangnya kenapa? Buru-buru banget sih,"
"Harus di urus sekarang, kamu bicarakan sama Gilang. Kamu kira menikah sama tentara itu gampang? Harus urus ini itu, mama nggak bisa urus semua. Usahain besok sudah diurus satu persatu,"
Ratna mematikan telepon nya, membuat Farah skak dengan perintah dari Ratna.
Tibalah saatnya untuk menelpon Gilang, namun belum di telpon Gilang sudah menelponnya Terlebih dahulu.
"Baru mau aku telpon kak,"ucap Farah yang begitu ramah di telpon itu, seolah olah mereka sudah pacaran saja.
"dari tadi aku coba nelfon, tapi nomor nya sibuk,"jawab Gilang yang sepertinya curiga.
"Ohh tadi mama telpon aku, nyuruh nelpon kamu buat urusin nggak Taulah banyak aku nggk hafal,"jawab Farah yang sudah memperlihatkan kebodohan nya lagi.
"Ini, kamu sibuk nggak besok sekitaran sudah Dzuhur,?"
"Bisa dikondisikan kak, ini juga tempat PKL aku santai kok,"jawabnya begitu ramah.
"Komandan besok punya waktu kosong, ibu juga. Jadi rencananya aku mau bawa kamu ketemu sama komandan dan ibu, mau kan dek?,"tanya Gilang penuh ragu.
"Insya Allah kak, besok aku kondisikan yah,"
"Yaudah, kalau misalkan bisa. Telpon aku. Aku bakalan jemput kok,"
"Aku bakalan usahain banget , nanti nggak usah di jemput. Tungguin aku aja,"ucap Farah.
"Aku pakai jas PKL kesana nggak papa? Atau aku ganti baju yang lain?,"
"Pakai jas PKL aja, lebih formal,"jawab Gilang.
"Yaudah kak, masih ada laporan penjualan yang mau aku selesaikan sudah dulu kak,"
"Assalamualaikum," ucap Farah.
"Waalaikumsalam," jawab Gilang.
Sejak peristiwa pembegalan itu, mereka berdua sudah memakai kata aku kamu dalam percakapan mereka. Gilang juga sudah berhenti menjadi es kutub. Farah jugaa sama seperti itu, bayangan Ahmad saat ia ingin tidur sudah hilang bak ditelan bumi saat dicium keningnya oleh Gilang kala itu. Ternyata sebenarnya adalah Gilang lebih romantis daripada Ahmad. Tentu saja lah, hanya saja Gilang selalu menyembunyikannya.
Hari esok adalah hari yang dinanti, seperti biasanya. Farah menggunakan baju formal. Celana bahan, kemeja serta jas PKL ditambah lagi dengan jilbab yang senada. Serta sepatu pentofel hak tinggi yang ia gunakan. Ia begitu anggun, dibalut make up yang hanya bedak saja dan lipstik tentu saja menambah aura kecantkannya. Pantas saja baru sebulan PKL udah laku 3 mobil. Terlebih pelanggannya adalah anak muda dan semuanya kredit tentu saja keuntungan yang Farah peroleh cukup banyak walaupun hanya berkongsi dengan sales yang ia bantu.
Sesampainya dikantor, ia langsung disuguhi oleh pembeli yang ia tawarkan mobil tadi malam. Tentu saja senang, karena orang yang chat dengannya tidak modus tetapi betul-betul ingin membeli mobil.
"Pak Aldi,?" Farah menebak dari profil aku BBMnya.
"Iya mbak,"jawab Orang yang bernama Aldi itu.
"Baiklah pak, mari saya tunjukkan barangnya,"Farah berjalan diikuti oleh customer nya yang bernama Aldi yang notabenenya adalah kepala Bank.
"Silahkan cek unit pak, kami menawarkan harga yang sangat terjangkau. Lebih murah dari toko lain. Tentunya dengan gratis servis pertama pak. Kami juga memberikan kelancaran dalam pengurusan surat-surat, dalam hal kredit juga bunga nya rendah,"Farah menjelaskan berbagai macam kepada customernya.
"Bisa dilihat luar dan dalamnya pak,"ucap Farah.
"Ini adalah model terbaru dari merk mobil yang kami jual. Dengan berbekal mesin 1000cc pak. Bisa dipakai bepergian tanpa takut mobilnya ngos-ngosan dan panas,"Farah kembali memunculkan jiwa-jiwa marketing nya.
"Saya mau yang ini mbak, udah sreg sama yang ini mah,"ucap Aldi customer nya.
"Baik pak, segera kami proses yah,"ucap Farah.
Farah langsung menangani masalah pembayaran dan langsung saja di gesek hari itu juga cash. Sungguh awal yang menyenangkan, semoga saja di kantor Gilang akan menyenangkan juga.
"Wow dek Farah ini hebat yah, nanti kalau lulus langsung direkrut di sini mau ??,"ucap Salah satu pegawai disana.
Farah hanya tersenyum tipis dalam hatinya, bagaimana mau kerja belum lulus aja udah mau dinikahin.. paling disuruh masak, nyapu, ngepel, ngurus suami, plus ngurus anak kalau ada. Udah nggak sempat kerja lagi.
Sejatinya Farah sendiri memiliki cita-cita,yaitu menjadi bagian dari militer. Yaitu menjadi Kowad, namun hal ini, justru lain. Ia malah akan menikah dengan tentara untuk bergabung di dunia militer.
Hal yang dinantikan telah tiba, yaitu menuju ke kantor Gilang. Ia mengondisikannya dengan berkata jujur kepada atasannya yang memang Farah sudah menceritakan semuanya mengenai dirinya. Atasannya yang seorang wanita tentu paham dengan itu.
Farah sudah mengirimkan pesan singkat lewat BBM bahwa ia akan segera ke sana. Tentu saja Gilang langsung menunggunya di depan. Walaupun setengah jam lagi ia baru akan sampai.
"Lancarkanlah ya Allah, jangan bairkan jiwa-jiwa bodohku menghancurkan semuanya,"batin Farah.
Dibarengi dengan rasa kaku, ia terus berdoa. Bermacam-macam doa sudah terpancar. Hingga ia telah sampai disebuah gerbang besar dan tulisan di depannya adalah cepat,senyap,tepat itu. Gilang telah berdiri menggunakan baju PDH dengan baret Serta sepatunya. Ia terlihat sangat macho. Terlebih bajunya yang ketat itu menampilkan sixpack nya.
Gilang menuntun mobil Farah masuk ke parkiran, Farah kemudian turun dengan kaki yang gemetar dan keringat dingin.
"kok pasang muka berak kayak gitu," tegur Gilang, saat Farah sudah mendekat.
Gilang mengeluarkan sebuah sapu tangan dari sakunya, Farah menatap sesekali.
Gilang mulai menggunakan sapu tangan itu, tentunya untuk mengeringkan keringat yang ada wajah imut Farah.
Farah tersenyum, ia benar-benar salah tingkah dengan hal itu. Terlebih,tatapan Gilang yang dalam. Memasang wajah imutnya lagi, tentu saja membuat Gilang gemas dibuatnya.
Gilang mencubit pipi gempal itu, dan mengusap puncak kepala pemilik pipi gempal itu. Baru ingin mengecup kening yang berada di depannya, sebuah tangan dari orang terkepo dan tergila urusan datang. Tangan orang pertama yaitu Alwan menutup bibir Sang Sahabat itu, kemudian Tangan Irwan menarik dan menjauhkan Sang Sahabat. Farah hanya tertawa melihatnya, terlebih ekspresi Gilang yang lucu membuat nya kebelet pipis.
"Tahan dulu Bro, jangan di parkiran. Nanti kalau udah halal biar puas,"
"Adegan romantisnya di skip dulu,"
Irwan dan Alwan memberikan nasehat yang begitu bijak, padahal sejatinya Irwan lebih berbahaya daripada Gilang.
"Yaudah, lepasin gue mau masuk,"pinta Gilang.
Irwan dan Alwan melepaskan Gilang, ia mulai menggandeng tangan Farah masuk kedalam.
Berjalan sangat lambat, tangan Farah sudah dingin. Ia benar-benar takut. Ia takut salah sebut, atau salah bicara.
"Nggak usah gemeter, nanti kalau disana, sebelum ngomong bilang Ijin Yah, lalu kalau ada yang dibilang Ibu atau Komandan bilang siap aja yah,"Ucap Gilang sambil mengusap kepalanya.
Farah hanya mengangguk, sudah ditenangkan pun ia masih saja gugup. Padahal belum sidang pranikah, ia sudah seperti ini. Baru mau di ajak bertemu saja dan diberi wejangan apa saja yang akan ia hadapi kedepannya. Ini mah, langsung gugup kayak apa.
Kini, tibalah ia didepan ruang Sang Komandan. Gilang mengetuk pintu terlebih dahulu. Begitu formal, cara mengetuk pintu pun sangat teratur.
Kini, mereka berdua telah masuk. Dua orang, yang duduk disana begitu mengangetkan Farah. Seorang Pria parubaya menggunakan baju PDH seperti yang Gilang gunakan hanya saja pangkat nya berbeda, dan seorang wanita parubaya yang begitu cantik menggunakan pakaian seragam kerjanya.
Farah tercengang melihat wajah ibu Persit itu, bukankah itu adalah wanita yang ia tolong beberapa Minggu yang lalu,?
Farah hanya mengikuti langkah kaki Gilang,
"Duduk,"Komandan mengisyaratkan agar duduk didepannya.
"Siap,"ucap Gilang dengan begitu gagahnya.
Ibu Persit atau istri komandan itu langsung memperhatikan wajah Farah dengan seksama.
"Kamu yang pernah nolong saya kan?,"
"Pah, ini ni yang aku bilang anak cewek yang nolong aku waktu aku kecopetan, dia yang kejar copetnya,"ucap Ibu Komandan.
"Siap saya Bu,"jawab Farah.
Gilang dan Farah kini mulai menatap, Gilang tersenyum ke Arah Farah.
"Saya berterimakasih banget sama kamu dek, karena kalau kamu nggak ada pasti saya sudah repot ngurus ini itu karena di tas saya dulu banyak banget berkas-berkas,"ucap Ibu Komandan.
"Siap bu,"jawab Farah begitu hormatnya.
"Nama kamu siapa dek,?"tanya Ibu Komandan.
"Ijin,Farah Ayunita Putri Idris Bu,"
"Wow panjang banget, nama panggilannua aja dek,"
"Ijin, Farah Bu,"jawab Farah
"Saya kira kamu masih sekolah,? Dulu saya lihat kamu memakai baju sekolah?,"tanya Ibu Komadan.
"Siap masih Bu,"jawabnya begitu hati-hati.
"Kenapa menikah secepat ini? Kamu masih memiliki masa depan yang panjang. Seperti yang kamu tau, menikah bisa membuat kamu kehilangan cita-cita. Terlebih kamu akan menikah dengan seorang Tentara yang separuh hidupnya diserahkan kepada tugasnya kepada Bumi Pertiwi,?"
"Ijin, saya ingin menyempurkan ibadah saya. Karena saya mengetahui kodrat saya Bu. Bagi saya menikah bukan mengurangi cita-cita dan wawasan akan masa depan Bu. Tetapi ini adalah cara tersendiri untuk menjadi yang lebih baik lagi,"
"Kamu masih berada dalam usia sekolah, bagaimana nantinya kamu menghadapi ini? Jika ada acara-acara Persit? Kamu tentunya harus hadir. Bagaimana dengan sekolahmu,"
"Sejujurnya dek, menikah dengan seorang perwira seperti dek Gilang itu pendidikan minimal SMA sederajat. Sebenarnya bisa tapi akan dipersulit nantinya,"ucap Ibu Komandan yang ber name tag Nadifah itu.
"Ijin, Insya Allah bu. Saya akan berusaha semaksimal mungkin untuk mengatur waktu saya, tetapi jika memang peraturan seperti itu kami akan siap menunggu bu"
"Kamu pasti sudah mengetahui konsikuesi menikah dengan seorang Abdi negara. Kamu harus siap ditinggal kapan saja. Entah itu di tinggal untuk kembali ataupun ditinggal untuk tidak kembali lagi,"
Farah tak bergeming, saat kata terakhir, yaitu tidak kembali lagi membuat air mata itu ingin jatuh. Namun berusaha ia tahan, karena tidak ingin terkesan cengeng.
"Mentalmu harus kuat dek, apalagi calon suamimu adalah prajurit berprestasi. Tentu saja selalu dibutuhkan,"
"Usiamu memang masih sangat muda, jika mau belajar kamu akan cepat memahaminya. Saya harap kamu tidak mengecewakan,"
"Siap,"
Hanya itu percakapan antara istri tentara dan calon istri tentara.
"Semuanya sudah saya instruksikan apa saja yang akan kalian persiapkan. Mohon dilengkapi semuanya dengan benar,"ucap Komandan.
"Siap Ndan,"Jawab Gilang
Mereka berdua, yakni Farah dan Gilang keluar dari ruangan itu.
"Gimana? Lancar?,"Gilang masih menggenggam tangan itu.
"Alhamdulillah, Cuma pernyataan ibu komandan ngejebak semua,"
"Yaudah sekarang tahap selanjutnya kamu harus belajar,"Gilang mengeluarkan sebuah kertas dari sakunya.
Ia memberikannya kepada Farah, Farah langsung tercengang melihat banyaknya yang harus ia lengkapi. Ini harus membuatnya bolak balik ke sengkang. Mungkin nilai PKLnya kali ini akan dapat B karena sering izin.
"Harus di hapal semua ini,?" Farah menunjuk lagi mars Persit, Gaji Gilang, semua riwayat pendidikan tentang Gilang dan tugasnya setiap hari.
Otak lemah harus menghafal semuanya, sungguh jika Farah disuruh menghafal rumus jurnal ia pasti cepat tanggap tapi ini, terlalu banyak ini membuatnya kewalahan.
"Aku nggak bisa, banyak banget,"keluh Farah.
"Harus bisa,"Gilang memperat genggaman nya.
"Gimana kalau nggak bisa," Farah menampilkan puppy eyesnya.
"Yah, nggak nikah,"
Farah cemberut, bukankah itu yang dulu ia mau? Tetapi mengapa harus cemberut. Tentu saja ia cemberut karena ia menginginkan pernikahan itu.
"Becanda sayang,"Gilang tertawa terbahak-bahak.
"Sayang?,"gumam Farah.
"Kamu udah makan,?"
Farah menggeleng,
Gilang langsung menarik Farah ke arah kantin,
"Duduk,"
Farah mengangguk patuh.
"Mau makan apa?,"
"Terserah,"jawab Farah.
"Disini menunya nasi kuning, nasi uduk, nasi goreng, sama gado-gado nggak ada terserah,"balas Gilang.
"Gado-gado nggak pakai lontong,"jawab Farah dengan singkat seperti masa lajangnya yang sesingkat itu.
"kok gak pakai lontong? Mana kenyang?,"sahut Gilang.
"Diet, biar bisa pakai kebaya kalau pedang pora,"timpal Farah.
"Apalah , nggak usah diet ini udah bagus,"ucap Gilang.
"Bagus apanya sih, ini lemak semua,"Farah menunjukkan lengannya dan pipinya.
"Mbak, Gado-gado original 2,"ucap Gilang kepada pemilik kantin.
Mereka duduk berhadapan, sesekali mereka menjadi pusat perhatian di kantin.
Karena, untuk pertama kalinya Gilang membawa kekasihnya kesini.
"Mau minum apa,?"tanya Gilang.
"Air mineral aja,"jawab Farah yang masih menyendok gado-gado itu.
Gado-gado itu telah ia habiskan, ia langsung meneguk air minerao botol itu hingga isinya menjadi setengah.
"Gimana udah rileks,?"tanya Gilang yang memperhatikan Farah dari tadi.
"Mendingan, yaudah aku bakalan hafal mulai dari besok. Kirimin list nya di chat. Aku mau pulang cepet masih ada urusan,"
"Yaudah, aku anterin yah,"tawar Gilang.
"ihh nggak usah, aku bawa mobil sendiri ,"jawab Farah.
"Aku ikutin di belakang pakai motor,"ucap Gilang.
"Mending kamu lengkapi berkas yang ini, aku bisa pulang sendiri kok,"jawab Farah mengelus tangan Gilang.
"Yaudah, hati-hati yah," mereka sudah menuju ke area parkiran.
"Iya," Farah Salim kepada Gilang tentu saja ia mencium tangan itu untuk menghormati yang lebih tua.
Kini Farah telah meninggalkan area Militer itu, Gilang kembali masuk kedalam ruangan. Tentu saja melanjutkan pekerjaannya.
Ia sudah dinantikan oleh beberapa rekannya yang akan mengajukan berbagai pertanyaan yang membosankan.
"Itu tadi siapa,?"
"Yaelah udah ngeliat dibawa ke komandan, yah calon istri lah,"Gumam Gilang.
"Calon,"jawabnya.
"Cantik , masih muda banget lagi,"sahut salah satu rekannya dalam ruang kerja itu.
Irwan dan Alwan jangan di tanyakan lagi, mereka berdua sudah puas tertawa karena melihat keromantisan sahabatnya itu.
"Orang dari mana tu,?"
"Kerja dimana,?"
"Umur berapa,?"
Sebuah pertanyaan yang dirasa kurang perlu dijawab, namun rekannya tetap mengajukan pertanyaan membosankan itu.
"Sengkang,Nggak kerja,17 tahun,"Gilang sekali dalam menjawab pertanyaan rekannya yang lebih ribet daripada mak-mak comblang.
"Nggak kerja? Kok modelnya kayak orang kantoran gitu pakai jas sama sepatu hak tinggi lagi,"timpal salah satu rekannya.
"Masih sekolah dia, itu pakaiannya kayak gitu karena Magang di tempat penjualan mobil,"ucap Gilang.
"Idih bang Gilang, sukanya sama bocah,"ledek salah satu rekannya.
"Sukanya sama yang seger-seger,"ledek rekannya lagi.
"Cantik bang, bodynya montok kayak gitu tinggi lagi cocok banget jadi pramugari,"ucap salah satu rekannya.
"Cocoknya jadi polwan, itu tinggi orangnya,"
"Udah-udah, dia cocok nya jadi ibu buat anakku nanti,"Gilang mendiamkan perdebatan antara Anggota TNI yang memuji calonnya itu.
"Bang Gilang udah bisa gombal ni yeh,"ledek Salah rekannya.

Early-age Marriage [SUDAH TERBIT]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang