Act 21

192 6 0
                                    

"Claudia bawa snack buat papa," ucap Claudia yang baru dipersilahkan masuk ke ruang kerja ayahnya. Membuat papanya bingung mengapa tiba-tiba anaknya yang durhaka membawakan teh sore. "Claudia bikin tehnya sendiri, sama pie susu oleh-oleh dari bali."

Papa hanya menatapi Claudia, "kamu mau apa bawain papa teh sama cemilan gini?"

Claudia menaruh black tea di cangkir keramik kesukaan mama, lalu menaruh piring berisikan beberapa pie susu. Meski curiga, namun ayahnya tetap merapihkan berkas-berkas di mejanya supaya hidangan sore dari putrinya bisa ditaruh di mejanya.

"Aku nggak mau apa-apa, pa. Emang nggak boleh aku bawain ini untuk papa? Dulu kan aku belum bisa rebus air sebelum ke Amerika, sekarang aku udah bisa masak." Setelah difikir-fikir dulu memang putrinya sangat berbeda dengan yang sekarang. Claudia yang dulu manja, kerjanya minta ini itu, segalanya dikabulkan untuk anak bungsu yang biasa diperlakukan seperti putri raja.

"Thank you, my child."

"Pop," panggil Claudia setelah papanya sudah selesai menikmati teh dan pie susu, papa kembali membaca berkas-berkas menumpuk di mejanya. "Yes, Claudia?" Jawab sang papa tanpa mengalihkan mata dari pekerjaannya.

"Wanna ask you some question."

"Of course you want something," ucap papanya menanggalkan kacamata. Anak bungsunya memang selalu ada maunya jika berbuat baik. Itu salahnya, terlalu memanjakan anaknya dan mengajarkannya trik untuk mendapat simpati orang lain melalui penyuapan kecil seperti teh sore ini.

"Aku nggak minta apapun, pa. Aku cuma mau nanya pertanyaan ke papa kok. Kenapa sih selalu neting sama Claudia?"

Hasyim tertawa mendengar ini, "shoot."

"Pa, kalau mengambil harta warisan orang lain bisa dijerat hukum pidana kan?" Tanya Claudia yang membuat Hasyim terhenyak. Dia tidak menyangka anaknya akan menanyakan pertanyaan hukum, di fikirannya Claudia sedang membujuk untuk meminta sesuatu. "Ya," jawab hasyim singkat karena masih sedikit kalut.

"Kalau misalkan hartanya udah diambil trus udah ilang gimana pa? Misalkan uangnya udah habis terus tanah warisannya udah dijual?" Claudia kembali menyerbu papanya dengan pertanyaan. Dia tidak puas dengan jawaban singkat papanya.

"Bisa dikembalikan cuma sudah sulit kalau masalah tanah, sayang. Paling diganti dengan aset lain, tapi kalau semua hartanya memang sudah habis, ya, mau tidak mau dijerat hukum pidana untuk pelaku."

"Kalau-"

"Kenapa tiba-tiba kamu tanya seperti ini, Claudia?"

Papanya menaruh penanya di atas meja, melipat tangannya dan memfokuskan pandangannya pada sang putri yang bertingkah aneh. Claudia tidak menjawab awalnya, dia berfikir dulu harus menjawab apa. Karena tidak mungkin meletakan nama Bara yang dibenci papanya diatas meja, papanya bisa kesal dan tidak akan membantunya.

"Temen Claudia kasian, warisannya diambil sama saudaranya yang bukan ahli waris, terus hidupnya jadi susah." Ucap Claudia sambil memainkan ujung kausnya, dengan muka yang dibuat semiris mungkin. Tapi tentu saja Hasyim melihat ini sebagai kesempatan, "kasih tau kontak papa aja biar bisa papa bantu selesaikan."

"Dia nggak punya uang pa," kilah Claudia dengan nada sedih, berharap papanya menawarkan diri untuk membantu.

"That's why I told you to work hard and be rich." Tentu saja papanya akan bicara seperti itu, segalanya selalu tentang uang. Bermimpi Claudia jika dia fikir papanya akan membantu Bara.

"Kenapa papa nggak bisa secara ikhlas ngebantu orang sih?"

"What's the benefit for me?"

"Jannah."

Yours TrulyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang