11

2.4K 433 31
                                    

"Sudah sarapan?"

"Yup."

"Makan siang?"

Jaemi menggeleng.

"Kalau begitu tunggu pai yang gosong di dapur ya."

"Sialan." Mereka berdua terkekeh. Jaemi tidak protes sih, sebab meskipun masakan kawannya itu cacat, rasanya akan tetap enak. Waktu kafe ini baru buka dan Hoseok ingin menunjukkan kebolehannya sebagai bukti sertifikat baker yang di dapatkannya dari hasil kursus setahun--sekarang terbingkai aman di dinding kafe--percobaan pertamanya malah gosong dan jadi kisut di beberapa sisi.

Alhasil Jaemi berusaha memakannya demi menghibur kawannya yang hampir menangis, dan malah histeris ketika nyatanya kue-kue cacat itu terasa enak sekali. Dia bersungguh-sungguh memuji sementara tangannya terus mencomot seloyang pie dan cupcake polos sampai membungkusnya untuk dibawa pulang. Hal itu berhasil memberi kecerahan barang sedikit di wajah Hoseok.

Pernah sekali ketika Jaemi masih rajin nongkrong di tempat itu dulu, ia bertanya kenapa Hoseok membuat kafe dan bukannya toko kue. Maksudnya, Just Hobi (nama kafe Hoseok) tidaklah buruk, tapi akan terdengar biasa jika tempat yang menjual kue-kue dan roti (juga kopi) disebut bakery bukan kafe. Kafe hoseok terlalu lengkap untuk disebut 'kafe'. Jawabannya pun sungguh bukan Hoseok sekali, sulit dimengerti kadang, jalan pikiran pria itu untuk usahanya amat serius daripada kepribadiannya yang random.

"Karena kafe itu dinamis. Aku ingin sering bertemu orang, melihat kemajuan mereka, belajar ekspresi mereka secara langsung ketika menikmati hasil kerjaku. Bukan hanya datang seperti, 'aku mau itu, ini uangnya, ya ya terimakasih' lalu pergi begitu saja. Entah kembali atau tidak. Membosankan. Makanya aku menambahkan meja dan kursi. Seperti.. kau bisa lihat Starbucks." Pria itu bicara sambil sok membaca majalah kopi, lalu Jaemi melempar lap meja ke wajahnya.

Perihal kerja paruh waktunya, Jaemi belum memberi tahu Sohee sama sekali. Nampaknya anak itu juga sedang sibuk sebab terakhir kali isi pecakapan mereka adalah tengah malam kemarin ketika Sohee mengirim copy-paste papa jokes yang banyak dalam satu bubble chat, yang tentu sama sekali tak Jaemi baca. Anak itu kerap mengirim hal-hal menggelikan pada tengah malam. Sohee memutuskan--bahwa karena ruang percakapan mereka sangat kosong dan sepi, dia menjadikannya sebagai 'draft praktis'. Berbagai hal sering dikirimnya, seperti tempo hari dia tak bisa tidur, paginya Jaemi mendapati lima puluh lebih kiriman voice notes dari gadis norak itu, notabene isinya hanya nyanyian kelewat false.

"Ujian sudah berakhir?" Hoseok bersuara lagi. Pekerjaannya menghitung uang receh hampir selesai.

Jaemi menghempaskan diri di salah satu bangku, mengangguk. "Ya. Aku melakukannya dengan ba..ik sekali."

"Kenapa nadanya begitu?"

"Karena nyatanya tidak sama sekali. Aku stres, sekarang aku ingin mencoba melupakannya."

Hoseok tergelak. "Baguslah. Kutunggu kau menyerah lalu kita bisa hidup bahagia tanpa gelar sarjana."

"Tidak akan."

Tidak lama kemudian, Hoseok terdengar berbicara pelan. "Jaejae, aku sangat bersyukur ada kau yang membantuku. Kalau hari itu kau tidak menghubungiku, aku hampir mengira kau benar-benar akan menghilang lagi."

Jaemi tersenyum simpul. Hoseok selalu manis seperti ini. Mengherankan jika tidak ada wanita yang tidak terkena serangan jantung karenanya, Jaemi mengakui itu kendati ia sudah terbiasa. "Kau norak."

Hoseok meringis. "Dasar kejam." Sedang Jaemi menyeringai geli sampai pria itu bicara lagi, "Begini, orangtuaku di Gwangju merindukanku. Sepertinya aku harus pulang beberapa hari."

"Baiklah. Lalu?"

"Ah, aku harus memenuhi target laba di hari aku berangkat. Jadi kurasa nanti kau akan buka kafe sendirian tiga-empat hari saja."

"Begitu? Bagaimana dengan kue-kuenya?"

"Ah soal itu, akan kubuat dini hari."

"Kau yakin memercayakan ini padaku?"

"Aku harap bisa. Gajimu kutambah." Hoseok menatapnya berharap.

Jaemi menghela nafas, menarik sudut bibirnya. "Baiklah akan kulakukan." Lalu terdengar sorakan kecil dari tempat Hoseok berada.

Gadis itu baru meletakkan kepalanya di meja saat ponselnya bergetar. Ah anak ini masih hidup. Ia membuka pesan dari Sohee, menaikkan sebelah alisnya.

Oi, aku mencari kemana-mana . Tadi ada cowok ganteng menanyakanmu. Sialan, aku juga ingin jimatmu.

Memikirkan segala kemungkinan, Jaemi tersenyum tipis.

Aku sedang tidak ada kelas, sekarang kerja paruh waktu. Pria mana lagi yang mencariku?

Jaemi yakin sekali Sohee sedang mengumpat sekarang.

Kerja paruh waktu? Apa-apaan?

Yeah, sudah dua minggu. Siapa yang mencariku?

Setan kecil. Beraninya kau tidak mengatakannya padaku?

Maaf, tapi kukira itu tidak penting. Serius, siapa yang mencariku?

Lupakan. Aku marah padamu.

Jaemi mendengus. Apa sih, cewek ini? Tidak peduli lagi, Jaemi meletakkan ponselnya di meja. Ia cukup mengetahui bahwa sahabatnya itu kini juga sibuk kuliah. Melihat Hoseok yang sudah menghilang dari balik kasir--mungkin tengah mengangkat kue, ia kembali merebahkan kepala. Sebagian jendela ditutup separuh. Di siang seperti ini kafe biasanya sepi, hanya ramai di pagi hari dan sore sampai malam, memberi waktu siang hari untuk Hoseok menyelesaikan berbagai hidangan manis dan waktu istirahat bagi Jaemi.

Tapi sembari asik menikmati diri di bawah AC, netranya menangkap sosok pria yang melambai dari seberang jalan. Berada di luar pada siang hari malah membuatnya jauh lebih bersinar dari biasanya. Setelah lama heran akan hal yang tak terjawab oleh Sohee, kini ia tak perlu bertanya lagi.

Memastikan jalanan aman dan menyeberang, rambut cokelatnya seperti semak perunggu ketika bermandikan cahaya matahari. Lagi-lagi mereka bertemu. Takdir macam apa? Sohee dan sisa mahasiswi lain akan sangat mengharapkan hal seperti ini, bukan?

Park Jimin menemukan kafenya dengan sangat baik. Padahal Jaemi tidak pernah menyebut tempat ini secara spesifik. Ia harap mendapat tamu ketimbang pelanggan tidak masalah bagi Hoseok.

###


note:
Gimana cover barunya?

Wah susah payah nyari foto yang pas untuk cover work ini. Malah dulu sempat mau ganti main lead di seluruh cerita karena susah nyari foto yang pas.

!!!vote and comment NEEDED!!!

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang