28

1.2K 229 27
                                    

"Hoseok, aku sedang bersama seseorang. Ada hal lain?"

Untuk yang kedua kali, Hoseok menghela nafas berat. Matanya kembali tertuju pada satu tempat di ujung jalan sementara satu tangannya memegang ponsel di telinga. Ia berada di tengah kegiatan shopping mingguannya--tadinya. Kantung-kantung belanja berbaris, berisikan dari yang empuk sampai keras, yang berbau sampai yang wangi. Pria itu tengah bersenandung ria, mengecek kelengkapan hasil berburunya dan bermaksud duduk-duduk istirahat di bangku sisi jalan sebelum matanya menangkap punggung seseorang yang familiar.

Pria bermarga Jeon, tetangga Jaemi yang baru-baru ini berkenalan dengannya terlihat berdiri di sudut trotoar, puluhan meter jauhnya. Mengenakan celana panjang dan hoodie hitam, tidak menutupi kepalanya sehingga Hoseok mengenalinya. Pria tersebut diam di tempat, memandangi jalan selama kurang lebih hampir dua puluh menit. Di tempat itu kendaraan cukup lenggang dan cenderung ngebut, hari kerja, siang hari dimana orang-orang menyibukkan diri di dalam kantor dan ruang rapat daripada jalan-jalan di sekitar Myeongdong untuk belanja. Hoseok sedang menelepon Jaemi dalam urusan pekerjaan, namun yang tengah ia saksikan saat ini terasa cukup aneh.

"Baiklah," Hoseok melirik ke tempat tadi lagi. Jungkook masih nampak tidak akan bergerak dari tempatnya. "Besok saja kita bicarakan."

Menutup telepon, Hoseok kembali mendekap kantung-kantung belanjaannya dan berdiri. Ia sudah setengah jalan menghampiri Jungkook, ingin sekedar menyapa mungkin. Namun tiba-tiba pria tersebut menyebrang--lebih tepatnya menerjang jalan raya seolah tengah mengejar sesuatu. Hal itu membuatnya terhenti seketika. Pemandangan selanjutnya juga sukses membuat pemuda Jung tersebut terperangah. Karena tepat di detik Jungkook menghilang, sebuah pick up dan picanto dari sisi berlawanan bertemu, menciptakan suara tubrukan yang keras dan serpihan kaca berhamburan di jalan.

Nafas tertahan, wajah mengeras, orang-orang dari toko ikut keluar. Suara teriakan panik bersahutan saat cairan merah pekat mengalir di jalanan yang membeku. Lalu lintas yang sepi tersebut ikut terhenti. Di samping itu, Hoseok dengan mata membelalak menangkap sosok yang keluar dari jorokan di seberang jalan, tertatih dan babak belur. Jeon Jungkook dengan cepat menghilang dari tempat kejadian, dan Hoseok tidak bergerak selain menjatuhkan tas-tas belanjanya.

***

Menjelaskan adalah suatu kata yang rancu untuk sebuah penyelesaian. Jika ada hal yang tidak mengerti, manusia kerap meminta penjelasan. Jika penjelasan tersebut belum cukup mencerahkan, akan ada perumpamaan yang memudahkan. Jimin agaknya tidak mahir, tidak mengerti harus memulai darimana. Sejauh ini, (kendati punya darah setengah suci) insting manusianya tidak menyangkal kata-kata dari mulutnya. Namun kenapa Jaemi masih terlihat tidak puas?

Ia membenarkan posisi tubuh. Menunggu Jaemi menutup telepon dengan sabar, dan kembali tersenyum untuk kembali memulai percakapan mereka.

"Maaf, itu Hoseok," Jaemi diam sejenak. Kedua tangannya meraih segelas air di meja dan meneguknya sekali sebelum melanjutkan, "Kau tahu aku tidak akan memercayaimu begitu saja, bukan?"

Senyum Jimin memudar, tapi pemuda itu mengangguk. "Aku tahu. Tapi kau harus mendengarkan aku dan mencoba percaya."

"Jimin, kau mengatakan Jungkook bukanlah manusia biasa dan aku bisa berada dalam bahaya jika bersamanya. Maksudmu, kita ada di dalam novel fantasi? Film? Video game, begitu?"

"Jaemi, ini hal yang rumit untuk dimengerti manusia--"

"Lalu kau itu apa?" Jaemi memandang lurus. Gadis itu mengepalkan tangan dan berusaha mengusir banyak ketidakselarasan logis di dalam dirinya. Tiba-tiba teringat tumpukan buku di rumah Jungkook dan sedikit riset yang dilakukannya. "Kalau aku manusia dan Jungkook monster, lalu kau apa? Bagaimana bisa kau mengatakan semua ini?"

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang