36

841 109 49
                                    

Hal pertama yang dirasakan Hoseok ketika membungkuk, menaruh sebuah ember besar di meja kerjanya, adalah rasa ngilu luar biasa di tulang belakang yang menjalar ke tengkuknya.

"Astaga, apa aku sudah setua ini?" gumamnya, mengusap tengkuknya.

Pemuda itu bangkit dan memindahkan sisa barang-barang dari mejanya ke pojok ruangan. Udara seketika begitu dingin, membuatnya mengusap-usap lengannya sambil meringis. Tetes air hujan dari atap yang bocor sudah mulai jatuh deras ke dalam ember. Ia menghela nafas lega. Setidaknya tidak begitu terlambat. Sekarang ia harus kembali ke meja kasir dan menyelesaikan pekerjaannya yang tertinggal.

Namun ketika tangannya menyentuh gagang pintu, Hoseok terkejut akan betapa dinginnya permukaan logam itu. Karena udara? Ah, hal biasa. Tangannya kembali bergerak berusaha membuka pintu, namun engsel tersebut malah terasa semakin keras. Seakan membeku. Hoseok ingat, ia belum menguncinya. Ia masih bisa merasakan gemerincing kunci di saku celananya. Ini menjadi semakin aneh ketika Hoseok lama-lama merasa sama sekali tidak berdaya untuk membukanya. Jantungnya mulai berdegup kencang, bulir keringat dingin mengalir di dahinya. Kegelisahan telah melanda. Hoseok bukannya memiliki phobia akan hal seperti ini, meski ia tahu bahwa dirinya super penakut. Hanya saja perasaan aneh yang dibawa situasi ini memenuhi pikirannya.

Guntur dengan hujan deras disertai udara dingin terus menyerang kesadarannya. Dan Jaemi, tak kunjung membantunya meski ia sudah berteriak-teriak putus asa dari dalam ruangan itu. Hoseok mundur perlahan, memandangi pintu dan ruangan kerja yang terlihat semakin besar saja seakan bisa menelannya. Apa yang sebenarnya sedang terjadi?

***

Hal pertama yang Jungkook ingin lakukan ketika melihat sebuah bangunan kafe yang berdiri seratus meter di depannya adalah; terbang. Ini tidak dalam kiasan atau majemuk. Ia benar-benar nyaris mengoyakkan pakaian untuk membuka sayapnya dan menerjang kesana, sebelum sebuah suara menghentikannya.

"Simpan kekuatanmu. Tempat itu masih diselubungi hujan deras. Juga ada banyak manusia di sekitar sana," suara seorang pria asing bergema di telinganya, membuat kepalanya sedikit berdenyut. "Ups, maaf. Jiminie yang membuka jalur komunikasi ini. Aku Seokjin, kalau kau lupa, kita ketemu tadi."

"Seokjin?" Jungkook menyahut komunikasi ghaib yang membuatnya seakan menggunakan earphone tak kasat mata.

Seokjin kembali berdeham. "Dengar! Berdasarkan kalkulasiku, ada puluhan sampai ratusan Roh Jahat yang akan menghalangimu untuk sampai di sana. Kabar baiknya, tidak ada makhluk Dunia Bawah. Jika staminamu di bawah rata-rata, aku sarankan hentikan kakimu yang cepat itu dan tunggu sampai Park Jimin datang!"

Jeon Jungkook menggeleng seakan Seokjin dapat melihatnya. "Tidak akan. Sekarang, akulah monsternya."

"Sudah kuduga." Diam-diam, Seokjin tersenyum kecil. Bukannya nephilim itu tidak mengenal Jungkook. Ia telah mendengar kisah pria malang itu sejak lama. Dulu, sewaktu Park Jimin yang dulunya bandel itu sering menghilang, Seokjin lah yang mencarinya. Hingga ia menemukan alasan mengapa Park Jimin yang masih naif itu sulit sekali dicari. Dia mengasuh anak kecil! Di tengah hutan, di wilayah sebuah kota yang bernama Busan. Meski kemudian Jimin tidak lagi diam-diam mengunjunginya, kini anak itu muncul di hadapan mereka. Jeon Jungkook yang telah dewasa. Tentu saja Seokjin telah mengetahui semuanya. "Baiklah, sekarang usap anting-antingmu!" Seokjin memerintah, lalu bersuara dengan agak rendah. "Kau bisa menari sekarang, Monster."

Jungkook melakukan seperti yang diinstruksikan Seokjin. Setelah membuat dirinya 'menghilang'--dari pandangan manusia, tentu saja--ia melompat tinggi seakan mengetahui posisi Roh Jahat yang akan muncul menyerangnya. Tubuh manusia sejatinya memang begitu wangi, dan mereka menyukainya. Namun pernahkah membayangkan darah Azazel, makhluk selestial, mengalir bebas di bawah kulit seorang Jeon Jungkook? Tentu saja, para roh jahat ini akan menggila.

"Astaga, kenapa mereka banyak sekali?" Seokjin tidak bisa menahan komentar-komentar yang keluar dari mulutnya, seakan dialah yang tengah bertarung.

Sedangkan Jungkook, tak mengeluarkan kalimat apapun selain suara pertarungannya yang pasti akan langsung meremukkan tubuh manusia biasa. Pria itu melompat tinggi dan mendarat di beberapa tempat tak lazim sambil cekatan merobek makhluk-makhluk mengerikan mirip dementor itu menggunakan sebuah benda tajam dibalik telapak tangannya. Ia nyaris melibas apapun yang berusaha mendekatinya. Jika seorang manusia dapat menyaksikan ini, dapat dipastikan gendang telinganya akan menderita ketika mendengar lolongan tiap roh jahat yang dihabisi oleh Jungkook. Pernahkah kalian mendengar suara ketel yang panas di atas kompor? Lolongan mereka berkali-kali lebih nyaring dan menyedihkan.

Kemampuan penerawangan Seokjin bekerja bagaikan cctv. Sebenarnya, setiap nephilim memiliki keahliannya masing-masing sejak dilahirkan, sebagai berkah akan darah separuh malaikat yang mengalir di tubuhnya. Seokjin memiliki kemampuan navigasi yang hebat, serta menjalin komunikasi dan penglihatan yang sulit ditandingi--entah apa sebutannya dalam dunia mereka, pokoknya seperti itulah Seokjin. Pria ini ibarat hacker andalannya nephilim, meski agak nyeleneh di waktu-waktu yang tidak tepat. Ada juga nephilim yang memiliki kemampuan menciptakan senjata untuk melawan roh jahat atau makhluk dunia bawah, menumbuhkan tumbuhan, atau bahkan nephilim paling lemah yang hanya membereskan sisa pertarungan ghaib.

Sebagai informasi tambahan mengenai pertanyaan besar seperti, keturunan malaikat manakah Seokjin? Ah ya, nephilim bisa beranak-pinak. Nephilim seperti Jimin dan Taehyung pada dasarnya adalah nephilim murni, keturunan langsung dari malaikat. Itu menjelaskan kekuatan mereka yang luar biasa. Sedangkan Nephilim seperti Seokjin dan ratusan lainnya adalah hasil dari keturunan-keturunan nephilim lain yang memutuskan untuk kawin dengan sesama nephilim atau dengan manusia.

Detik terus berjalan, sementara Seokjin dengan tenaga fananya mulai mengeluarkan nafas menderu. Ia menggeleng heran. Anak yang tengah ia pandu ini, bergerak dengan insting yang luar biasa. Jungkook melibas secara vertikal dua roh jahat yang menukik dari sisi kanannya menggunakan benda hitam yang nampak seperti bilah pedang, sementara dalam sepersekian detik tangan kirinya menangkap tepat di bagian kepala roh jahat yang menukik dari belakangnya sebelum meremasnya hancur menjadi abu. Jungkook benar-benar gila. Daripada terlihat seperti Van Helsing atau malaikat maut, ia memang nampak seperti monster. Seokjin berpikir, dengan modal kekhawatiran sebesar apakah yang dapat membuat Jeon Jungkook menjadi seperti ini? Rasa sakit seperti apa yang bisa mengubah anak manusia menjadi sosok yang sekarang berdiri di tengah medan perang  dengan tubuh nyaris dikoyak setan?

"Jungkook, lihat! Mereka tidak lagi bersikeras mengejarmu," suara Seokjin terdengar lagi. Sesaat, Jungkook terhenti. Ia menyadari hal itu sesaat, beberapa roh jahat merangkak menjauh sementara sisanya yang sudah kepalang maju menerjang tak luput dari pedangnya. Sedikit aneh, memang, sementara cuaca gelap dan ekstrim ini tak juga hilang. Namun Jungkook tak lagi mengambil pusing.

Setelah melawan Roh Jahat yang tak terhitung jumlahnya, Jungkook menatap tajam pintu bangunan tujuannya yang tinggal lima langkah lagi. Tirai dibalik dinding kaca besar yang melindungi kafe Hoseok telah jatuh menutup pandangan ke dalam. Udara semakin berat menyesakkan, hujan terus turun tanpa ampun meninju tubuhnya yang kuyup. Kakinya melangkah berat menggapai pintu kaca. Kepalanya mempersiapkan diri terhadap segala kemungkinan buruk yang terjadi di dalam sana.

Tangannya menggapai gaganh besi di pintu kaca. Rasa dingin yang tidak biasa menjalar seketika, sedikit menyakitkan. Hal paling janggal tengah terjadi di balik pintu ini. Dengan amarah dan takut, Jungkook menghantam gagang besi itu yang semerta-merta membuat pintu kaca pecah berkeping-keping. Ia sempat mendengar teriakan Seokjin yang melarangnya, namun ia tak lagi peduli. Nafasnya tertahan, detak jantungnya seperti tak lagi ditopang.

Kedua mata Go Jaemi yang terbalik menatapnya nyalang, mulutnya terbuka seakan ingin berteriak namun tak ada suara yang bisa keluar. Sementara tubuhnya, melayang di udara dengan sulur-sulur basah seperti lintah raksasa bergerak menggerayanginya. Sulur-sulur itu berukuran acak, namun yang paling tebal melekat di tanah dan muncul di balik tubuh Jaemi, mencuat sebuah kepala dengan ukiran senyum seringai.

"Datang? Dia datang! Datang!" Kikik makhluk itu geli, kepalanya bergerak-gerak senang. "Ini enak sekali, kau harus mencobanya!"

***

Note:

Hey masih ada yang baca cerita ini toh?

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Jul 17, 2021 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang