35

1.4K 139 23
                                    

Suara keretak dari mesin kasir mendadak berhenti. Sebuah helaan nafas berat terdengar setelahnya.

"Tidak baik nih. Kalau kubandingkan, penjualan mendadak turun sejak awal musim dingin ini terjadi karena libur kuliahan. Haruskah kita bikin semacam promo musim dingin?" keluh Hoseok sambil cemberut, berkacak pinggang di tempatnya.

"Memang siapa yang mau keluar rumah kalau cuaca begini? Lihat di luar, bukannya hujan salju malah hujan air. Lebih dingin dari apapun," sahut Jaemi menghapus peluh, baru selesai menyapu seluruh bagian kafe.

"Hujan duit, kek!"

Jaemi terkikik mendengar gerutu Hoseok. Kalau sedang badmood begitu, suara melasnya lucu sekali. Memang hari ini, pelanggan terakhir baru saja keluar tepat sebelum hujan mulai mengguyur tempat mereka sekitar satu jam yang lalu. Belakangan ini cuaca semakin jelek. Hujan salju yang di nantikan tentu saja belum datang, tapi dinginnya tetap menusuk tulang. Hujan air padahal mulai jarang turun ketika memasuki musim dingin. Tapi hari ini, hujan kembali turun seperti musim gugur kemarin. Itu berarti, gadis itu harus ekstra hati-hati jika nanti jalanan seketika berubah menjadi tempat ice skating.

Suara guntur menyentaknya dari lamunan, nyaris menjatuhkan gagang sapu yang dipegangnya. Jaemi melihat keluar jendela kaca Just Hobi dan menghela nafas juga. Sepertinya hujan seperti ini bakal sangat deras dan lama.

"Duh, lupa!" pekik Hoseok mengejutkannya.

"Lupa apaan?"

Hoseok buru-buru melepas celemek kafenya dan menggulung tangan panjang kemejanya. "Aku baru ingat musim kemarin, ada bocor baru di dekat meja kerjaku. Harus melihatnya segera!"

Jaemi mengerutkan kening dalam memproses kalimat Hoseok sementara pemuda itu segera menghilang dibalik pintu ruang kerjanya sambil berceloteh menyebalkan, "Dingin dingin.. lebih dingin dari mukanya Jaemi."

Bocor? Atap? Gadis itu menggeleng. Ia lalu melihat gagang sapunya dan alat mengepel yang sudah siap di sudut ruangan dekat kamar mandi. Sudah kuduga, alasan! Dalam hati menggerutu karena seingatnya tadi siang, Hoseok yang masih riang berkata kalau ia yang nanti akan mengepel lantai. Sekarang omongan itu hanya dusta belaka.

Mau tidak mau, Jaemi akhirnya menarik ember beserta pel yang menunggunya. Ia mulai mengepel seluruh lantai kafe yang sepi dan mengutuk Hoseok dalam hati. Musik yang mengalun dari speaker yang dipasang di sudut-sudut atas teredam oleh suara hujan yang memukul keras atap Just Hobi sampai terdengar nyaris runtuh. Namun hujan deras tidak menutup denting keras dari bel di meja kasir. Seseorang telah memukulnya hingga berbunyi, dan Jaemi segera menoleh.

"Selamat datang.."

"Ah, ya," sapa orang itu. Sejak kapan dia masuk? Terlihat seperti seseorang yang tubuhnya sangat tinggi. Air hujan menetes ke lantai dari ujung gaun tidur selutut dan rambut panjangnya yang terurai kuyup dan kusut. Penampilan yang aneh. Sosok wanita itu berdiri kikuk di dekat pintu masuk, awalnya menatap nyalang dan tersenyum lebar memperlihatkan geliginya yang tidak rata. Jaemi tidak dapat melihat jelas rupa wanita tersebut, namun ia dapat melihat gerakannya mengeratkan jaket parasut yang sobek di sana-sini sebelum berkata serak, "Bolehkah.. aku berteduh di sini?"

"Tentu saja, silahkan duduk," kata Jaemi dengan sopan, buru-buru menyiapkan sebuah kursi dari salah satu meja terdekat dengan wanita itu. Meski agak menyebalkan melihat tetes air yang terus merembes dari wanita itu sementara lantainya baru saja dipel, Jaemi menahannya. Yang mengganggunya sekarang adalah bau aneh yang seketika menyeruak di ruangan tersebut. Seperti campuran antara daging busuk yang lama di simpan dalam kulkas dan hangus ujung korek api. Bau yang mengingatkannya dengan saat itu, ketika ia bertemu Jungkook yang menenteng plastik sampahnya keluar. Saat bertemu dengannya, Jungkook mengurungkan niatnya dan malah kembali ke dalam apartemen.

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang