31

1.1K 184 31
                                    

"Kau tahu keahlian iblis?"
"Menjadi jahat?"
Ia tertawa.
"Itu hanya sifat yang merugikan."
"Lalu apa?"
Ia menyipit, tersenyum kecut.
"Iblis itu pandai berbohong. Mereka spesialis dalam hal itu."

***

Gadis itu sudah bersiap mengetuk. Bahkan ia menahan nafas tatkala tangannya mengambang di udara. Hanya saja, sesuatu kembali menghentikannya.

Bagaimana jika Jungkook terlalu takut untuk keluar? Apa dia masih sanggup menampakkan wajahnya?

Jaemi tidak bisa memikirkan banyak hal. Seakan sejak menyaksikan dan mendengar kembali hal yang tidak lazim beberapa hari lalu baginya telah menyerap seluruh daya pikir maupun tenaganya. Mungkin Jungkook jauh lebih kacau. Jaemi tahu pria itu sudah kembali dua hari setelah pergi menghilang di udara. Namun Jaemi tak bisa menghilangkan rasa cemas yang menghampiri, makin hari semakin menjadi.

Tidak. Jaemi seratus persen yakin, Jeon Jungkook tidak pernah ingin melukai siapapun.

"Jungkook..," ia mengetuk pintu dan mendekatkan wajahnya. "Jung, aku memasak terlalu banyak hari ini. Ayo datanglah makan bersama."

Tidak ada jawaban. Tidak ada suara. Mungkinkah Jungkook tidak ada di dalam?

"Atau jika kau mau, aku bisa membawakannya--"

Pintu tertarik kedalam, membuka. Wajah pucat yang memiliki bola mata rusa mengintip ragu.

Jaemi menghela nafas lega, "Jungkook."

***

Pria itu hanya diam sejak melangkah masuk melewati pintu apartemen Jaemi hingga duduk di meja makan kecilnya. Jungkook bahkan tidak mengenakan sandal dari rumahnya. Jaemi meringis ngeri mengingat hawa dingin yang mulai merambat lekat di lantai apartemen.

"Ayo makanlah. Tenang saja, aku tidak menabur racun maupun benih cinta di dalamnya," Jaemi berusaha mencairkan suasana sembari meletakkan semangkuk nasi di hadapan Jungkook, bersanding dengan sup ayam gingseng yang masih hangat.

Tampaknya lelucon Jaemi tidak berhasil. Ia bermaksud mengulangi cara jahil Jungkook kemarin-kemarin, dan malah membuat udara semakin aneh mencekik. Seharusnya gadis itu tahu ia tak cocok jadi komedian.

"Ada yang harus kukatakan padamu," adalah kalimat pertama yang terlontar dari Jungkook.

"Tidak ada yang harus kau katakan padaku," Jaemi membalas. Bukannya gadis itu sedang menerapkan table manner untuk tidak berbicara di meja makan, tapi ada sedikit gelitik insting yang menandakan apapun yang ingin dikatakan Jungkook bukanlah hal baik. Ia merasa tak ingin menghadapinya sehingga terpaksa membuat diri terlihat egois. "Setidaknya tidak sekarang, Jung. Aku sudah cukup mengetahui. Dan aku hanya ingin melihat dirimu makan masakanku sekarang."

Jungkook tidak menjawab, tapi dia kemudian mulai makan dalam diam. Hanya ada suara sendok yang beradu dengan permukaan mangkuk dan suara kunyahan Jungkook. Pemandangan itu perlahan membuat hati Jaemi sejenak damai. Jungkook sudah di sini, meski saat itu nampak kesakitan, setidaknya sekarang lebih baik.

"Kenapa kau memandangiku terus begitu? Kau harusnya ikut makan," Jungkook berkata di sela-sela suapan terakhir.

"Melihatmu, aku sudah kenyang." Jaemi memainkan jemarinya di atas meja. Ada keinginan untuk menggaruk tengkuk, tapi ia menahannya. Tidak ada yang perlu disembunyikan sekarang. Ia pun kembali bersuara, "Apa kau tahu betapa aku mengkhawatirkanmu?"

"Begitukah?"

"Begitukah?" Jaemi mengulang jengkel. "Hei bodoh, aku takut kau tidak akan kembali."

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang