20

2.1K 382 53
                                    

"Memang kau orang mana?"

Suara Hoseok menghentikan gerakan tangan Jaemi yang nyaris memasukkan potongan kue beras pedas ke mulut. Setelah saling memperkenalkan diri, tenggelam dalam percakapan yang ajaibnya tidak begitu membosankan. Bagus, sekali-kali rumahnya memiliki ragam karbondioksida. Hoseok berisik dan menjengkelkan, ya--tapi alih-alih menghentikannya, Jaemi sedikit banyak penasaran. Dia juga tidak banyak mengetahui soal Jeon Jungkook, si tampan yang telah banyak membantunya. Ia tidak pintar menginterogasi, kendati Jungkook selama ini orangnya cukup bersahabat. Di samping itu, jauh di dalam hatinya, gadis itu merasakan gelegak semangat ketika rumahnya seketika ramai.

Untunglah Jungkook nampak tidak terganggu sama sekali. Binar matanya entah bagaimana terus terukir manis seperti bocah kecil pemalu, kendati sejak tadi nada Hoseok terdengar hiperbola.

"Aku dari Busan," jawab Jungkook akhirnya. Entah apa salah lihat, Hoseok menangkap gerakan maniknya yang begitu cepat, sekilas, melirik pada Jaemi. Gadis itu merespon berbeda--membelalak kemudian kembali seperti semula seakan tidak peduli, mungkin karena dia juga dari Busan, atau ada alasan lain. Hoseok jarang sekali menemukan wujud ketertarikan seorang Jaemi akan banyak hal, terutama pria, kecuali Chris Massoglia muda di The Vampire Assistant. "Setelah itu aku berpindah-pindah dari kota ke kota lain. Urusan pekerjaan."

Hoseok mengangguk-angguk seakan cukup puas dengan itu. "Begitu, ya," katanya, kembali mendelik skeptis pada Jaemi. "Nah Jaejae, tolong jangan mati tersedak dihadapanku."

Jaemi memutar bolamata. Memang sejak tadi tangannya terus menyumpalkan banyak hal ke mulut. "Bukankah kau memang membawakan semua untuk aku?"

"Ya, ya. Tentu saja. Aku tidak bawa apa-apa dari Gwangju."

"Tidak perlu." Tangan Jaemi terulur untuk meraih gelas air putih di meja, namun didahului tangan Jungkook yang memberinya disertai tatapan geli. Pasti Jaemi sekarang terlihat seperti orang yang tidak pernah makan enak. Apa yang diharapkan pada menu sehari-hari mahasiswi yang tinggal sendirian? "Aku merasa belum melakukan tiga hari belakangan dengan baik di kafe, lalu kau balik cepat. Super keteteran. Bagaimana kau melakukan itu selama ini?"

Leher Hoseok mendadak memanjang bangga karena pujian yang jarang dilontarkan gadis itu. Tangannya bergerak mengusap telinga, tubuhnya bersandar santai sambil berkata, "Heh, begitulah aku. Pekerja keras."

"Hebat. Aku mau mengecek Yoonseok dulu." Jaemi tiba-tiba bangkit dari duduknya, melangkah dari tempat mereka dan menghilang di balik pintu kamarnya.

Serius. Jaemi tahu benar ini bakalan tidak sopan. Meninggalkan dua tamu yang sama-sama tidak mengenal dengan baik. Jaemi tidak mengharapkan mereka akan langsung akrab dan berpelukan plus cipika-cipiki atau apa, tapi Yoonseok itu suka ketakutan tidur sendirian di kamar. Fakta yang baru Jaemi ketahui sejak malam pertamanya di sini, Yoonseok tidak mau melepas pelukannya sambil mengigau semalaman. Gadis itu mencelos. Yoonseok nyaris mirip dirinya dulu, umur sepuluh tahun. Bedanya cuma anak ini jauh lebih kecil, sebutannya balita. Lalu bagaimana jika Ibu sedang pergi selama ini? Siapa yang bertugas memeluk dan menggenggam tangannya?

"Nah, Jung. Jadi kau tinggal di sisi mana?"

Kelopak Jungkook itu, kembali membesar seakan itu kebiasaannya. Menyebalkan bagi Hoseok, cowok-cowok seperti ini pasti menggoda dengan keimutan yang dibuat-buat. Tapi bagaimana, ya, Hoseok pun mengakui kalau pria di hadapannya ini memang menarik. Yang menjadi masalah di kepalanya sekaligus tengah berusaha dikorek saat ini hanya; bagaimana bisa pria ini asik nongkrong di rumah Jaemi malam-malam? Hoseok, kawannya sejak lama, bahkan harus melalui banyak penolakan bertamu meski di siang hari, kecuali datang tiba-tiba begini.

"Pintu kami berseberangan."

"Apa?"

"Apanya yang apa?"

InvolvedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang