Epilog: Winter Magic

2.6K 464 61
                                    

If love is a magic,
you are my only real magician.

|

❤🌞🍉

E p i l o g

|


Seoul
Musim Dingin, Desember 2019

Aku pernah belajar satu hal. Mencintai itu seperti membaca buku.

Saat dibaca ada yang menyenangkan, memusingkan, membosankan, mengesalkan, menyedihkan. Bahkan ada yang tak sanggup kau baca sampai halaman terakhir dengan alasan tertentu.

Takut waktu terbuang sia-sia, terlalu bosan, tidak ada waktu, termasuk takut dengan akhir ceritanya.

Tapi, tahu tidak? Aku mempelajarinya dari satu orang. Seseorang yang sangat kukagumi. Dia membuatku sadar jika aku tak pernah menyelesaikannya, kelak aku pun hanya akan bernapas dalam bayangan.

Kalau kita hanya menilai dari permulaan, kita tidak akan tahu bagaimana alur sampai akhir dari kisah tersebut. Sama seperti cinta. Jika tidak dicoba, takkan pernah tahu bagaimana rasanya.

Mereka bilang, 'Buku yang tidak pernah tersentuh olehmu, takkan bisa menyentuh hatimu.' Itu juga berlaku untuk cinta.

Jika kau tak mau belajar membuka hati agar cinta dapat menelusup ke dalamnya, maka takkan ada yang bisa menggoyahkan.

Sebab pada akhirnya, pengalaman itu akan mengurasmu dalam bayang-bayang yang dibungkus dalam frasa atau pemikiran; 'bagaimana', 'jika', atau 'seandainya'.

Pada akhirnya, kita tidak akan tahu kriteria buku terbaik kita. Kita tidak akan tahu kriteria cinta yang kita dambakan.

Dan... Bukankah itu sama saja kita telah menyia-nyiakan waktu?

Waktu tidak akan menunggu siapapun.

Waktu itu tidak hanya berputar di sekitarmu. Jangan menyesal kelak karena kehabisan waktu.

"Summer f.m bersama Irene Bernice akan segera kembali. Silahkan menikmati TIME dari Saltnpaper."


|
○○○
|

Melangkahkan kaki dengan earphone pada telinga dan dua tangan yang disematkan ke dalam saku, Vante mengitari taman kota sekitar museum galeri seni. Sesekali ia melirik ponsel dengan gundah.

| 2019/12/31 ■■■■■ 12.09 KST |

Jadi begini, kekasihnya selama 1 hari penuh tidak membalas pesan. Sama sekali. Bahkan tidak dibaca. Wow. Vante jadi ingin meringis rewel karena sangat kebosanan. Tapi dia harus mengerti karena Irene sibuk.

Natal sudah lewat 6 hari yang lalu. Dan ia merayakannya ulang tahunnya sendiri. Okay. Ini terdengar sedih. Vante jadi kelihatan seperti pria lajang menyedihkan yang hanya mampu dibelai oleh angin dingin.

Dan hell, anginnya benar-benar dingin hari ini. Dingin yang menusuk.

Sial. Kasihan sekali aku ini, rutuknya dalam hati.

Setelah TIME berhenti pada durasinya, Vante mencopot earphone pada ipod merah berstiker kelinci tersebut, lalu berjalan masuk ke dalam museum galeri seni miliknya.

Entah sejak kapan ia menaruh hati pada lukisan. Yang pasti, saking banyaknya koleksi lukisan yang ia miliki dan ia lukis sendiri, ia jadi membuka museum galeri seni kecil-kecilanㅡyang lantai dua merupakan coffee shop, miliknya juga.

✔ Summer Flavor | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang