15: Rasanya Jadi Pecundang

1.9K 476 45
                                    



Being considerate and losers, sometimes, those two are too close to be identified.


|

  ❤🌞🍉

L i m a
b e l a s

|





Vante dan Dean membereskan ruang tamu yang akan dijadikan tempat mereka tidur malam ini. Jennie dan Irene tidur di kamar. Mau tak mau, kedua pemuda ini harus rela berbagi matras dan selimut.

"Yeay!" Dean berseru begitu berbaring.

"Wow! Ternyata kau bisa tersenyum juga?" tukas Vante.

Dean mendelik, "selama bukan untukmu."

"Trims. Kalau iya, aku pasti muntah."

Vante hanya tersenyum menang saat berhasil membalas Dean yang tengah mencebik. Kemudian, Dean menarik ujung selimut sampai paha Vante terekspos dan membuat Vante berteriak heboh, "Woi! Selimutnya!"

Tapi tanpa peduli, Dean tetap menarik selimut itu untuknya sendiri. Tidak menyisakan apapun untuk Vante. Kesal, Vante meracau dengan kecepatan tinggi. "Woi, satpam! Sebegitunya belum pernah tidur pakai selimut atau sebegitunya haus akan pahaku, sih?" 

Sehabis kalimat itu berakhir, selimut itu disibak ke wajah Vante secara cuma-cuma. Vante mengertakkan giginya. Kemudian bangun dari lantai dan menendang bokong Dean, spontan membuat pria itu juga ikut bangkit. Tatapan galak diberikan Dean. Tapi Vante hanya mengangkat salah satu alis. Lalu sebuah senyum ambigu terpatri di wajahnya.

"Oh I see, Dean. Jika itu maumu."

Perlahan tangan Vante bergerak menyelimuti Dean. Kemudian sambil mengedipkan mata ia mengusap bokong Dean yang terselimut.

"What the fu—?!" Dean histeris sambil melindungi bokongnya.

"Makanya. Jangan egois," Vante tertawa renyah.

Dean menahan tawa, alih-alih ia hanya berdeham. Gengsi. Ia pun kembali berbaring di samping Vante. Kali ini dengan porsi selimut yang adil. Sembari keduanya menatap langit-langit, Dean membuka mulut, "Kau dan Irene... sampai kapan di sini?"

"Sampai laporan penuh."

"Masih lama?"

"Kenapa?"

"Awas kau macam-macam sama Irene."

"Aduh, gimana yah.. Sudah, tuh?"

Kemudian Dean melayangkan tepukan ke perut Vante, meski ia tahu Vante sedang bercanda. "Dia itu temanku sejak kecil," kata Dean pelan.

"Hoo..."

"Kau nggak niat mendengarkan, ya?"

"Lah, ini aku diam. Biar kau bebas bercerita."

"Lupakan saja."

"Ngambek. Oh dear God."

"Pokoknya, dia itu sudah melalui banyak kesusahan. Jadi jangan ganggu dia. Atau akan kuhancurkan wajahmu, lho. Pakai raket tenis kalau kau butuh informasi yang spesifik," ancam Dean.

Beberapa sekon hening sebelum Vante melontarkan pertanyaan yang membuat Dean bisu; "Kau nggak pernah ngerasa bahwa kau terlalu berlebihan dalam menjaga 'teman kecil'mu itu?"

✔ Summer Flavor | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang