Bonus (1): Kisah Irene dan Cicaknya

2.5K 402 39
                                    

"Gila, ya?!" Pekik Katie dan Wendy bersamaan sehabis mendengarkan cerita Irene Bernice soal insiden konyolㅡ"1 treat = 1 kiss"ㅡdi kantin.

"Masa dia menciumimu karena kertas post-it bertuliskan begitu?" Katie mengangkat 1 alis membuat wajah Irene merah padam kemudian berdeham tidak suka.

"Sudah kubilang. Tidak mencium. Hampir. HAM. PIR."

"Ya, ya. Meski dianggap publik kau itu dicium," cetus Katie usil.

Wendy yang masih sibuk menyeruput kopi susu hanya tertawa kecil, "Jadi kau akan ke Daegu?"

"Yeah."

"Dan pria aneh itu menawarkan berangkat bersama?"

"Yeah," Irene menjawab ragu.

Karena sejujurnya ia bingung. Apakah pria itu akan datang atau tidak di stasiun kereta besok.

Satu yang pasti, Irene tidak mau memupuk ekspektasi pada manusia. Mengecewakan.

"Ya sudah," Wendy mengendikkan bahu sebelum menambahkan satu kalimatㅡyang terdengar seperti kutukan nenek sihir bagi Ireneㅡsambil tersenyum simpul, "Awas jatuh cinta."

"What? Bercanda yang tidak lucu, Wen."

"Intuisi sahabat baik itu bisa akurat, loh."

Katie lanjut membakar pipi Irene, "Kudengar, Victorius Vante itu dikejar mati-matian oleh Eunice Jung saat semester 1 perkuliahan."

"Kenapa Eunice yang cantik begitu harus mau sama Vante yang mirip cicak?"

"BERANI-BERANINYA KAMU BILANG VICTORIUS VANTE KIM MIRIP CICAK, IRENE BERNICE!" jerit Katie tidak terima.

Irene di sana jadi membatu. Oke. Jadi... Katie ternyata fans terselubung Vante. Oke. Sungguh dunia yang aneh. Darimana sisi bagus pemuda menyebalkan itu? Kemana, sih, mata semua orang? Apa optik sekarang sudah tutup semua, ya?

"Memang kaupikir Dean Christopher kesayanganmu itu tidak mirip cicak, juga?" Katie menyahut.

"Kenapa kau bawa-bawa Dean? Dan heiㅡdia teman baikku, oke?"

"Coba pikir. Dean itu benar-benar mirip cicak. Sementara kau itu dinding. Ekspresi datar, dingin, independen, tidak berperasaan. Totally tembok."

Wendy mengangguk diam-diam setuju dengan ucapan Katie.

"Dan Dean adalah cicaknya. Paham?" Katie menyentak Irene sampai berhenti menyedot es jeruknya. Dan hanya mendengus gemas karena yang didapatinya hanya sosok Irene yang menggeleng dengan pendaran keheranan pada iris.

"Selalu dekat. Tapi tidak mendekati."

Wendy menambahkan dengan dua alis diangkat serta senyum miring jenaka, berhasil membuat Katie terbahak seperti habis mendengarkan lelucon paling menggemaskan seantero jagat raya.

Sial, umpat Irene cemberut.

"Mau tahu tidak Victorius Vante itu apa?" Tanya Katie lagi dengan kerlingan usil.

"Tidak mau tahu."

"Aduh, tidak dengar. Ayo Wendy, lanjutkan."

"Victorius Vante itu ubin."

"Ubin?" Suara Irene teredam di penghujung tawa riuh Katie yang menyebalkan. Duh, kalau bisa Irene mau membekap mulut sahabatnya yang satu ini. Tempeli saja dengan selotip, apa, ya? Benaknya berkelakar.

"Iya, ubin. Keramik. Dingin yang bikin nyaman."

"Strateginya adalah dekat dengan dinding targetnya. Namun jaga jarak," Wendy tersenyum-senyum bahagia. Ditambah lagi saat Katie melanjutkan kalimat sambil menahan tawa, "Dan tinggal diam-diam menunggu si cicak jatuh."

✔ Summer Flavor | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang