16: Rasa yang Singgah

2K 454 29
                                    

Cause every single time that I'm searching,
a

glimpse of hope faded deep inside and all my dreams are pushed aside.

|

❤🌞🍉

E n a m
b e l a s

|





Di dalam kamar, Jennie dan Irene sedang sibuk melihat galeri lama. Jennie membawa album foto dari rumah mereka. Irene dan dirinya memang suka menelusuri kenangan lewat foto. Kebiasaan ini ditularkan mendiang ibu mereka yang telah tiada.

Irene membalik halaman selanjutnya dari album. Foto ibunya memeluk Jennie yang masih bayi dan menggandeng dirinya di suatu gedung. Halaman selanjutnya, foto saat ibunya melakukan siaran di dalam studio radio.

Irene tersenyum lebar, memandangi foto itu satu persatu. Satu dua kali air mata rindu Irene turun ketika melihat wajah ibunya. Jennie mirip sekali dengan ibunya. Sama-sama tembam. Sedangkan, dia tidak terlalu mirip ibunya. Irene tidak mau mengakui, tapi dia memang mirip ayahnya. Tapi Irene sudah merelakan semua kejadian yang terjadi pada keluarga kecilnya. Ia tidak masalah jika keadaannya begini, tinggal hanya berdua. Bersama Jennie.

Irene mengelus rambut adiknya. Mau sudah bertumbuh sebesar apapun, mau pun tinggi adiknya lebih tinggi darinya, tetap saja, adiknya hanya bagai seorang bayi baginya. Bayi besar yang sudah dijaganya sendiri selama 5 tahun, sejak ibu bercerai dengan ayah 10 tahun lalu. Yang naas, meninggal dalam kecelakaan beruntun di jalan tol, meninggalkan seonggok uang dari asuransi, yang menjadi sumber biaya sementara untuk menghidupi keduanya.

Sampai saat itu, Irene benar-benar kehilangan sesosok ibu yang selama ini menjadi satu-satunya sandaran hidupnya. Ia menolak bantuan dari keluarga ibunya setelah mengetahui bahwa mereka hanya mengincar uang asuransi hasil peninggalan almarhumah ibunya. Tentu saja hal itu membuat Irene jijik.

Dan sejak itu Irene membentuk sendiri jiwa kasih keibuan sekaligus jiwa tangguh seorang ayah untuk mengasuh Jennie, membesarkan gadis itu walau dunia tampak kejam.

Berdiri sendiri di tengah ketidakstabilan.

Merangkak di tengah tajamnya aspal kehidupan.

Terombang-ambing di ombak kepahitan.

Menjadi pendengar meski di saat ia ingin dan butuh untuk didengar.

Menjadi sosok yang independen, defensif, dan berjuang keras.

Dibalik senyum yang selalu ia umbar di publik dan teman-temannya, tidak pernah membuat Irene lupa akan berbagai macam kepahitan yang telah ia lalui bertahun silam. Irene selalu menyembunyikan segalanya, segala yang ia pikir bahwa itu merupakan sisi lemah yang tak pernah mau ia tunjukkan.

Tidak ada yang mengetahuinya. Tidak Dean, tidak Jennie, tidak juga Vante.

Kepahitan ini biarlah menjadi konsumsinya sendiri.

Yang terpenting, menjadi selimut pelindung untuk Jennie adalah hukum wajib dalam hidupnya, meski ia sendiri ingin dan butuh dilindungi.

Irene jadi ingat satu perkataan. Itu benar. Orang yang sibuk menyelamatkan orang lain, mungkin saja tak punya penyelamatnya sendiri.

Suatu saat nanti, mungkin ada waktunya Irene akan menenggelamkan diri. Entah kapan.

Dengan manja, Jennie memeluk kakaknya yang tengah menghapus air mata, "Kak, aku sayang," kata Jennie yang baru saja menyimpan album itu kembali ke dalam kopernya. Bohong kalau ia tak tahu, Jennie hanya pura-pura tidak tahu saja.

✔ Summer Flavor | salicelee.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang