Bab 9

9.3K 968 86
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Keringat dingin mengucur deras pada pelipis Jungkook, wajahnya memerah bahkan bibirnya bergetar dengan kucuran darah dikarenakan dari gigitan yang sangat keras dan kasar. Jungkook merasakan sakit yang amat sangat, perutnya terasa dililit oleh beberapa tangan, bukan hanya merasa diputar dan dicabik-cabik namun ia merasa bahwa perutnya terasa diikat oleh tambang yang sangat keras.

Ingin berteriak namun rasanya kelu untuk berucap. Dan ia ingin membangunkan Taehyung yang terlelap dari tidurnya namun Jungkook merasa tak enak hati. Taehyung sudah bekerja keras dua kali lipat dari biasanya, ia menjaga Jungkook sekaligus mengurus perusahaan yang terbengkalai.

Sayangnya ... Jungkook tak bisa kuat untuk menahan rasa sakit yang teramat sangat, ia butuh penanganan sekarang. Ia butuh seseorang.

Ketika ia akan beringsut, Jungkook merasakan ada sebuah cairan yang mengalir cukup deras melewati kakinya. Tubuh Jungkook terasa kaku, ia buru-buru sekuat tenaga membuka selimut untuk mengetahui keadaan, dan ternyata ... darah mengalir membasahi selimut serta kasur yang ia tempati.

"Taehyung ...," Jungkook merasakan yang amat takut, ia menangis dengan lirihan pilu. Suaranya begitu serak karena sebuah keterkejutan yang membuat pikirannya tak bisa berpikir jernih.

"Taehyung ...," Dengan susah payah, Jungkook mengguncangkan tubuh Taehyung dengan sekuat tenaga sampai Taehyung membuka kelopak matanya perlahan-lahan. Isak tangis Jungkook membuat Taehyung segera membuka mata dan bangun dari tidurnya.

"Ada apa, Sayang?" Taehyung berucap serak. Ia mengusap punggung Jungkook yang terlihat bergetar dan hangat. Sesekali Taehyung mengusap air mata Jungkook yang meluncur bebas tanpa ada habisnya.

"Darah Taehyung, darah ...,"

"Da-darah?" Taehyung mengikuti pandangan Jungkook ke bawah tepat di kaki Jungkook. Taehyung tentu saja terkejut karena darah itu begitu mengotori kasurnya dan juga selimut. Jungkook semakin menangis, tentu saja—rasa sakit dan khawatirnya tercampur begitu saja.

"Jungkook ..., k-kau—"



***



Pintu tertutup dengan rapat dan juga perlahan. Ia tak ingin bahwa sang pujaan hati dendamnya akan bangun begitu saja. Kepalan tangan begitu kuat-kuat, sembari napasnya yang tak bisa diatur sedemikian rupa. Taehyung frustasi, tentu saja. Ia kehabisan akal sekarang.

"Tidak mungkin," Taehyung mengusap wajah sedihnya. Rasanya begitu mimpi, padahal keinginannya ingin segera terkabulkan namun malah rencananya gagal. Taehyung sejenak duduk di ruang tunggu, biarkan saja Jungkook sendiri untuk menenangkan diri dari shocknya. Karena Taehyung pun butuh kesendirian juga.

"Sial ...," lirihnya berkata. Rahangnya mengeras dengan emosinya yang meluap-luap, tak menyangka semuanya akan berakhir sia-sia. Bahkan ia rela untuk merogoh kocek lebih tinggi dari sebelumnya.

"Shit! Kenapa janinnya tidak mati? Padahal aku sudah memesan racun yang paling bagus. Sial!"

Yeah ... Taehyung sedih dikarenakan sang istri tak berhasil keguguran atas janinnya yang berkembang di sana. Tuhan masih melindungi bayi mereka di rahim sang istri sampai Taehyung frustasi dan marah secara bersamaan. Karena sejatinya, Taehyung enggan mempunyai anak dari Jungkook. Yang mana Jungkook adalah sosok yang paling dibencinya.

"Tunggu caraku yang lain, Jungkook!" Taehyung tersenyum miring dan merencanakan lebih hebat dan lebih gila dari ini. Semuanya harus tersusun rapih agar rencana keduanya untuk mematikan janin mereka yang membuat Taehyung semakin membenci Jungkook.



***



Jungkook tersenyum lirih ketika Taehyung menghampirinya dengan sebuket bunga lily kesukaan Jungkook dan Jungkook menerimanya dengan baik disertai pelukan hangat sang suami. "Rindu ...," ucap Jungkook lucu. Lantas Taehyung terkekeh pelan sembari mengusak rambut sang istri lebih lembut dari biasanya. Ia melemparkan senyuman dan kecupan hangat di pucuk kepala Jungkook.

"Bagaimana kabarmu, baby?" Taehyung bertanya setenang mungkin dan sehangat mungkin. Karena Jungkook masihlah shock dengan keadaan kemarin yang membuat semua orang panik. Jungkook tersenyum merekah membuat siapa saja akan suka detik itu juga pada Jungkook.

"Baik, dan bayi kita juga baik, Taehyung!" jawabnya ceria. Seketika tubuh Taehyung kaku, rasanya darahnya mendidih sampai ubun-ubunnya terasa panas. Bayi—berarti anak Taehyung juga masih hidup, sekelebat mengingatkan dirinya menuangkan racun itu pada susu Jungkook yang telah dimodifikasi olehnya. Nyatanya gagal total.

"Syukurlah," Taehyung mengusak rambut Jungkook.

Ia mengambil makanan di atas nakas tersebut untuk Jungkook makan. Taehyung mendapatkan laporan bahwa Jungkook tak ingin makan jikalau Taehyung belumlah sampai dan menjenguknya di rumah sakit. Mau tak mau, demi rencananya ia akan melakukan apa saja untuk Jungkook agar semuanya lancar.

"Sayang ... makan dulu, ya?" Taehyung berucap hangat sembari tangan kanannya mengusap pelan perut Jungkook. Dan Jungkook terkekeh pelan dengan apa yang dilakukan oleh Taehyung. Hatinya bahagia, entah kenapa. Mungkin Taehyung begitu perhatian pada Jungkook kali ini.

Jungkook membuka mulutnya dan mengunyah perlahan-lahan makanan yang disodorkan Taehyung yaitu daging dan juga bubur yang sangat enak. Mungkin karena Taehyung yang menyuapinya, makanya semuanya terasa enak.

"Jungkook ...,"

Jungkook menatap Taehyung lekat dan tersenyum ketika Taehyung mengecup bibirnya tiba-tiba. Dan mereka melemparkan senyuman satu sama lain sampai di mana Taehyung menyatukan dahi mereka untuk berbagi kehangatan yang ada.

"Kau tahu, aku sebenarnya tak bahagia ...,"

"Kenapa, Taehyung?" Segurat kekhawatiran di dahi Jungkook begitu jelas, rasa kesensitifannya memuncak semenjak dirinya digadang-gadang hamil. Lantas Taehyung menghela napasnya, terasa berat untuk diucapkan pada sang istri tercinta. "—karena—" Taehyung mencengkram pinggang Jungkook kuat, "—janinnya tidak mati." []

Painful ㅡ TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang