Bab 27

4.7K 381 9
                                    

Dalam kesunyian malam, teronggok seorang diri tengah tertidur dengan lelapnya. Ia tersenyum lega melihat sang suryanya yang masih bertengger di hatinya itu telah hidup aman dan tentram, meski dirinya tidak yakin apakah ia benar-benar hidup dengan damai atau tidak. Tungkainya berjalan perlahan menuju ranjang mewah yang besar, sulit untuk diungkapkan dalam ucapan; mana kala sepasang suami istri yang beberapa bulan yang lalu menikah tak pernah hidup seranjang dengan sosok pendampingnya, dirinya bertanya-tanya, tetapi sayang hatinya tak menemukan jawaban yang tepat.

Mana kala tangan besarnya mengelus helai anak rambutnya, ia tersenyum sedih, mengingat takdir yang serasa tak ingin membahagiakan hatinya. Mungkin inilah namanya karma, karma Tuhan yang paling menyakitkan untuknya.

Jam dinding pun berdenting dengan keras dalam kesunyian malam, ia segera memberikan obat bius padanya karena detik demi detik, hari demi hari semakin panas karena peperangan antara dirinya dan sosok yang dibencinya. Dengan nekat dan tak meminta izin pada yang punya, ia membopong tubuh yang terasa kurus itu dengan sigap untuk ditahan di tempat yang menurutnya aman. Rasanya seperti bercampur aduk, aneh sekaligus menyedihkan. Aneh karena—rasa hati padanya masih ada, menyedihkan karena sosok itu telah ada yang punya.

Iya, dia adalah Kim Taehyung, yang dengan seenak jidatnya menculik Jungkook dengan alasan ingin melindunginya dari segala marabahaya. Jungkook dibawa begitu saja oleh mobil pribadinya, meskipun dirinya saat ini tengah berpikir nekat namun jangan heran dirinya telah merancang semua rencananya dengan matang, untuk urusan yang punya biarkan dia mencari dirinya nanti.

Genggaman tangan terasa hangat kembali, ketika raganya menggenggam jemari halus yang sangat ia rindukan, mana kala dulu ketika mereka masih bersama, bercumbu ria dengan bahagia meski itu hanya Jungkook yang merasakan, dan dirinya tidak. Tetapi, jujur saja Taehyung benar-benar merindukan sosok Jungkook yang telah mengikat hatinya dengan bejatnya, dengan cinta dan ketulusannya sehingga dirinya merasa bahwa ia adalah manusia yang paling sempurna. Padahal dirinya adalah sosok yang terbejat.

Mobil melaju kencang, membelah kota dengan cepatnya, ia buru-buru membawa Jungkook ke tempat yang tak ada siapapun yang mengetahuinya, kecuali dirinya dan Tuhan, sungguh ia ingin benar-benar melindungi Jungkook dan mungkin bisa memperbaiki segalanya yang masih runyam.

Mobilnya melaju kencang ke tempat sepi dan gelap, sisi jalanan dipenuhi dengan pohon-pohon besar dan juga jurang, namun ini bukanlah hal yang benar-benar membuatnya takut namun semakin dirinya semangat untuk menyembunyikan Jungkook terlebih dahulu.

Terlihat dengan jelas bahwa kawasan ini adalah yang benar-benar sepi dan jauh dari orang banyak. Dari jarak jauh yang tertangkap oleh matanya, di sanalah rumah yang sebenarnya, rumah di mana yang paling teraman dari segala hal buruk lainnya. Jauh dari pemukiman warga dan hiruk pikuk dunia. Ia semakin terburu-buru untuk melaju mobilnya karena tak sabar untuk menempatkan Jungkook di rumahnya yang cukup untuk ditinggali oleh sembilan orang, oh—mungkin lebih.

Dengan menghela napas beratnya, ia memberhentikan mobilnya tepat di depan gerbang rumahnya yang sepi dan tak lagi dikunjungi di kurun waktu tiga tahun mungkin, dan selama itu pula keluarganya tak tahu menahu bahwa dirinya memiliki rumah semegah ini di mana tempat hampir di tengah-tengah hutan, sayangnya—hutan ini memang miliknya yang tak pernah terjamah lagi setelah dirinya memiliki dendam kesumat pada Jungkook, karena mau bagaimana pun dulu dirinya benar-benar ingin melakukan aksinya dengan mulus tanpa celah kegagalan.

Ia membuka pintu mobil yang Jungkook tempat, sang suryanya masihlah terlelap, dan Taehyung terkekeh pelan dengan bodohnya bahwa Jungkook memang tertidur lelap seperti itu karena obat biusnya yang benar-benar telak menghancurkan kesadaran Jungkook.

Taehyung menggenggam tangan Jungkook untuk mempermudah dirinya untuk menggendong tubuh Jungkook, selintas dirinya menatap jemari Jungkook yang tak terjamah oleh matanya tadi, keheranan mengukir pikirannya yang semakin bertanya-tanya mana kala Jungkook masih menggunakan cincin pernikahan mereka padahal Jungkook telah membuangnya entah kemana.

Buru-buru ia menepiskan pikiran konyolnya, mungkin bisa saja kakaknya itu memberikan cincin yang sama kepada Jungkook agar Jungkook tak terlalu asing dengan pernikahan barunya, tetapi tetap saja—Taehyung masihlah gila akan pikirannya sendiri.

Dengan sigap dan waspada, Taehyung membuka kunci pintu rumahnya terburu-buru, dan sebelumnya ia telah memarkirkan mobilnya di ruangan gelap dan tersembunyi. Berharap rencananya berhasil dan dia juga berharap Jungkook akan menerima semua keputusannya.

***

Terdiam membisu sebenarnya itu bukanlah sifatnya, Taehyung tertekan akhir-akhir ini, ia butuh dukungan dari orang-orang terdekat sedangkan dirinya tak mempunyai sosok yang benar-benar dekat dengannya. Semuanya munafik, sangat-sangat munafik, termasuk orang-orang yang akhir-akhir ini terus mengelilinginya, membantainya untuk menghancurkan hidupnya.

Meski begitu, dirinya telah menghubungi Yoongi teman sekaligus sahabat brengsek yang kelewat cerdas untuk membantu menyelesaikan masalahnya yang runyam, apalagi Nayeon telah memberikan kode untuk menghantamnya dari arah belakang, ia sebenarnya tahu, Nayeon benar-benar sakit hati oleh Kakaknya sendiri, dan ia pun tahu Kakaknya itu membencinya namun entahlah Kakaknya benar-benar mengubur rasa benci itu dengan mendukungnya selalu, meskipun ia selalu melakukan aksi tak senonoh, apalagi terhadap Jungkook.

Omong-omong mengenai Jungkook, pria tersebut tengah berbaring di kasur empuk miliknya, terlelap tenang tanpa merasakan gangguan yang signifikan. Rasanya Taehyung ingin bergabung pada kasur itu, seperti dahulu kala sebelum tidur mana kala selalu berbincang tentang masa depan dan merencanakan adopsi anak, meskipun Taehyung tahu ia menertawakan khayalan Jungkook yang kelewat muak untuknya. Dan ternyata, khayalan Jungkook benar-benar ingin Taehyung wujudkan dengan baik.

Sebentar lagi malam akan melewati subuh, dan itu artinya aktifitas hariannya akan dimulai, semoga saja Jungkook tak terkejut dengan apa yang terjadi dengannya.

Ia segera membersihkan diri dan setelah itu ia akan berniat untuk membuat sarapan untuk mereka berdua, meskipun Taehyung tahu ia tak pandai memasak, namun ia tahu bagaimana cara memasak yang baik dan benar.

Sayangnya, waktu benar-benar cepat berlalu, menghantamnya begitu cepat, Jungkook berdiri di sana dengan tatapan datarnya dan itu benar-benar berhasil menyayat hatinya yang paling dalam. Suryanya benar-benar berhasil membencinya sekarang. "Jungkook—"

"Kenapa kau membawaku kesini, Taehyung? Apa kau masih ada urusan denganku?" Jungkook benar-benar memberikan kata-kata yang menusuk pada relung hati Taehyung dan sejenak Taehyung terhenyak karena relung hatinya benar-benar tersakiti oleh perkataannya.

"Maaf—"

"Brengsek!"

"Jungkook, aku bisa jelaskan semuanya. Tenanglah terlebih dahulu," Taehyung menghampiri Jungkook tergesa-gesa dengan deguman jantungnya yang bertalu keras karena takut Jungkook akan kabur dari persembunyiannya.

"Aku mohon, Taehyung, antarkan aku pulang! Suamiku pasti mencariku, Taehyung."

Suami? Iya, suami. Kata yang paling sulit untuk Taehyung dengan saat ini karena pada dasarnya kata suami tersebut adalah Kakaknya sendiri. "Tidak bisa, maafkan aku,"

"Lalu?" Jungkook perlahan menghampiri Taehyung dengan tatapan mengintimidasinya dengan seksama, bola matanya menyiratkan kekecewaan yang paling mendalam dan berhasil kembali membuka luka lama. "—kau ingin ini, kan?" Jungkook meremas pusaka Taehyung dengan sensual, menatapnya penuh liar yang mana membuat Taehyung terhenyak untuk beberapa detik, karena ia tak yakin Jungkook memiliki sikap yang berubah-rubah dan tak bisa dipredeksi.

"Jungkook—" Dia hanya bisa memanggil untuk hal yang terpedih. []





NOTE: Maaf ngilangnya lama. Otak ngadat, cerita udah kebayang di otak tapi pas mau nulis buyar semua :( maaf banget gaesss :(

Painful ㅡ TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang