Bab 14

8.8K 876 23
                                    

;



Senja mendekati malam, menghilangkan kehangatan tergantikan oleh suasana dinginnya alam. Awan meredup, hilang dengan segala kesedihan telah berupaya untuk menyesuaikan hati berwujud malaikat yang tak mampu untuk mencegah rasa kepiluan jiwanya.

Sosok di hadapannya terus mendampinginya dengan segala elusan hangat dan juga pelukan yang selalu ia rindukan, sayang ... bukan ia yang dia rindukan melainkan sang suami yang entah selamat atau masih bertahan ingin melihat dunia.

Pucat pasi di wajahnya menjadi sebuah ciri bahwa ia tengah tak mampu lagi untuk bertahan, semuanya rumit manakala sosok di hadapannya menceritakan semuanya. Bahwa sang suami membencinya karena ia adalah penyebab kematian orang tuanya.

Ia berpikir bahwa pernikahannya adalah dibaluti rasa cinta dan ketulusan. Namun sayangnya ... semuanya salah, hanya dia yang mempertahankan rasa ketulusan itu dan berujung dengan kepahitan.

Dulu ... ia pernah mendengar bahwa ketika kau memperjuangkan kebenaran, berbuat baik kepada orang lain, maka Tuhan akan memberikan sebuah kebaikan untukmu, nyatanya ... tidak selalu seperti itu. Ia salah, ia bodoh, yeah ... Jungkook bodoh.

Rasa hati ingin membenci keadaan bahkan suaminya sendiri, namun apalah daya yang namanya cinta Jungkook tetap diam seolah terus mengikuti alur cerita yang Taehyung buat.

Dirinya merasa dibodohi oleh suaminya, dirinya merasa terkhianati oleh suaminya, apalagi ... sandiwara yang dilakukan oleh pasangan kembar membuat luka Jungkook menganga besar meski Jungkook tetap diam tak merespon segalanya. karena yang pasti, Jungkook lelah dengan semuanya.

Biarkanlah semuanya berjalan sesuai waktu. Jika dia kalah, Jungkook akan menyerah.

Taehyun masih memeluk Jungkook, mengusap rambut yang hitam dengan ketenangan, sejak kepulangan dari gudang Jungkook menangis, kemudian terdiam membisu sampai sekarang. Taehyun tak tahu apa yang harus ia lakukan, ia sudah membujuk Jungkook untuk makan namun sang malaikat hati ternyata enggan untuk mendengar.

Wajah yang lelah menandakan bahwa Jungkook tak baik-baik saja, namun Jungkook tak mau diganggu oleh jutaan pikirannya yang mengakibatkan semuanya semakin runyam. Jungkook memang tak bertanya, namun Jungkook mempunyai spekulasi tersendiri.

"Mengapa kau melakukan itu?" paraunya bersuara. Tenggorokan Taehyun rasanya kelu dengan kekeringan yang ada, ia tak bisa menjawab dengan tenang dan ia tak mungkin menjawab dengan jujur bahwa ia mencintai Jungkook lebih dari yang ia tahu. Bahkan Taehyung pun kalah dengan wujud kebesaran cintanya.

"Hanya mengikuti alur." Lirihnya berkata, tangan besarnya masih mengelus kepala Jungkook dengan lembut dan Jungkook perlahan beringsut pada dadanya untuk menyamankan diri. Taehyun tak tahu harus membalas apa, karena mau bagaimana pun—ia sadar diri bahwa Jungkook masihlah istri orang.

"Pengkhianat." Begitu menusuk perkataan Jungkook di telinga Taehyung, semakin menusuk pada jiwa dan raganya bahwa ia melakukan kesalahan yang amat besar pada sang terkasih di dalam hatinya.

"—tapi aku suka, perhatianmu aku suka, terimakasih." Setelah itu Jungkook menangis terisak tak kuasa menahan rasa sakit di dadanya yang begitu sakit dan perih, ia tak menyangka bahwa kehidupannya begitu pelik dan penuh lika-liku yang membuat dirinya tak habis pikir.

"Bolehkah aku berharap bahwa kau adalah Taehyung?" Taehyun tersenyum miris, mendengar sebuah penuturan Jungkook bahwa jelas-jelas ia tak ada di mata Jungkook meski dirinya sudah berusaha menjadi lebih baik melebihi Taehyung—adiknya—nyatanya sia-sia dan Taehyun hanya bisa menganggukkan kepalanya pelan menjadikan sebuah tanda bahwa ia sanggup mengiyakan permintaan bodoh dari Jungkook.

Semuanya karena cinta, cinta yang membuat dirinya bodoh.

"Terimakasih ...," Jungkook kembali, kembali seperti semula, seperti tidak tahu apa-apa bahwa dirinya adalah Kakak kembar dari suaminya, Jungkook memeluknya hangat sembari mengenduskan aroma tubuhnya pelan. Namun setelahnya Jungkook terisak perih, cengkraman dari tangannya pada bajunya terasa erat, Taehyun tahu Jungkook tertekan.

"Tapi aku tak bisa, kalian berbeda ...,"

"Biarkan ini mengalir seperti air, Jungkook. Semuanya baik-baik saja." Hatinya sebenarnya enggan untuk berkata lebih baik dari yang lain, karena sesungguhnya hatinya remuk ketika mengatakan seperti itu. Bukan Jungkook saja yang menderita, Taehyun juga sama. Ia menderita karena cintanya bertepuk sebelah tangan.

"A-akh ...,"

"Jungkook, k-kau tak apa?" raut wajah Taehyun dirundungi kepanikan, Jungkook memegang perut besarnya dengan remasan yang amat terasa erat, pucat pasi wajahnya semakin jelas ditambah bibirnya semakin membiru apalagi keringat dingin tiba-tiba mengalir deras di pelipisnya.

"S-sakit ...,"

"J-Jungkook, k-kau bertahanlah, aku akan panggilkan dokter, oke?" Naasnya, Jungkook menggeleng pelan sembari menghirup udara dengan pelan, perutnya sakit terasa dicabik-cabik dan kepalanya tiba-tiba berdenyut melebihi dirinya di siksa oleh Taehyung dahulu.

"Jungkook, katakanlah ... aku harus melakukan apa? A-aku tak ingin kehilanganmu," Taehyun dengan susah payah memegang bahu Jungkook yang bergetar dan lemah, dan Jungkook rasanya seperti enggan untuk menjawab, rasa sakitnya menutup semua perkataan Taehyun yang sedari tadi mengkhawatirkannya.

"Taehyunie Hyung ...,"


"Y-ya, Jungkook?"


"Aku ingin ... kau membawa Taehyung untukku ...,"


"Tapi—"


"Akh—sakit,"


"Jungkook ... Jungkook!" Terlambat sudah, Jungkook tertidur kembali akibat ulahnya, ulah paling bodoh di dalam kehidupannya.


"Jungkook, bangun!" []

Painful ㅡ TaekookTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang