Awal pertemuan kita,
aku yang terlalu sering menatap
maka nanti, akulah yang akan sering tersakiti...
Hari di mana Ana ada di sampingnya adalah suatu keberuntungan bagi Rana. Gadis itu tak perlu dibangunkam mamanya dengan cara ditimpah dengan tubuh mamanya itu. Rana hanya harus menunggu Ana mengelitik daun telinganya, maka ia pun akan terbangun.
Sepertinya, setelah hadirnya Ana di rumah ini, Rana tak perlu lagi berdekatan dengan rumput-rumput tak terurus di sekolahnya.
Haha, selamat tinggal rumput jelek.
Suara motor dari halaman rumahnya membuat Rana buru-buru turun dan membukakan pintu. Betul dugaannya, Dimas sudah berdiri di depan pintu dengan wajah datar.
"Pagi-pagi udah kayak triplek gitu, kayak gue dong." Ucap Rana sambil menunjukkan senyumnya yang begitu manis.
"Iya, nih senyum." Jawab Dimas lalu memaksakan sebuah senyum.
"Makin ganteng," ucap Rana sambil mencubit pipi Dimas gemas. Gadis itu kemudian menoleh ke arah tangga di mana kedua kakaknya sedang menuruni anak tangga.
"Urusan kita belum kelar!" ucap Rendi dengan nada marah pada Dimas.
"Urusan apa?" tanya Dimas tak paham.
"Si Popo," jawab Rana sambil tertawa. Dimas hanya menanggapinya dengan senyum miring, pemuda itu kemudian melirik jam tangannya.
"Tumben udah siap," ucapnya cukup kagum setelah melihat jam di tangannya itu. Biasanya Dimas harus menunggu 30 menit setelah Tika membangunkan Rana. Biasanya juga Tika atau Julio yang membukakan pintu untuknya, tapi kali ini adalah orang yang tak pernah Dimas bayangkan sebelumnya.
"Oh iya," Rana menepuk keningnya, lupa akan sesuatu. "Ana!"
Dimas mengernyit mendengar nama itu. Setahunya, perempuan di rumah ini hanya ada tiga: Mama Rana, Rana dan juga pembantu rumah tangga yang biasa di sapa Bik Murni.
Lalu, siapa Ana?
Tanpa mendengar adanya sahutan, Tika menuruni anak tangga dengan seorang gadis yang entah kenapa dalam pandangan Dimas lebih mirip gadis blasteran.
"Nah, kamu sama Dimas aja. Mama mau jemput temennya Ana dulu, biar daftar sekolah bareng." Ucap Tika sambil menatap Dimas. Wanita paruh baya itu kemudian membiarkan punggung tangannya dicium oleh Dimas.
"Ana, sini!" Rana melambaikan tangannya pada Ana yang bersembunyi di balik mama.
"Iya, Kak." Jawab Ana pelan. Sedikit menunduk, gadis itu berjalan mendekati Rana dam berdiri di samping kakaknya itu.
"Ini Dimas. Dimas, ini Ana." Ucap Rana, menarik tangan keduanya lalu memaksanya untuk berjabatan. Dimas hanya diam di saat Ana melemparkan senyum padanya.
"Nah, sekarang kan udah kenal, lo kasih jawabannya ke gue nanti malam ya." Rana berujar pada Ana. Ana mengangguk, kemudian tersenyum lagi. Pakaiannya sangat formal, tapi tak bisa dibantah bahwa itu adalah cara berpakain formal orang-orang di London. Rambutnya yang kecoklatan diikat ekor kuda, sehingga menampilkan lehernya yang mulus.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...