...
Jika saja Dimas punya keberanian untuk menceritakan tentang mamanya kepada Rana, malam ini ia mungkin tak akan berakhir bersama Ana di sebuah kafe.
Polisi hampir menemukan titik terang terkait kasus hilangnya Rumi. Sebab itulah Dimas membuat janji dengan Ana. Keduanya ingin membicarakan perihal kasus itu dan jika bisa mereka ingin membantu polisi.
Dimas dibuat terpana sesaat pada penampilan Ana. Dress berwarna biru mudanya tampak begitu imut dipakai oleh tubuhnya yang body goals. Terlebih, tak ada kesan mewah di pakaian itu. Tapi entah kenapa, tampak begitu elegan saat Ana yang memakainya.
Rambutnya yang sedikit kecoklatan dibiarkan terurai, sedangkan wajahnya tak dihiasi apa pun.
Dimas menggeleng pelan.
"Udah lama ya, Kak?" tanya Ana seraya duduk di hadapan Dimas.
"Baru, kok." Jawab Dimas sambil tersenyum tipis. Ana mengangguk, suasana terasa begitu canggung selagi Ama menunggu Dimas memulai pembahasan mereka malam ini.
"Aku bilang sama orang rumah mau nginep di tempat Fee. Tapi emang iya sih, abis ini aku mau ke sana."
"Jadi Rana tahunya lo tempat Fee?" Dimas mengernyit. Ana mengangguk pelan, membuat Dimas menghela napas lega.
"Polisi telepon gue siang tadi. Katanya, mereka tinggal cari bukti untuk meyakinkan gue kalau Mama memang jadi korban. Awalnya mereka nemu kalung Mama di samping rumah, tapi gue masih nggak percaya. Dan dengan satu bukti itu, polisi juga belum puas."
"Kak, kalau misalkan dugaan tentang Mama Kakak itu bener, gimana?" Ana bertanya takut-takut. Ia tak mau Dimas merasa tersinggung karena pertanyaannya.
"Gue bakal merasa jadi anak paling jahat sedunia, An."
Mendengar jawaban itu, perasaan bersalah langsung menyelimuti Ana. Ia juga tak bermaksud membuat Dimas sedih.
"Perlahan Kakak pasti bisa lupain kejadian ini. Hidup pasti berlanjut terus kan?"
Tanpa sadar, di luar kendalinya, tangan Ana mengusap punggung tangan Dimas. Mendapati perlakuan tiba-tiba itu pun Dimas hanya bisa diam.
"Gue mau donatnya 10! pokoknya lo yang beli! kalau lo nggak mau, gue bakalan terus marah sama lo sampai lo nikah sama Kak Sinta!"
"Berarti kalau gue sama Sinta nggak jodoh, lo bakalan terus marah dong?"
"Iyalah! biar suram hidup lo!"
Percakapan itu berhenti saat Rana melihat ke sebuah meja dan benar-benar terkejut dengan apa yang dilihatnya.
"Dimas, Ana, Hai!" gadis itu berjalan ke arah Ana dan Dimas. Tangan Ana langsung terangkat begitu saja, seakan berusaha menghilangkan jejak bahwa ia tanpa sadar sudah memegang tangan pacar kakaknya.
"Hai, Ran." Jawab Dimas. Ana melirik ke belakang Rana, melihat Rendi sudah ngacir dari sana dengan terbirit-birit.
"Hai, Kak!" jawab Ana sambil melambaikan tangan.
"Lo bukannya mau ke rumah Fee ya? kok nyasar di sini?"
"Iya, memang mau ke sana--"
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...