...
Sudah terhitung 3 hari sejak Rana hanya berdiam diri di rumah sedangkan kakak dan adiknya pergi ke sekolah. Dan sekarang, setelah melewati masa introgasi yang panjang dengan Julio dan Tika, Rana bisa menginjakkan kakinya di sekolahnya lagi.
Rana pikir, tak masalah toh dia sekolah. Ia juga sudah tidak setakut seperti hari pertama mengalami teror. Kini Rana sudah lebih berhati-hati.
100 orang murid dikumpulkan secara acak untuk mendapatkan pengarahan tentang narkoba. Jatahnya, kelas XII mendapat lebih banyak kursi daripada anak kelas XI dan X. Dan dari kelas Rana, hanya dua orang yang terpilih. Pertama dirinya dan yang kedua wakil ketua kelas. Padahal Rana berharap, jika ia terpilih, maka Dimas pun ikut terpilih. Tapi nama Dimas tak ada di kertas yang dibawa oleh guru BK.
Tak apa, setidaknya jika Dimas tak ada, Rana masih bisa berharap Rendi atau Sinta akan terpilih untuk mengikuti pengarahan di aula.
Tapi, kakak dan calon kakak iparnya itu juga tidak terpilih. Harapan Rana hampir saja pupus kalau ia tidak mengingat Ana. Barangkali, adiknya itu terpilih seperti dirinya.
Tapi lagi-lagi, Rana harus menerima kenyataan kalau Ana juga tidak terpilih.
"Emangnya gue ini spesial banget apa sampai dikasih pengarahan segala?" Rana menggerutu kesal. Bukannya masuk ke dalam aula dan mencari tempat duduk, Rana malah berdiam diri di pintu seakan menunggu keajaiban bahwa orang yang dikenalinya akan mengikuti pengarahan ini juga.
"Kak Rana!"
Rana tak salah dengar kan jika ada yang memanggil namanya? Semoga saja tidak. Rana memicing, fokus ke tempat duduk paling pojok yang berada di barisan paling belakang.
"Kak Rana!"
Yes. Rana tak salah dengar. Silvia--ehkm, kalau Rana tak salah orang-- melambaikan tangannya. Rana langsung bergegas ke sana dan duduk di samping Silvia yang kebetulan memang belum ditempati orang.
Jika boleh Rana ingat, Silvia ini adalah teman Ana yang bawel dan berisiknya kelewatan. Silvia juga kerap membuly dan mencemooh teman seangkatannya sehingga banyak yang takut berurusan padanya.
"Kakak sendiri aja? gue tuh kesel karena kelas XI dan X cuma diambil 2 orang. Gue kira Ana bakalan kepilih juga, tapi tahunya gue malah sama Didit."
"Siapa Didit?" tanya Rana seraya bersandar di bangkunya.
"Anak kutu buku yang kepalanya kutuan itu loh, Kak. Dia tuh nyebelin banget. Tadi gue ajak duduk bareng tapi dia nggak mau, seakan-akan posisinya gue yang punya kutu dan dia takut duduk di samping gue karena takut ketularan."
"Jadi di mana si Didit?" Rana bertanya lagi. Rupanya, Silvia memang benar-benar cerewet. Rana kira, itu hanya gosip yang dibuat dari satu mulut lalu menyebar ke mulut yang lainnya.
"Dia mah di depan, mau carmuk!"
Setelahnya hening. Rana dan Silvia sama-sama diam saat acaranya sudah dimulai dan pintu aula ditutup sehingga cahaya matahari tidak bisa masuk.
Semuaya berjalan lancar sampai Rana dibuat menoleh kala Silvia mengibaskan tangannya di depan wajah seakan sedang menghindari wajahnya dari asap.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...