15. Status baru?

774 73 1
                                    

...

Cuaca terlihat sangat bersahabat siang ini. Rana sangat suka menikmati segala sesuatu yang langit suguhkan, contohnya bintang dan kumpulan awan.

Melihat awan berjalan begitu lambat membuat Rana terkadang berpikir untuk menariknya supaya lebih cepat. Dan siang ini pun, ia sedang memikirkan hal yang sama.

Terkadang juga suatu pertanyaan terbesit di otaknya. Kira-kira, apa yang akan ia rasakan jika tangannya memegang awan? bagaimana sensasinya?

"Dimas," bibir kecilnya pun mengeluarkan suara, pandangannya kini jatuh pada Dimas yang tengah menikmati sepiring ketoprak buatan ibu kantin.

"Kenapa?" tanya Dimas.

"Lo akan ngabulin apa pun yang gue mau kan?" Rana menatap Dimas dengan mata berbinar.

"Tergantung," jawab Dimas sambil mengendikkan bahunya.

"Gue mau megang awan," ucap Rana polos. Matanya kembali berbinar seperti anak kecil. Dimas terkekeh, kemudian mencubit pipi Rana hingga gadis itu mengaduh.

"Kalau itu gue nggak bisa. Ada permintaan yang lain?"

"Cuma itu, Dim. Kabulin ya?" Rana tampak memohon. Matanya tak berpaling dari Dimas, menatap pria di depannya itu dengan dalam.

"Tunggu gue berubah jadi malaikat, terus gue bawa lo terbang." Ucap Dimas mantap. Dari nada bicaranya, pria itu sepertinya tengah meyakinkan Rana kalau suatu saat nanti ia benar-benar akan menjadi malaikat.

"Sampai kapan dong kalau gitu?"

"Nggak tahu, sampai punggung gue ngeluarin sayap mungkin." Dimas mengendikkan bahunya.

Hening yang begitu lama.

Rana kembali memandang langit. Untungnya mereka biasa makan di taman belakang, bukan di kantin. Kalau makan di kantin, Rana pasti tak bisa memandang langit sebebas ini.

Posisinya, Rana duduk di bangku yang terbuat dari semen, sedangkan Dimas duduk di bawah menghadap ke arahnya.

Hening yang cukup lama itu membuat Dimas tak lepas memandang Rana. Matanya tak berhenti menatap gadis yang beberapa hari lalu mengubah poninya menjadi seperti dora.

Rana tampak menggemaskan.

Jika kabar tentang ibunya bukanlah berita yang baik, setidaknya Dimas masih mempunyai satu tujuan hidup; menjaga Rana hingga gadis itu benar-benar bahagia.

Tapi kini, semakin bertambah usianya, semakin aneh pula pemikiran Dimas.

Ia tak ingin bersembunyi di balik persahabatan dengan gadis itu.

Dimas bangkit dari duduknya, lalu duduk di samping Rana. Hal itu membuat Rana menoleh ke arahnya, tapi tak lama karena setelahnya Rana sudah kembali memandang langit.

Tangan Dimas gemetar hanya untuk membawa tangan Rana ke dalam genggamannya. Perlahan, diselipkannya jarinya di jari-jari Rana. Hingga tangan mereka benar-benar menyatu.

Saat itulah Rana kembali menoleh. Tapi kali ini gadis itu tampak heran sekaligus bingung karena secara tiba-tiba ritme jantungnya jadi lebih cepat.

Say Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang