...
Kegiatan yang dilakukan oleh Rana disaat hari minggu adalah tidur. Yah, walaupun dia tahu tidur bukanlah suatu kegiatan. Hari-hari minggu sebelumnya, saat jam menunjukkan pukul 10 pagi, Rana masih bersemedi di balik selimutnya yang tebal. Saat dibangunkan gadis itu akan merengek dan meminta tambahan waktu lima menit. Tapi ujung-ujungnya, dia bangun jam 1 siang.
Minggu ini mungkin adalah minggu paling ajaib karena saat jam menunjukkan pukul 7 pagi, Rana sudah berada di luar rumah dengan pakaian santai.
Alasan yang pertama, karena Rana sudah ada janji dengan Dimas untuk berlari kecil mengelilingi taman kompleks.
Alasan yang kedua, karena mimpi buruk semalam Rana tidak bisa tidur sampai pagi menjelang.
Dan kini, kantung matanya yang menghitam membuat Dimas sedikit terlonjak saat memikirkan bahwa yang ia jemput adalah sosok kuntilanak.
"Lo sehat kan?" tanya Dimas dengan kernyitan yang begitu nyata. Rana mengangguk, lalu naik ke atas motor Dimas.
"Beneran sehat?" Dimas bertanya lagi saat Rana sudah duduk di jok belakang. Pemuda itu melirik kekasihnya lewat kaca spion, sebelum akhirnya benar-benar menoleh ke arah Rana.
"Memangnya kelihatan kayak orang sakit ya?" Rana malah balik bertanya.
"Nggak sih, cuma--"
"Nggak apa-apa. Udah jalan sebelum aku berubah pikiran dan lompat dari motor ini terus lari ke kamar dan semedi lagi!" ancam Rana dengan wajah kesal.
Dimas tak habis pikir bagaimana cara rasa bekerja. Bagaimana ia bisa terpikat dengan gadis seajaib Rana sedangkan di luar sana ada banyak gadis cantik dengan tingkah laku normal. Contohnya, Ana.
"Pegangan," ucap Dimas. Tangannya meraih tangan Rana yang memegang kaosnya, kemudian memindahkannya untuk melingkar pada tubuh Dimas.
"Pagi-pagi udah modus," ledek Rana sambil tertawa. Dimas tersenyum tipis. Padahal ia tidak bermaksud mengambil kesempatan dalam kesempitan. Ia hanya takut Rana jatuh karena sepertinya kondisi gadis itu sedang tidak baik-baik saja.
Motor keduanya pun melaju menuju taman kompleks yang letaknya cukup jauh dari blok A tempat Rana tinggal.
Saat melintasi jalanan kompleks yang masih sepi karena belum banyak ditempati, sesuatu yang keras terlempar dari arah kiri dan tepat mengenai pelipis Rana.
"Aw," ringis Rana yang spontan membuat Dimas menghentikan laju motornya. Saat Dimas menoleh, ia sudah melihat pelipis Rana berdarah. Pemuda itu menoleh ke arah kiri untuk mencari seseorang yang sudah membuat Rana terluka. Tapi yang ditemuinya hanya pohon mangga kecil dengan daun yang tidak terlalu lebat.
"Turun dulu--"
"Diobatin di taman aja nanti, jalan ini sepi banget soalnya." Sela Rana masih disertai ringisan kecil yang lolos begitu saja. Dimas mengangguk, kemudian melajukan motornya menuju taman kompleks yang sudah dekat.
Rana langsung turun begitu sampai, mencari bangku panjang yang masih kosong. Dan untungnya, dia dapat satu.
"Kenapa bisa tiba-tiba berdarah gitu?" tanya Dimas dengan nada bicara yang tenang namun tak dapat menutupi kekhawatirannya.
"Tadi ada yang lempar batu dari arah kiri, terus kena pelipis aku."
"Kalau tadi gue suruh lo pakai helm, lo nggak akan luka begini."
"Dim," Rana tersenyum manis ke arah Dimas. "Kita kan cuma mau ke sini, malu lagi kalo pakai helm."
"Lo lebih mentingin malu daripada keselamatan lo sendiri?" tanya Dimas dingin.
"Iyalah. Kalo aku ada di dua pilihan antara ditembak mati atau buka baju di tengah jalan, aku lebih milih ditembak mati!"
"Astaga," Dimas meringis pelan sembari tersenyum, gemas akan gadis yang berada di hadapannya.
"Semalem aku mimpi buruk," ucap Rana yang tiba-tiba menjadi murung. Dimas meraih tangan gadis itu, kemudian menggenggamnya.
"Mimpi apa?"
"Orang paling berharga buat aku ada dalam bahaya. Dan aku rasa, aku juga dalam bahaya. Buktinya sekarang, ada yang tiba-tiba lempar batu ke aku."
"Orang paling berharga?" Dimas mengernyit. "Maksud lo, gue dalam bahaya?"
"PD banget sih!" Rana berdecak kesal sambil memukul lengan Dimas. Dimas terkekeh, akhirnya ia bisa membuat Rana kesal jika sebelumnya gadis itulah yang selalu membuatnya kesal.
"Untuk saat ini, aku rasa kamu jangan deket-deket aku dulu."
Apa?! di hari kedua mereka berpacaran?!
"Ran--"
"Aku tahu, tapi ini mungkin bisa jadi bahaya juga buat kamu. Dari kecil aku selalu dikelilingin sama bahaya, Dim. Ngertiin ya?"
"Terus lo pikir gue akan nurutin kemauan lo?" Dimas mengernyit. "Ran, kalaupun lo dalam bahaya, itu artinya gue ada di dalam bahaya juga."
Rana menunduk dalam. Jika bahaya yang mengincar Rana hanya sebatas penyekapan, itu sih tak masalah. Tapi Rana punya firasat, jika bahaya dan ancaman yang sama seperti dulu akan kembali datang ke hidupnya.
"Sini, gue bersihin dulu." Dimas menarik tangan Rana untuk mendekat, kemudian mengelap darah di pelipis gadis itu dengan handuk kecil yang ia bawa.
"Dim,"
"Hm?"
"Aku sayang kamu,"
Dimas tersenyum tipis, tangannya terangkat untuk mengusap lembut pipi Rana.
"Gue tahu,"
"Aku pikir kamu bakalan ngomong 'aku juga sayang kamu' tahunya malah gitu." Rana cemberut.
"Gue juga," Dimas tersenyum lagi. "Dan gue pikir, tanpa gue jawab pun lo bakalan tahu apa jawabannya. Tahunya lo nggak sepeka itu."
"Dim,"
"Hm?"
"Kenapa ada orang jahat di dunia ini?" tanya Rana tanpa menatap mata Dimas. Saat kecil, hanya bunda yang benar-benar baik padanya. Sedangkan yang lain, Rana tahu mereka semua jahat.
"Nggak ada orang yang terlahir jahat, Ran. Keadaan yang buat mereka mau nggak mau jadi jahat."
"Kalau kamu jahat apa nggak?"
Pertanyaan polos dari mulut gadisnya membuat Dimas bungkam seketika.
...
Heyiih trulalalaa dari Jennie 😄
Aku mau rec emot lucu nih hehe, humorku turun drastis waktu liat emot-emot ini. Rasanya pengin ngakak terus.
😋😥🤓😲😩😳👿🐩🐮
Udahlah, ntar kalean pada ketularan retjeh😂
Salam sayang
DinnyKha
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...