...
Tika benar-benar menjaga Rana. Dia bahkan sudah meminta Dokter untuk membuatkan surat selama tiga hari ke depan. Jadi, besok dan dua hari seterusnya Rana akan benar-benar istirahat di rumah. Tika juga sudah mengatur penjagaan yang cukup ketat. Misalnya, nanti malam Aga harus begadang di balkon kamar Rana. Dan besok malamnya, tugas itu digantikan oleh Rendi.
Rendi dan Aga bisa saja menolak dengan alasan Tika terlalu paranoid. Tapi mereka akui bahwa mereka pun cukup khawatir dengan kenyatan yang sewaktu-waktu bisa menampar mereka.
Barangkali ayah kandung Rana masih hidup.
"Beliin gue es krim dong, Ren." Celetuk Aga yang barusaja masuk ke dalam kamar Rana. Rendi yang tengah asik membaca komik milik Rana pun merasa terganggu.
"Sok tua lo nyuruh-nyuruh gue!" balas Rendi dengan suara pelan karena takut Rana terbangun.
"Lah, lo kan sering ngatain gue tua."
"Nah karena lo udah tua, jadinya lo nggak boleh makan es krim lagi! Cepet matinya nanti." Rendi bangkit dari posisi duduknya, lalu duduk di karpet sedangkan Aga berdiri di dekat meja belajar Rana.
"Emangnya es krim dimakan?" tanya Aga dengan wajah bodoh. Rendi berdecak. Pantas saja kakaknya itu belum mendapatkan gelar sarjana! pihak universitas pasti mikir berulangkali jika hendak mensarjanakan Aga.
"Terus diapain? dijilat?"
"Diminumlah!"
"Kok diminum? baru tahu gue," kini giliran Rendi yang bertanya dengan wajah bodoh.
"Kalo es krimnya cair kan diminum!"
"Susah memang ngomong sama tua bangka!"
"Lo mau ke Bangka?" Aga bertanya lagi dengan wajah yang terlihat begitu polos dan sangat menjijikan di mata Rendi. Oke, Rendi sebisa mungkin harus menahan teriakannya supaya Rana tidak terkejut dan bangun.
"Satu fakta lagi yang buat gue yakin kalau lo memang udah tua. Kuping lo udah budeg." Cibir Rendi sambil memutar matanya malas. Aga tertawa pelan dengan jari telunjuk yang menunjuk wajah Rendi seakan meledek adiknya itu.
"Rendi adikku yang tampannya melebihi Tarzan, beliin gue es krim dong."
"Setan emang!"
Prang.
Rendi memelotot kaget saat bantal yang dilemparnya ke arah Aga malah meleset ke arah bingkai foto yang digantung di atas meja belajar Rana. Bingkai foto itu jatuh dan pecah sehingga menimbulkan suara yang membuat mata Rana langsung terbuka.
Detak jantung Rana langsung tak seirama lagi, diliriknya Aga yang tengah memungut foto Rana yang tertutupi pecahan kaca.
Melihat bingkai fotonya jatuh, Rana langsung berteriak histeris karena mengira itu adalah salah satu bentuk teror.
"Mama!"
"Eh, Ran, itu gue kok yang jatuhin. Nggak sengaja tadi, jangan buat Kakak lo yang ganteng ini kena amuk Mama dong, Ran." Rendi langsung memasang wajah memelas. Tapi teriakan Rana sudah terdengar ke penjuru rumah sampai membuat Tika dan Ana yang tengah berada di dapur langsung berlari ke kamar.
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...