7. Mengalah

984 81 3
                                    

Rana menghempaskan tubuhnya di atas kasur. Gadis itu menghela napas berat. Ia merasa sangat bersalah saat mendapatkan nilai 80 sedangkan Dimas mendapat nol.

Harusnya kan itu nilai Dimas. Dan sialnya, Dimas malah mengusap kepala Rana, lalu mengatakan itu bukan masalah dan Rana tak perlu merasa bersalah.

"Kak,"

Rana menoleh ke arah pintu kamar yang dibuka. Ana berjalan masuk setelah menutup pintu, gadis itu menunjuk piyama Rana yang ia pakai dan kemudian tersenyum.

"Minjem, ya," ucap Ana sambil tertawa. Rana mengangguk. Tidak adanya semangat dalam wajah Rana membuat Ana mengernyit, kemudian duduk di atas kasur.

"Lo lagi ada masalah ya?" tanya Ana dengan nada sedih.

"Iya, gue lagi merasa bersalah sama seseorang, An." Jawab Rana.

"Kenapa? sama siapa?"

"Dimas," Rana menghela napas lagi. "Dia dapet nilai nol karena gue, rela dihukum juga karena kesalahan gue."

Ana diam. Dimas, ya? Sesayang itukah Dimas pada Rana? apa yang Tika katakan itu benar kalau Dimas dan Rana tak akan saling jatuh cinta?

Ah, Ana pikir, itu sangat mustahil. Keduanya pasti akan saling jatuh cinta.

"Masa sih?" tanya Ana basa-basi.

"Iya, An. Nggak tahu kenapa gue merasa kalau dari dulu gue cuma buat dia susah."

"Kak,"

"Hm," sahut Rana pelan.

"Lo suka sama Kak Dimas?"

Rana langsung bangun dari posisi tidurnya, kemudian menatap Ana.

"Nggak tahu. Tapi An, kalau jantung gue selalu berdetak lebih cepat di dekat Dimas, apa itu namanya gue jatuh cinta? Kalau gue merasa sedih Dimas nggak ada di samping gue, apa itu jatuh cinta?"

"Lo merasa begitu?" tanya Ana.

"Mungkin. Apa kalau gue merasa Dimas selalu ada dan penting untuk gue, itu bisa dibilang jatuh cinta?"

"Iyalah," jawab Ana sambil terkekeh. Gadis itu mencubit pelan pipi Rana, kemudian tersenyum.

"Lo jatuh cinta sama Kak Dimas?"

Rana menangkup pipinya, kemudian tersenyum, tanpa sadar pipinya itu terasa begitu panas.

"Tuh kan, merah pipinya!" ledek Ana. Rana memukul pelan tangan Ana, kemudian menutupi wajahnya dengan bantal.

"Ciee jatuh cinta!"

"Ana!" Rana melempar bantal ke arah adiknya itu. Ya Tuhan, kenapa pipi Rana terasa begitu panas?

"Mama! Kak Rana jatuh cinta!" teriak Ana sambil berlari ke arah pintu, membukanya, lalu berlari menuruni anak tangga dan menemui Tika yang sedang berbincang dengan Julio di ruang tamu.

"An, apa kamu bilang tadi?" tanya Julio saat Ana sampai di hadapan keduanya dengan napas tersenggal-senggal.

"Kak Rana--"

Brak.

Suara pintu kamar yang ditutup dengan keras membuat ketiganya sontak menoleh ke atas. Rana mengunci pintu kamarnya, ia pasti tahu kalau setelah ini mama dan papa akan menemuinya.

"Tuh, malu dia," ujar Tika sambil meninju pelan lengan Julio.

"Ya udah, samperin." Julio bangkit dari duduknya, lalu berjalan ke arah kamar Rana diikuti Tika di belakangnya.

Ana tidak mengikuti kedua orangtuanya, gadis  itu memilih duduk di ruang tamu, menenangkan perasaannya yang berkecamuk.

...

Say Good ByeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang