Mungkin ini adalah hari tersial bagi Rana. Yang benar saja, setelah diceramahi habis-habisan oleh mamanya, Rana dikejutkan dengan ulangan Kimia dadakan.
Rendi dan Sinta si enak, sudah kelas XI, dan setahunya guru-guru kelas XI sedang melakukan rapat. Jadi, mereka bisa makan di kantin demi menghilangkan suntuk dari kultum panjang mama beberapa jam yang lalu.
Rana bukan orang yang gemar belajar. Ia benci angka. Rasanya perutnya langsung melilit saat melihat sederet angka, apalagi rumus. Rana jelas berbeda 100% dengan Dimas yang jago di pelajaran Kimia.
Rana meringis saat kertas ulangan sudah diletakkan di mejanya. Gadis itu langsung menoleh ke bangku yang berada di pojok belakang. Dimas tampak santai memerhatikan soal yang baru dibagikan itu.
"Nggak ada yang menyontek! Jangan berisik, jangan liat buku dan jangan noleh kanan-kiri!" Peringatan dari Bu Nani membuat anak-anak yang tadinya sibuk menoleh kanan-kiri langsung terdiam dengan tubuh tegap.
Matilah Rana.
Kesialannya akan bertambah jika ia mendapat nilai jelek.
Di saat yang lain sudah mulai mengerjakan, Rana masih memandang sedih semua soal yang tak ia mengerti. Dari 10 soal, tak ada satu pun yang bisa Rana jawab.
Gadis itu melirik ke arah Bu Nani yang sedang memeriksa ulangan kelas lain. Setelah merasa aman, barulah Rana menoleh ke belakang.
"Dim, shtt."
"Ngapain itu sat-sut sat-sut?!" tanya Bu Nani tanpa menoleh ke asal suara. Guru itu seakan bisa mengetahui tanpa melihat. Atau mungkin suara Rana yang terlalu besar.
Mendengar panggilan Rana, Dimas langsung mendongak. Ia sudah mengerjakan 8 soal, dan dari penglihatannya, kertas jawaban Rana masih kosong.
"Kalau ada yang menyontek, semua jawaban udah langsung harus dikumpul!" Bu Nani mendongak, membuat Rana buru-buru menunduk berpura-pura mengerjakan ulangan miliknya.
Gadis itu tak punya pilihan lain. Diambilnya kertas dari laci, kemudian tangannya mulai menari di atas kertas itu.
TULIS JAWABANNYA DI SINI YA
RANA NGGAK TAHU APA-APAKertas itu ia gulung kecil, kemudian siap untuk ia lemparkan ke meja Dimas.
Matanya was-was, menatap Dimas dan Bu Nani bergantian. Tangan Rana terangkat, kertas itu terlempar sanggat tinggi, sehingga ujung mata Bu Nani masih bisa melihatnya.
"Siapa itu yang lempar-lempar?!" tanyanya dengan nada membentak. Satu kelas langsung menoleh ke arah Rana yang menatap Dimas dengan tatapan memohon.
Semoga saja Dimas tidak memberitahu kepada Bu Nani bahwa ialah yang melempar kertas itu.
Dimas menunduk, mencoret nama Rana yang ada pada kertas itu.
"Buruan ngaku!"
"Saya, Bu." Dimas bangkit dari posisinya setelah melempar surat kecil kepada teman di sebelahnya. Pemuda itu berjalan ke arah Bu Nani dan memberikan kertas itu.
"Kamu ya!" Bu Nani menatap Dimas tajam. Wanita paruh baya itu membuka kertas yang dilipat menjadi sangat kecil.
"Ini nama siapa yang kamu coret?!"
"Bukan saya," Dimas menggeleng.
"Ngaku Dimas!"
KAMU SEDANG MEMBACA
Say Good Bye
Teen FictionMasalah demi masalah berdatangan ke hidup Rana, tentunya mengganggu setiap hubungan yang dijalin oleh gadis itu. Sisi berbeda terlihat dengan sendirinya dari orang-orang yang ia sayang. Semuanya memiliki sisi gelap yang tak pernah Rana tahu. Hingga...