Pagi selalu sama. Dingin. Begitulah pikir Deanis.
Ia berdiri di balkon kamarnya. Menatap matahari yang mulai membakar embun yang dingin.
"Di sini ternyata tidak begitu buruk" gumamnya.
Di Jerman, matahari tidak terlalu ramah. Sehingga pemandangan pagi hari ini terasa cukup hangat. Satu-satunya yang tidak berubah adalah sunyi.
Kemana pun Ia pergi, paginya selalu sunyi. Ia merasa hidup sebagai manusia diantara zombie yang enggan terlihat selain urusan kerja. Deanis bahkan tidak pernah meminta kesunyian ini, tapi entah mengapa situasi selalu di setting sama persis tanpa menanyakan apa yang Ia inginkan.
Ia hendak berbalik ke kamar, namun tubuhnya terhenti saat melihat seseorang yang cukup jauh dari pandangannya.
Orang itu, tidak, wanita itu lebih tepatnya, tengah duduk bersandar sambil menatap langit yang baru saja Deanis tatap.
"sepertinya Ia manusia pertama yang berani muncul di mataku"
Kekeh Deanis.***
Deanis berharap wanita itu masih ada di tempatnya, sehingga Ia dapat menyapa seorang wanita setelah sekian lama. Sayangnya itu harapan kosong. Wanita itu entah kemana perginya.
Deanis duduk di kursi yang tadi di duduki wanita itu. Aroma vanilla, masih tertinggal. Mungkin karena Ia cukup berkeringat tadinya.
"kau suka vanilla? Aku juga."
Sejak tadi Deanis cengar cengir sendiri. Sesuatu yang sangat jarang Ia lakukan sebagai seorang bos yang selalu di nilai dingin oleh bawahannya.
Ia merasakan dirinya terlalu gila pagi ini, lalu memutuskan kembali ke rumah lebih cepat. Mood-nya cukup baik untuk datang ke kantor lebih cepat hari ini.
***
Aroma roti panggang
Deanis disambut hangat oleh aroma itu,
"apa mereka mengganti sekretarisku?"
Ia hanya bingung. Aroma ini sangat baru baginya. Yang Ia tau sekretarisnya tidak cukup baik dalam memasak. Ia hanya memperdulikan masalah gizi di banding yang lain.
Deanis menuju ruang makan rumah itu. Sesuai tebakan Deanis, itu aroma roti panggang. Dari baunya saja, Deanis sudah dapat menakar rasa manis di lidahnya.
Ia kemudian mengambil garpu dan memotong sudut roti itu,
"kau cukup baik untuk ini rupanya." ucap Deanis. Sudut bibirnya tertarik. Lagi-lagi Ia tersenyum untuk hal sederhana lainnya pagi ini.
"vanilla?"
Deanis yakin Ia mencium aroma Vanilla lagi, tapi bahkan sampai potongan terakhir Ia sedikitpun tidak merasakan vanilla dalam roti itu.
Ia menggeleng "aku tidak boleh gila karena itu," dan ia kembali ke kamarnya.
***
Laura membersihkan piring sisa bosnya sarapan. Ia tampak semeringah bahagia,
"kau sangat menyukainya ternyata" gumam Laura.
Seingatnya, tertulis dengan jelas bahwa Deanis sangat tidak suka sarapan. Tapi nyatanya pria itu sudah menghabiskan tanpa sisa sarapan buatannya.
Ini sangat membahagiakan bagi Laura, "kau sangat tau cara memuji, tuan"
Laura membereskan semuanya kemudian kembali ke kamar untuk mengambil tasnya dan berangkat ke kantor.
Laura setengah berlari saat meninggalkan rumah. Ia khawatir Dony datang lebih dulu dan menghancurkan paginya yang indah.
***
"apa yang kau lakukan pagi ini?" Dony tampak ketus ketika kata-kata itu menyembur dari Mulutnya
Laura berusaha mengingat, "aku melakukan sesuai dengan aturan yang anda berikan, Pak."
"tidak mungkin! Kau pasti melewatkan sesuatu. Jika tidak, kita tidak akan di sini!"
Dony mengomeli Laura yang membuatnya diminta menghadap Deanis pagi ini. Dan sinilah mereka, di ruangan Deanis menunggu bos besar itu datang.
Laura bukanlah tipe manusia yang menerima begitu saja fitnah, "anda bisa menguji saya sekarang juga. Saya tidak akan melewatkan satu kata pun" tatap Laura kesal pada atasannya itu.
"kau-"
Criitt.
Pintu ruangan itu terbuka, Laura dan Dony berbalik menghadap kedatangan pria itu. Laura tampak tertunduk menyembunyikan amarah yang baru saja Ia luapkan pada atasannya.
"kalian sudah lama?" basa basi Deanis
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss: When A Man Fallin Love - COMPLETE
RomanceLaura, berhasil membuat bos-nya jatuh cinta dihari pertama Ia bekerja. Namun tidak mudah untuk membenarkan cinta itu. Keraguan kerap kali menghampiri setiap Ia berusaha menerima hubungan itu. Belum lagi masa lalu Deanis yang sulit untuk membuatnya...