"LAUURAAAA!!!!!!" pekik Ratih begitu bertemu sahabatnya itu.
Laura yang tengah mengenakan gaun putih itu, sontak menoleh ke arah Ratih. Ingin Ia melompat kepelukan sahabatnya, tapi apa daya, itu hanya akan menyulitkan desainer yang membantunya berbusana "kemarilah. Aku sulit bergerak"
"sedikit lagi selesai nona, bertahanlah sebentar" ucap wanita paruh baya yang tengah mengancingkan baju di punggung Laura.
"gaun ini sangat indah, Mery." puji Laura sambil melihat pantulan bayangannya dicermin.
"tidak tidak. Tubuhmu lah yang indah. Sehingga gaun biasa ini terlihat mewah. Jika saja kau tidak menolak waktu itu, aku akan membuatkan gaun yang lebih indah dan mewah untukmu" bantah Mery.
"ini sudah lebih dari cukup, Mery"
"selesai! Pergilah bersama sahabatmu. Kau sangat cantik pengantin" goda Mery dengan sedikit menggamit pipi Laura.
Laura seolah tak dapat berhenti melihat bayangan itu, "seperti mimpi"
"ini terlalu nyata untuk disebut mimpi" sahut Ratih yang telah berdiri tepat di samping Laura, "lihat dirimu, kau sangat cantik"
Laura tertawa pelan, "itu sudah sejak lahir"
Tawa keduanya riuh memenuhi ruangan itu.
"kemarilah" pinta Ratih agar Laura menghadapnya. Kemudian tangan keduanya bergandengan, "kau sudah memilih keputusan yang tepat."
Laura mengangguk, tak seperti sebulan lalu ketika Ia menemui Ratih dengan tangis tersedu-sedu karena Deanis mengabaikannya. Padahal saat itu, Deanis tengah menghadiri pertemun penting.
"berjanjilah padaku, kau tidak akan lagi meragukan cintanya. Itu bisa menjadi tombak dalam rumah tangga kalian nantinya" lanjut Ratih.
Laura mengangguk keras, "siap, kak!"
Tak biasanya Laura memanggil Ratih dengan sebutan kakak sekalipun jarak umur mereka cukup jauh.
"kemarilah adikku, sayang. Peluk aku." Ratih mendekati Laura dan mengalungkan lengannya di pundak Laura.
Laura beruntung bertemu dengan sahabat sekaligus kakak yang sangat perhatian padanya. Jalan hidup Laura mungkin saja berbeda jika Ia tidak bertemu dengan Ratih di panti asuhan.
Mereka tumbuh dewasa bersama. Berjuang bersama. Dan kini sukses bersama.
"sayang" panggil Dakwa, suami Ratih, "kau harus membawa pengantin keluar sekarang"
Mendengar panggilan itu, Laura dan Ratih melepas pelukan masing-masing,
"kenapa kau menangis? Dandananmu rusak nanti" ucap Ratih sambil berusaha mengeringkan air mata Laura yang tak seberapa.
"air matamu lebih banyak dariku" sahut Laura meledek.
***
Laura berdiri tegak seorang diri di ujung ruangan itu. Tak ada pengiring pengantin, sesuai permintaannya. Ia tidak ingin posisi mendiang ayahnya digantikan dengan pria manapun. Hanya Ayahnya yang berhak melakukan prosesi itu.
Diujung sebaliknya, tampak Deanis berdiri gagah dengan taksedo hitamnya. Kebahagiaan tergambar jelas di wajahnya begitu melihat Laura berjalan perlahan mendekatinya.
Melihat senyum Deanis, Laura tertunduk malu. Sesekali Ia melirik pada tamu yang hadir pada prosesi sakral ini. Tampak olehnya teman-teman lama dari panti asuhannya juga turut hadir.
Deanis mengulurkan tangannya, membantu Laura naik ke altar dimana mereka akan mengucap janji.
Keduanya saling menatap, saling memuji lewat tatapan itu.
"saya, Deanis Hansen, akan menerimamu, Laura Putri, sebagai istriku, sejak hari ini hingga seterusnya, dalam waktu baik maupun buruk, kaya maupun miskin, dalam sakit dan sehat, untuk mencintai dan menghargaimu, sampai maut memisahkan kita..."
Mata Laura berkaca. Dengan senyum yang lekat di bibirnya Ia mengucap sumpah pada Tuhan untuk melakukan yang sama bahkan lebih baik dari yang dijanjikan pria gagah itu.
***
Thank you, untuk semua readers yang sudah membaca sampai sejauh ini. Love you :*
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss: When A Man Fallin Love - COMPLETE
RomanceLaura, berhasil membuat bos-nya jatuh cinta dihari pertama Ia bekerja. Namun tidak mudah untuk membenarkan cinta itu. Keraguan kerap kali menghampiri setiap Ia berusaha menerima hubungan itu. Belum lagi masa lalu Deanis yang sulit untuk membuatnya...