"menurutmu ini bagaimana?" Deanis menunjuk salah satu menu hidangan yang nantinya akan disajikan pada para tamu.
Sejak Laura menyampaikan opininya tadi, Deanis bertanya banyak hal tentang acara ini. Laura tidak merasa bahwa Ia hanya seorang notulen yang mencatat secara keseluruhan isi meeting hari ini.
"kelihatannya enak, aku jadi lapar" canda Laura sambil mengelus perutnya.
Deanis tertawa geli melihat itu. Ia sudah tau sejak tadi bahwa Laura kelaparan. Suara angin yang bersiul di perutnya tak dapat wanita itu sembunyikan lagi.
"bisa kau sajikan ini untuk kami sekarang?" pinta Deanis pada chef hotel itu.
Diluar dugaan Laura, Deanis benar-benar memesan menu itu. Padahal tadinya Ia hanya bercanda. Terbesit niat untuk menghentikan Deanis, tapi perutnya memang sudah lapar. Bukan waktu yang tepat untuk bersikap jual mahal.
"baiklah. Akan saya sajikan segera." jawab chef itu kemudian beranjak pergi meninggalkan mereka berdua.
Sepeninggal chef itu, mereka berdua terdiam satu sama lain. Sibuk memeriksa pekerjaan masing-masing.
Deanis baru saja menutup tab-nya setelah membalas email seseorang. Kemudian Ia melirik pada Laura yang sibuk mengisi buku meetingnya. Gadis itu sungguh luar biasa, Ia menuliskan semua hasil diskusi mereka sejak tadi. Daya ingatnya sangat baik, sayangnya untuk yang satu ini Ia selalu lupa.
"Laura.. " panggil Deanis lembut.
"ya, Pak" jawab Laura spontan. Dan beberapa detik kemudian Ia menyadari kesalahannya.
Deanis tersenyum lebar, "kurasa kau harus mencicil hukumanmu"
Laura menutup buku dan meletakkan penanya. Ia menatap Deanis yang bersandar sambil tersenyum mencurigakan, "kau benar, Deanis. Aku akan mencicil hukumannya"
Laura tertunduk di hadapan Deanis. Kakinya bergetar. Ia gugup menghadapi hukuman yang mungkin tidak akan selesai dalam seminggu.
Deanis menegakkan punggungnya. Mendekat kearah Laura yang tampak lugu tertunduk menunggu hukuman.
Ia kemudian menarik pelan dagu Laura. Membuat wajah gadis itu menghadapnya.
Laura terbelalak, barangkali ia tak menyangka dengan tindakan Deanis.
Ia tampak gelisah. Merasa tidak nyaman dengan perlakuan itu, Laura berniat menarik mundur wajahnya dan menepis tangan pria itu.
Belum sempat Laura menghindar, Deanis sudah melahap bibir mungilnya. Dengan lembut, Deanis mengecup nikmat bibir gadis itu. Laura diam saja, membuat Deanis semakin enggan menyudahinya.
Laura tidak dapat melawan, matanya terpejam menikmati. Ini pertama kalinya Ia berciuman. Terasa canggung namun tidak ada alasan bagi Laura untuk menghindar, karena pria dihadapannya itu lebih dari kata pantas untuk mendapatkannya. Bahkan jika itu bukan cinta, Laura pun tidak akan menyesal karena ciuman pertamanya dengan pria yang hebat.
Perlahan Deanis menjauhkan bibirnya. Bibir Laura tampak merah dan basah akibat ulahnya. Dan mata gadis itu masih terpejam. Entah menikmati atau Ia cukup malu untuk membukanya.
Deanis mengecup kening Laura. Dan Laura pun membuka matanya perlahan. Kedua mata itu beradu, tanpa kata. Berharap menemukan sebuah penjelasan di sana.
Laura berkedip beberapa kali, kesadarannya mulai kembali. Tangan Deanis masih berada di pipinya, membuat perasaannya semakin tak karuan,
"aku ke toilet dulu" tanpa memedulikan Deanis, Laura berlari meninggalkan meja itu. Ia mendekap pipinya yang panas dengan tangannya yang dingin seperti es.
Deanis malah tertawa melihat tingkah lugu gadis itu, "apa aku yang pertama?" bisiknya.
***
Setelah ciuman itu, Laura tak berani bersuara. Ia hanya makan, berbicara seadanya. Seperti menjaga jarak.
Ketika di toilet tadi Ia sempat terfikir, pria seperti apa Deanis. Kecupan itu memang terasa nikmat, itu membuktikan bahwa Deanis sudah kerap kali melakukannya. Dan bisa saja Laura bukan sekretaris pertama yang diperlakukan seperti itu. Selain itu, tidak cukup pantas baginya untuk bersikap akrab hanya karena sebuah ciuman.
Dan saat ini, dalam perjalanan pulang, Laura tertidur lelap di mobil.
Ia telah mengerjakan begitu banyak hal. Wajar saja jika kelelahan seperti sekarang. Ia bahkan tidak sadar kepalanya beberapa kali terbentur kaca. Melihat itu Deanis menarik pelan kepala Laura agar bersandar di bahunya.
Deanis merenungi setiap lekuk indah di wajah Laura, "kau bahkan cantik saat tidur, boleh aku tidur denganmu malam ini?" bisik Deanis lalu mengecup lembut kening gadis itu.
"sebentar lagi kita sampai pak" ujar supir didepan.
Deanis tidak menjawab. Ia justru sibuk memikirkan harus Ia apakan gadis ini.
Jujur saja, Deanis tidak begitu pandai berbasa basi dalam hubungan. Ketika Ia bertemu dengan klien yang tertarik padanya, Ia akan menerima undangan bermalam dengan wanita itu. Dan menyudahinya dengan kenikmatan satu malam.
Tapi gadis ini, membuat Deanis tertarik untuk hubungan yang lebih dari itu. Ia tidak ingin karena kecerobohannya membuat jarak diantara mereka seperti saat makan malam tadi.
Sesampainya di rumah, Deanis berusaha membangunkan Laura.
"Laura.. Kita sudah sampai" bisik Deanis.Deanis menunggu namun tak ada jawaban dari wanita itu, "bangunlah Laura, jika tidak kau akan menyesal esok"
Bahkan dengan ancaman itu, Laura tidak terbangun.
"kau benar-benar tidur nyenyak rupanya."
Deanis memutuskan untuk menggendong gadis itu. Tubuhnya yang langsing tidak terlalu menyulitkan Deanis untuk menggendongnya.
Seorang pengawal berlari mendekat ke arah Deanis karena melihat bos-nya melakukan itu, "biar saya, Pak" pengawal itu berusaha menggantikan Deanis menggendong Laura.
"singgirkan tanganmu jika kau masih ingin memilikinya!" ucapan Deanis terdengar serius, "Mulai hari ini jangan berani menyentuhnya. Selain keamananku, prioritaskan keamanannya"
"baik, pak" sahut pengawal itu dan kembali ke tempatnya.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss: When A Man Fallin Love - COMPLETE
RomanceLaura, berhasil membuat bos-nya jatuh cinta dihari pertama Ia bekerja. Namun tidak mudah untuk membenarkan cinta itu. Keraguan kerap kali menghampiri setiap Ia berusaha menerima hubungan itu. Belum lagi masa lalu Deanis yang sulit untuk membuatnya...