"kau tidak lapar?" tanya Laura.
Deanis menggeleng pelan. Matanya menatap lembut wanita dipelukannya itu. Hanya berbalut selimut yang tipis mereka saling memeluk satu sama lain.
Setelah perdebatan mereka ditaman tadi, akhirnya sentuhan Deanis meluluhkan hati Laura yang telah dingin karena rindu. Deanis yang juga tak kalah rindu, tak mampu lagi menahan diri untuk menceritakan pada Laura betapa besar kerinduan itu. Dan disinilah mereka berakhir, saling memeluk tanpa sehelai benang di ranjang empuk Deanis.
"kenapa tidak mengabari dulu kau pulang hari ini?" tanya Laura manja sambil bergelayut di dada Deanis yang seksi.
"ku pikir lebih baik membuatmu terkejut. Siapa tau kau akan berlari memelukku." ejek Deanis sambil terkekeh.
"tidak lucu" Laura manyun karena ejekan Deanis. Jelas Laura tidak akan melakukan hal konyol itu sekali pun rindunya sudah di ubun-ubun.
"jadi.... Kau tidak rindu padaku?" tanya Deanis kembali. Matanya berbinar mengharap sekali saja mendengar wanita ini mengatakan merindukannya.
Laura diam tak menjawab pertanyaan tak masuk akal itu. Jika Laura tidak merindukannya, tidak mungkin mereka berakhir diranjang seperti ini.
"aargh" Laura terperanjat karena tiba-tiba saja pria kekar itu sudah menimpanya dalam sekali gerakan.
"aku merindukanmu, sangat" ucap Deanis dengan menatap dalam mata Laura.
Nafas Laura mulai tak teratur mendengar kejujuran Deanis, ditambah lekuk tubuh seksi pria itu menyentuh lembut tubuh mungilnya.
"apa yang paling kau rindukan, Deanis?" Laura menggigit bibirnya, Ia tau betul pertanyaan ini mungkin membawa mereka pada ronde selanjutnya.
Deanis menarik ujung bibirnya, Ia tau maksud pertanyaan wanita itu. Sungguh menggoda!
"ini" Deanis mengecup lembut bibir Laura yang sejak tadi digigitnya sendiri.
Deanis lama bercumbu disana, dibibir mungil nan berisi itu. Sesekali Laura terdengar mengerang mencari nafas. Namun Deanis tak berhenti mengecup, mengulum dan menggigit bibir berani itu.
Aaaaaa- aaaaaah
Laura akhirnya dapat menarik nafas karena pria itu akhirnya melepaskan ciumannya.
"ini" Deanis tenggelam dalam leher jenjang wanita itu. Harum parfum Laura masih tercium samar di sana.
Laura hanya menikmati setiap sentuhan basah dan lembut lidah Deanis yang bermain di sana. Sesekali erangan terdengar dari bibirnya, tak mampu menahan birahi yang di bangkitkan Deanis.
"I love you, Laura" bisik Deanis. Laura mendengar jelas meski bisikan itu bercampur aduk dengan nafasnya yang memburu.
Hatinya terasa hangat mendengar pernyataan cinta itu. Bukan yang pertama, namun masih terdengar baru bagi Laura. Ingin rasanya Laura membalas pernyataan itu, namun semakin besar keinginan itu semakin dalam pula ketakutannya.
***
"pelan-pelan saja. Kau bisa tersedak nanti"
Deanis menyantap begitu lahap sarapan yang di buat Laura. Padahal itu hanya roti panggang yang sudah hampir setiap hari Ia makan setelah bercinta dipagi hari dengan sekretarisnya itu.
"salah satu yang ku rindukan" ucap Deanis dengan mulutnya yang penuh terisi makanan. Garpu dan pisau yang digenggamnya menunjuk ke arah piring yang hampir kosong itu.
Laura menopang dagu nya di hadapan Deanis. Mendengar banyaknya rindu yang Deanis ucapkan hari ini membuat Laura terlintas untuk mengajukan sesuatu.
"jika kita berpacaran... " gantung Laura.
Deanis meletakkan garpu dan pisau yang di pegangnya, meneguk jus jeruk untuk membersihkan isi mulutnya. Lalu menanggapi serius ucapan Laura, "kau ingin bernegosiasi?"
Laura mengangguk keras. Sejujurnya Ia ragu Deanis akan menyetujui ini.
"baiklah. Katakan itu. Aku akan mempertimbangkannya" lanjut Deanis.
"jika kita pacaran... Apa tidak masalah jika itu di rahasiakan dari semua orang?" tanya Laura.
Deanis menatap tajam pada Laura. Sejujurnya ini pasti terdengar membingungkan. Umumnya wanita meminta pengakuan pada publik jika memiliki hubungan khusus, aneh Laura menginginkan sebaliknya.
"kau yakin tidak masalah dengan itu?" tanya Deanis ragu.
Laura memperbaiki posisinya bersiap menjelaskan, "mungkin ini terdengar aneh bagimu. Tapi aku tidak butuh pengakuan publik jika harus menjalin hubungan denganmu. Aku tidak ingin orang lain beranggapan negatif tentang dirimu dan hubungan kita nantinya. Jadi menurutku, lebih baik kita rahasiakan semua ini."
Yang dikatakan Laura tidak salah. Tapi Deanis tidak berfikir sampai jauh ke sana, "aku tidak yakin harus mengatakan apa. Permintaanmu ini mungkin akan menyakitimu nantinya"
"jika sudah menjadi milikmu, aku tidak butuh hal lain seperti pengakuan publik dan lainnya." jawab Laura dengan girang.
"ini mungkin tidak akan berhasil" Deanis msih ragu.
"aku tidak akan mengatakan yes jika kau tidak bersedia menerima syarat ini. Setidaknya untuk sementara sampai aku membuktikan bahwa aku pantas untukmu."
Deanis terdengar menarik nafas panjang. Ia masih tidak habis fikir dengan permintaan Laura, "baiklah. Kita akan merahasiakannya. Tapi kau harus tau bahwa kau lebih dari kata pantas untuk bersamaku."
"yeay!" Laura kegirangan, "apa itu artinya kita berpacaran sekarang?" goda Laura.
Deanis mengangguk, "kemana kita akan merayakannya?"
"hmm.. Aku ada janji siang ini. Mau kah kau menunggu?"
Deanis menyipitkan matanya, "dengan siapa? Di akhir pekan begini?"
Laura tertawa, belum satu menit jadian posesifnya sudah terlihat jelas. "aku akan makan siang dengan Ratih, teman tapi sudah seperti kakakku"
"begitu rupanya." Deanis mengangguk paham, "baiklah. Aku akan menjemputmu nanti"
Laura sangat senang mendengar itu. Ia berlari mengitari meja, kemudian memeluk Deanis, "kau pacar yang bijak"
Deanis mengecup bibir cerewet itu. Berkali-kali. Hingga gairah kembali bangkit pada pasangan itu.
***
KAMU SEDANG MEMBACA
The Boss: When A Man Fallin Love - COMPLETE
RomanceLaura, berhasil membuat bos-nya jatuh cinta dihari pertama Ia bekerja. Namun tidak mudah untuk membenarkan cinta itu. Keraguan kerap kali menghampiri setiap Ia berusaha menerima hubungan itu. Belum lagi masa lalu Deanis yang sulit untuk membuatnya...