15

1.8K 61 0
                                    

Deanis menatap tajam pada gadis yang tertunduk di hadapannya.

"aku sudah mendengar semuanya" ucap datar Deanis.

"jika demikian tidak ada yang perlu saya jelaskan" sahut Cindy setelah berhasil mengumpulkan keberanian.

"aku tidak memintamu kemari untuk mendengar penjelasan palsu!" emosi Deanis terpancing melihat wajah Cindy yang sok polos seolah tak tau kesalahannya.

Mendengar bentakan Deanis, Cindy balas menatapnya kasar. "apa begini caramu menyapa setelah sekian lama?"

Deanis memutar matanya, pertanyaan Cindy membuatnya muak. "aku sudah memperlakukanmu cukup baik dengan membiarkan wanita sepertimu bekerja didekatku. Kau pikir aku akan terjebak kedua kalinya?"

Masih jelas diingatannya bagaimana Cindy dulu hampir menghancurkan hidupnya. Karena obsesi bodohnya pada hubungan yang tidak masuk akal, Deanis hampir dianggap tidak layak untuk mendapat perusahaan peninggalan orang tuanya.

Mendengar ucapan Deanis, mata tajam Cindy berubah sendu, "aku sungguh menyukaimu saat itu bahkan sekarang"

"simpan perasaan sialan itu untuk pria lain!" bentak Deanis yang semakin muak menatap Cindy, air mata itu tidak akan membuatnya simpati.

"dengarkan aku baik-baik. Aku masih mengingat hubungan kita sebagai teman lama, jadi aku tidak akan membiarkan hidupmu terlantar" ucap Deanis lalu melempar sebuah map coklat pada Cindy, "pergilah ke cabang baru kita di Hongkong. Kau akan mendapat posisi lebih baik dari pada di sini"

Untuk sejenak Cindy tertunduk menatap map itu, "tidak ada tempat yang lebih baik selain di sisimu"

"hentikan keras kepala itu dan pergi dari hadapanku untuk selamanya!"

Untuk terakhir kalinya, Cindy menatap Deanis. Matanya penuh dengan air mata yang tertahan. Ia melihat kemarahan yang berapi-api dari mata Deanis.

"baiklah." Cindy mengambil map itu, lalu berdiri "aku pastikan kau tidak akan melihatku lagi"

Deanis tersandar di sofa itu setelah kepergian Cindy. Wanita itu dulu adalah wanita yang mengagumkan. Deanis tidak munafik bahwa dahulu Ia juga menyukainya.

Tapi itu dulu,  sebelum Ia melihat sisi kejam Cindy. Wanita itu menyebarkan rumor kedekatan mereka sementara saat itu Ia tau Deanis tengah berjuang untuk diakui sebagai pemilik perusahaan itu. Sejak saat itu, Deanis sangat membencinya. Keserakahannya untuk memiliki Deanis sudah melebihi batas. Dan Deanis memutuskan untuk pindah ke Jerman mengikuti usulan pamannya.

***

"kami sungguh menyesal" ucap salah seorang karyawan setelah yang lain memohon maaf dan berterima kasih pada Laura.

Laura tersenyum ramah, "aku juga minta maaf karena tidak terbuka pada kalian"

"tidak tidak tidak" bantah Selly, salah satu karyawan yang sudah cukup lama bekerja di sana, "sudah sewajarnya jika kalian menyembunyikan kehidupan pribadi kalian. Kami semua juga punya rahasia, iya kan?"

Karyawan lainnya mengangguk setuju pada perkataan Selly. Laura merasa lega karena mereka tidak menuntut penjelasan apa pun, melainkan mendukung tindakan kami.

"tapi..." suara Selly terdengar berbisik, tidak seperti sebelumnya.

Mendengar Selly yang tiba-tiba berbisik, semua mata tertuju padanya. Tanpa terkecuali Laura.

"apa benar kalian..." Selly menggantung ucapannya, kemudian memadukan kedua jari telunjuknya, memberi kode yang hampir semua orang disana cukup paham, "..pacaran" lanjutnya.

"apa yang kau lakukan!" bentak karyawan yang berdiri sebelahnya sambil menepuk punggung Selly.

Semua karyawan disana menyoraki Selly yang bertingkah kocak. Disatu sisi, Laura tersipu malu. Pura-pura merapikan poni tipisnya yang sama sekali tidak berantakan.

Setelah sorakkan itu berkurang, Laura kembali bersuara "kami akan mengumumkannya diwaktu yang tepat. Sampai waktu tersebut, kami akan bekerja profesional sebagai atasan dan bawahan. Kalian tidak perlu cemas."

Kali ini Laura-lah yang mendapat sorakan dan tepuk tangan dari rekan-rekannya itu. Mereka bahkan menyelamati Laura, yang membuat wanita itu semakin tersipu.

Tak jauh dari mereka, sepasang mata yang merah dan panas menatap tajam pada senyum Laura. Atmosfer keramahan yang diberikan Laura itu, semakin menusuk hatinya yang telah hancur oleh kata-kata dingin Deanis.

Cindy merogoh sakunya, mengeluarkan android dengan case hitam, mengirim pesan pada wanita yang tengah menjadi bintang utama itu.

Me:
Bisa aku mengucapkan maaf dan salam perpisahan? Tunggu aku di halaman depan.

Tak lama setelah Cindy mengirim pesan itu, Laura buru-buru membuka androidnya yang berdering. Wajahnya terlihat cemas namun sendu kemudian.

Laura

Baiklah. Aku akan ke sana sekarang.

Setelah membaca pesan Laura, Cindy meninggalkan lantai itu menggunakan pintu darurat.

'aku berharap kau akan mengenang perpisahan ini'

gumam Cindy dalam hati

***

The Boss: When A Man Fallin Love - COMPLETETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang