PART 3 - 1

8.6K 651 10
                                    

8 DES 2018

Happy weekend, happy reading.

PART 3 - 1

Di sepotong senja yang indah, Leonard dan dua sahabatnya duduk-duduk santai di sebuah kafe. Di salah satu sudut kafe tersedia panggung mini tempat bernyanyi. Kafe tersebut sangat populer karena menunya yang khas Indonesia.

Awalnya Leonard sama sekali tidak tertarik dengan apa yang disajikan di atas panggung kecil itu, ia lebih senang bercerita dengan kedua sahabatnya. Sampai sebuah suara merdu yang menyanyikan lagu Akad dari grup band Payung Teduh, dilantunkan.

Bila nanti saatnya telah tiba

Kuingin kau menjadi istriku

Berjalan bersamamu dalam terik dan hujan....

Leonard melirik panggung dan seketika dadanya berdebar tak menentu. Mata setajam elangnya menangkap sesuatu yang tak terduga. Gadis yang sedang menyanyi itu adalah gadis yang seminggu terakhir ini menjadi ratu di benaknya. Amarra.

Hati Leonard senang bukan main.

Suara-suara penuh semangat dari sebuah meja, mau tak mau membuat Leonard mengalihkan tatapannya dari gadis cantik yang sudah menyihirnya itu.

Di meja lain, tampak beberapa anak muda, cowok dan cewek, memandang panggung dengan senyum ceria—bahkan sesekali turut bernyanyi dengan norak. Leonard menebak anak-anak muda itu adalah teman-teman Amarra yang tertular keceriaan suara merdu gadis itu.

Semoga Amarra belum punya kekasih, Leonard membatin penuh harap.

Detik demi detik berlalu, dan Leonard terus menikmati alunan suara lembut memukau itu, mengabaikan pembicaraan yang sedang berlangsung antara dua sahabatnya, juga suara berisik teman-teman Amarra.

Ternyata Blake dan Carlos memerhatikan gerik-gerik Leonard. Keduanya pria tampan itu saling mengedipkan mata melihat betapa Leonard terpesona pada sang pelantun tembang romantis itu.

"Ayo, dapatkan dia, Leo!" bisik Blake dan Carlos nyaris bersamaan.

Leonard tersenyum, dadanya bergetar.

Dan tanpa menyia-nyiakan kesempatan, saat si gadis menyelesaikan nyanyiannya dan turun dari panggung, mengabaikan kedua sahabatnya, dan suara riuh tepuk tangan dari sekumpulan anak-anak muda itu dan sebagian pengunjung kafe, Leonard meninggalkan mejanya dan menghampiri si gadis.

"Hai," sapa Leonard dengan senyum menawan.

Si gadis yang sedang akan berjalan menuju meja di mana teman-temannya berada, seketika menghentikan langkah.

Wajah cantik itu merona saat melihat siapa yang menyapanya. "Hai..." balasnya dengan senyum malu-malu.

"Suaramu bagus," puji Leonard dengan suara agak gemetar karena jantungnya sedang berdegup kencang. Mereka berdiri berhadap-hadapan dengan jarak tak lebih dari dua meter.

"Terima kasih," balas Amarra dengan senyum tersipu.

"Aku jadi ingin selalu mendengarmu menyanyi."

Mata indah gadis itu melebar, tampak terkejut dengan pernyataan Leonard. Semburat merah menjalar di pipi mulusnya.

"Omong-omong, namaku Leonard. Kau... Amarra, kan?" Leonard mengulurkan tangan dengan debar di dada yang kian menggila. Samar-samar ia menghirup wangi eksotis mawar yang begitu memikat—wangi parfum Amarra.

Mata indah itu kembali melebar. "Kau tahu namaku?" Tanyanya bingung sekaligus senang.

Leonard tersenyum. "Ya, aku tahu. Aku tak mungkin melupakan nama gadis secantik dirimu, Amarra."

Rona merah kembali menjalar di pipi gadis itu, dan sumpah mati, Leonard ingin segera merengkuh tubuh ramping yang mungkin 20-30 senti di bawahnya itu, ke dalam pelukannya.

Leonard sangat tergoda merasakan Amarra dalam pelukannya, menghirup wangi tubuh indah itu sepuasnya, dan menyusuri pipi yang merona itu dengan jemarinya. Merasakan kehalusan kulitnya.

Keinginan-keinginan itu membuat Leonard kian mendambakan Amarra.

"Amarra..." Leonard mendesis tersekat nama gadis itu, suaranya berat dan parau oleh hasrat.

"Ya?" mata Amarra terfokus pada Leonard, sementara bibirnya sedikit terbuka. Merekah menggoda.

Leonard menutup jarak di antara mereka, lalu merengkuh tubuh indah itu ke dalam pelukannya, menyapu bibirnya ke bibir Amarra. Mengecup dengan lembut dan membelai kemanisan yang ditawarkan bibir itu dengan hasrat bergelora.

Amarra membalas ciuman Leonard. Gadis itu membuka bibirnya, mengundang Leonard menjelajah lebih jauh.

Dan Leonard menyambut undangan itu. Bibirnya merayu bibir Amarra. Lidahnya mendesak lembut. Mencecap dengan hasrat menggelegak.

"Ya, Leonard?"

Leonard tersentak. Seluruh khayalannya buyar.


To Love You More (TAMAT)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang